Kamis, 03 Desember 2020

Makalah Tafsir Tematik

Makalah Tafsir Tematik
Oleh: Yusmami


BAB I
PENDAHULUAN
Makalah Tafsir Tematik

Quran selaku kumpulan kalam Allah yang diturunkan dalam bentuk wahyu terhadap Nabi Muhammad saw yang berfungsi sebagai petunjuk (huda) dan anutan hidup bagi ummat manusia di dunia mau pun di alam baka. Kesemuannya itu dapat diwujudkan bila kandungan fatwa Quran mampu dipahami oleh insan itu sendiri yang selanjutnya diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam kerangka memahami Quran upaya yang dilakukan adalah melalui penafsiran-penafiran. Dengan cara ini dibutuhkan segala kandungan makna Quran yang masih terselubung dalam teks (lafa§) mampu terbuka sehingga menjadi sesuatu yang terang. Bila ditinjau dari sudut pandang sejarah penafsiran Alquran tentunya beragam tata cara serta bentuk dalam penafsirannya. Para ulama sudah membagi metode penafsiran Quran terhadap empat metode, yaitu : metode tahlili (analitik), tata cara ijmal³ (lazim), sistem muqar³n (komparasi), dan metode Maudu’i (tematik)

Maka dalam Makalah yang sederhana ini penulis menjajal untuk menghidangkan satu di antara empat metode Tafs³r tersebut, yaitu sistem Mau«ui (tematik) dan penulis menghidangkan dari sisi Maknanya, sejarah, bentuk, tindakan yang ditempuh, keistemewaan dan keterbatasannya.[1]

BAB II
PEMBAHASAN
Makalah Tafsir Tematik

A. Pengertian Tafsir tematik
Banyak pengertian yang mampu diberikan kepada tafsir tematik. secara etimologi maudhu`i memiliki arti tema atau pembicaraan.[2] Menurut Ali Hasan Al-Aridh, Tafsir Tematik adalah suatu sistem yang ditempuh oleh seorang mufassir dengan jalan mengumpulkan seluruh ayat-ayat Alquran ynag mengatakan wacana sebuah pokok pembicaraan atau tema (maudhu`i) yang mengarah terhadap satu pemahaman atau tujuan.[3] Al-Farmawi juga memberikan pemahaman ihwal kepada Tafsir Tematik yakni sebuah sistem menghimpun ayat-ayat Alquran yang mempunyai kesamaan tema dan arah serta menyusunnya menurut turunnya ayat-ayat tersebut, lalu merangkainya dengan informasi-keterangan serta mengambil suatu kesimpulan.[4] Sedangkan berdasarkan Zahir bin Awadh, Tafsir Maudu’i yakni : sebuah metode pengeumpulan ayat-ayat Quran yang terpisah-pisah dari berbagai surat dalam Quran yang berafiliasi dengan opik (tema) yang serupa baik secara lafa§ Maupun Hukum, dan menafsirkannya sesuai dengan tujuan-tujuan Alquran.[5]

Sementara itu Baqir Al-Sadr memberikan pemahaman, bahwa Tafsir Tematik adalah : suatu metode Tafsir yang berusaha menghimpun ayat-ayat Quran dari berbagai surat dan yang berkaiatan pule dengan masalah atau tema yang ditetapkan sebelumnya, kemudian membicarakan dan mengnalisa kandungan ayat-ayat tersebut sehingga menjadi suatu kesatuan yang utuh.[6] Dari berbagai pengertian yang dikemukakan tersebut diatas, maka mampu diambil suatu kesimpulan bahwa Tafsir Tematik yaitu sebuah tata cara penafsiran Alquran dimana para mufassir berupay mengumpulkan ayat-ayat Alquran dari berbagai surat yang memiliki kesamaan tema, sehingga mengarah terhadap suatu pengertian dan tujuan yang serupa pula.

B. Sejarah Tafsir Tematik 
Pada dasarnya kita tidak dapat memilih secara niscaya awal kelahiran metod Tafsir tematik ini dalam pemahaman mirip kita ketahui kini. Karena intinya meskipun corak penafsiran seperti ini sudah dapat didapatkan pada penafsir-penafsir klasik, namun ungkapan Tafsir maudhu`i belum popular untuk mereka gunakan. Akan tetapi Zahir bin Awadh Al-Alamiy menyebutkan, sesudah melakukan pengamatan pada kitabullah dan tema-tema yang terkandung di dalamnya, Maka menjadi terang bahwa didalam kitabullah sendiri telah terkandung kecenderungan seperti Tafsir tematik atau Tafsir Maudhu`i ini.[7]

Hal ini juga mampu kita ketahui bahwa pada Masa pembukuaannya, disamping tata cara tafsir bercorak biasa (klasik), sistem Tafsir tematik atau Tafsir Maudhu`i yang mengkaji duduk perkara-dilema khusus berlangsung beriringan dengannya. Seperti Ibnul Qayyim menulis kitab At-°ibbiyah Pi aqs±mil Alquran, Abu Ubaidah menulis kitab ihwal Majazul Alquran, Ar-Raqib al-Asfahani menyusun Mufrodatul Quran, Abu Ja’far an-Nahas menulis An-Nasikh wa al-Mansukh dan lain sebagainya. Sebenarnya kajian-kajian qurani pada abad terbaru tidak satupun yang terlepas dari penafsiran sebagian ayat-ayat Alquran.[8]

C. Bentuk Metode Tafsir tematik atau Tafsir Maudhu`i
Untuk lebih memudahkan kapada pemahaman wacana Tafsir tematik atau Tafsir Maudhu`i ini, maka akan kita kemukakan bentuk-bentuk pendekatan yang dijalankan dalam tata cara Tafsir tematik atau Tafsir Maudhu`i ini. Pertama dengan cara mengambil satu surat dari Alquran, kemudian surat tersebut dikaji secara eseluruhannya dari permulaan surat sampai selesai surat, lalu dijelaskan ujuan lazim dan khusus, selanjutnya dicari kekerabatan antara masalah-persoalan (tema) yang dikemukakan ayat-ayat tersebut ialah satu kesatuan yang utuh dan tepat dengan sasaran yang satu pula.

Sebagai contoh dari bentuk pertama metode Tafsir tematik atau Tafsir Maudhu`i ini misalnya seorang mufassir mengkaji atau menafsirkan surat Yasin. menurut kajiannya dia menyimpulkan bahwa surat Yasin tersebut dapat dibagi dalam tiga bagian yang saling berkaitan, bersambung dan mengarah terhadap satu problem. Katakanlah dari permulaan surat hingga pada ayat yang ke-32 mengarah kepada penjelasan ihwal kerasulan Muhammad SAW. Bagian keduanya dari ayat 33 hingga ayat ke 44 menetengahkan wacana dalil-dalil pembuktian atas wujudnya Allah SWT dan keluasan akan ilmuNya. Sedangkan bagian ketiganya dari ayat 45 hingga tamat menerangkan kondisi dan aneka macam macam insiden pada abad terjadinya hari akhir zaman.[9]. Maka pada tiga bab dari surat tersebut intinya ialah satu tema, ialah dorongan untuk beriman terhadap Allah, RasulNya dan Hari Kiamat. Adapun Tafsir yang masyhur dengan corak tata cara yang pertama ini ialah :

Na§amud ¬oror Fi Tanasibil ²yati Wassuwar.
Oleh : Al-Baqa’i
An-Nabaul ‘A§³m.
Oleh : Dr. Muhammad Abdullah Darraj.[10]

Bentuk kajian yang kedua yakni dngan cara mengumpulkan seluruh ayat-ayat deri berbagai surat Alquran yang memiliki sasasran yang sama, kemudian menyusunnya berdasarkan tertib turunnya, disamping mengenal karena-karena ayat tersebut diturunkan. Setelah itu barulah memberikan penjelasan, informasi-informasi, catatan dan juga memutuskan Hukum darinya. Metode yang kedua inilah yang senantiasa digunakan dalam pengkajian ilmiah tematik. Jadi jika kita mendengar perumpamaan Tafsir tematik atau Tafsir Maudhu`i maka tidak lain yang dimaksud yaitu meneliti satu tema diantara tema-tema Quran menurut patokan Quran secara utuh.[11]

Maka jika kita melihat dari bntuk yang kedua ini, pastinya Tafsir tematik atau Tafsir Maudhu`i ini menunjukkan rung yang luas bagi para peneliti dari berbagai disiplin ilmu, sehingga mereka dapat mengungkapkan apa yang bekerjasama dengan bidang mereka dalam Alquran secara mendalam. Katakanlah contohnya seorang ahli Hukum maka akan memfokuskan diri pada ayat-ayat yang berkenaan dengan aturan-aturan atau tasyri’, spesialis ekonom akan menggarap ayat-ayat yang berkenaan degan ekonomi, keuangan, buatan, bagi haasil dan juga infaq, demikian pula mirip ahli perbintangan, pendidikan dan banyak sekali spesialisasi yang lain.

D. Langkah-Langkah Yang di Tempuh
Ada beberapa langkah yang harus ditempuh bagi seorang mufassir dalam memakai tata cara tafsir maudhui, adalah :
  • Tentukan terlebih dulu masalah/topic (tema) yang mau dikaji, untuk memutuskan persoalan ini disarankan menyaksikan “Kitab Tafsir Alquran Al-Karim karya sekelompok orientalis yang diterjemahkan oleh Muhammad Fuad Al-Baqi.
  • Inventarisir (himpun) ayat-ayat yang berkenaan dengan tema/topic yang telah diputuskan, (selain dibantu kitab diatas, dapat pula di baca Al-Mu’jam Al-Mufahras Li Al-Fa§il Quran “karangan M. Fuad Al-Baqi”.
  • Rangkai urutan ayat sesuai dengan masa turunnya baik Makiyah maupun Madaniyahnya, hal ini mampu juga dilihat pada “al-Itqon” karya Al-Suyu¯I dan “Al-Burh±n” karya Al-Zarkasyi.
  • pahami korelasinya (mun±sabahnya) ayat-ayat dalam masing-masing suratnya.
  • Susun bahasan didalam kerangka yang sempurna, sistematis, tepat dan utuh.
  • Lengkapi bahasan dengan Hadis. Sehingga uraiannya menjadi terperinci dan makin tepat.
  • Pelajari ayat-ayat tersebut secara sistematis dan menyeluruh dengan cara mengumpulkan ayat-ayat yang mengandung pemahaman yang serupa, menyesuaikan antara pemahaman yang biasa dan yang khusus, antara Mu¯allaq dan Muqayyad, atau ayat-ayat yang nampaknya kontradiksi, sehingga semua bertemu dalam satu muara sehingga tidak ada pemaksaan dalam penafsiran.[12]
Adapun rumusan tindakan yang ditempuh dalam metode Tafs³r Mau«’i yang dikemukakan oleh Ali Hasan al-Aridh antara lain :
  • Himpun seluruh ayat-ayat Alquran yang terdapat pada seluruh surat yang berkaitan dengan tema yang hendak dikaji.
  • Tentukan urutan ayat-ayat yang dihipun itu sesuai dengan abad turunnya dan mengemukakan sebab-alasannya adalah turunnya jika hal itu dimungkinkan.
  • Jelaskan munasabah antara ayat-ayat itu pada masing-masing suratya dan kaitkan antara ayat-ayat tersebut dengan ayat-ayat yang ada sesudahnya.
  • Buat sistematika kajian dalam kerangka yang sistimatis dan lengkap dengan outlinenya yang mencakup semua sisi dari tema kajian tersebut.
  • Kemukakan Hadis-Hadis Rasulullah SAW yang mengatakan tentng tema kajian serta menunjukan derajat Hadis-Hadis tersebut untuk lebih meyakinkan terhadap orang lain yang memperlajari tema itu.
  • Rujuk terhadap kalam (istilah-istilah Bangsa Arab dan syair-syair mereka) dalam menjelaskan lafa§-lafa§ yang terdapat pada ayat-ayat yang berbicara wacana tema kajian dalam menerangkan maknanya.
  • Kajian terhadap ayat-ayatyang mengatakan wacana tema kajian dikerjakan secara Mau«’i kepada segala segi dan kandungannya, bail lafa§ ‘Am, Khas, muqayyad, mu¯allaq, syarat, jawab, Hukum-hukum fiqih, nasakh dan Mansukh (kalau ada), unsur balaghoh dan I’jaz, berusaha menggabungkan ayat-ayat lain yang diduga kontradiktif dengannya atau dengan Hadis-Hadis Rasulullah SAW yang tidak sejalan dengannya, menolak kesamaran yang sengaja ditaburkan oleh pihak-pihak musuh Islam, juga menyebut berbagai macam qira’ah, menerapkan makna ayat-ayat terhadap kehidupan penduduk dan tidak menyimpang dari target yang dituju dalam tema kajian.[13]
Kedua prosedur atau tindakan di atas, walaupun dikemukakan dengan cara sedikit berlawanan tetapi secara esensial keduanya tentu saling berkaiatan dan saling melengkapi satu sama yang lain, sehingga nampaklah bahwa tindakan tersebut menempatkan penyusunan pembahasan dalam satu kerangka yang sempurna. Zahir bin Awadh, lebih luas menyertakan langkah-langkah yang mesti ditempuh dalam menggunakan sistem Tafs³r Mau«’i antara lain :
  • Menafsirkan ayat-ayat tersebut yang dapat dimengerti dari padanya hikmah didatangkannya ayat-ayat yang tersebut dantujuan dari syari’at yang dibawanya.
  • Melahirkan tema tersebut dalam satu bentuk uraian yang sempurna dan lengkap yang berpedoman pada syarat-syarat penelitian ilmiah.[14]
Dengan demikian semakin jelaslah bahwa dari ketiga pertimbangan tersebut diatas tetap menempatkan unsure tema atau topic sebagi unsure yang pertama dan sungguh diutamakan. Inilah yang menjadi karakteristik metode Tafs³r Mau«’i yang membedakan dengan Tafsir yang lain.

Dari berbagai langkah yang dikemukakan diatas, maka kita dapat menyaksikan beberapa persamaan dan sedikit perbedaan yang mesti ditempuh bagi seorang mufassir dalam menggunakan sistem tafsir tematik atau tafsir maudhu`i ini. Persamaannya ialah :
  • Bagi seorang mufassir harus apalagi dulu memilih topic yang mau dikaji, kemudian mengumpulkan ayat-ayat yang berkenaan dengan tema yang sudah diputuskan dan menentukan pula urutan ayat sesuai dengan kurun turunnya.
  • Menentukan munasabah antara satu ayat dengan ayat lainnya den menentukan pula bahasan dalam suatu kerangka yang tepa dan sistematis yang meliputi semua sisi dari tema kajian.
  • Mengemukakan Hadis-Hadis Rasulullah SAW yang juga menandakan tema yang sudah diputuskan.
Sedangkan perbedaannya, tampak bagi kita bahwa Ali Hasan al-Aridh, beliau menyertakan lebih jauuh untuk menerangkan makna-makna ayat membicarakan perihal tema kajian yang sudah diputuskan, sorang mufassir harus merujuk kepada lughot atau syair-syair Arab.

E. Keistimewaan dan Keterbatasan Tafsir Tematik atau Tafsir Maudhu`i
Sebagai suatu metode penafsiran Quran, Maka sistem Mau«’i ini memiliki beberapa keistimewaan yang juga tidak terlepas dari beberapa keterbatasannya.

1. Keistimewaan
Metode ini akan jauh dari kesalahan-kesalahan alasannya adalah ia menghimpun banyak sekali ayat yang berkaitan dengan satu topic bahasan sehingga ayat yang satu menafsirkan ayat lainnya. Dengan sistem Mau«’i seseorang mengkaji akan lebih jauh mampu untuk menunjukkan sesuatu anutan dan jawaban yang utuh dan tepat tentang suatu pokok problem (tema) yang dikaji.[15] Kesimpulan-kesimpulan yang dihasilkan mudah untuk dipahami. Hal ini sebab ia menjinjing pembaca terhadap isyarat Alquran yangmengemukakan aneka macam pembahasan yang terperinci dalam satu disiplin ilmu.

Dengan tata cara ini juga mampu menandakan bahwa persoalan-persoalan yang disentuh Quran buka bersifat teoritis semata-mata atau yang tidak dapat itrapkan dalam kehidupan penduduk . Namun dia dapat menjinjing kita kepada pendapat Alquran perihal aneka macam duduk perkara hidup yang disertakan pula dengan tanggapan-jawabannya. Ia dapat mempertegas fungsi Quran selaku kitab suci serta bisa membuktikan keistimewaan-keutamaan Quran. Metode ini memungkin seseorang untuk menolak adanya ayat-ayat yang bertentangan dalam Quran. [16]

2. Keterbatasan
Masih memerlukan keterlibatan Tafsir-Tafsir klasik sekalipunn Tafsir tematik ini disebut juga Tafsir canggih terbaru), alasannya tidak ada tata cara Tafsir yang mandiri. Sesuai dengan terminologinya bahwa Tafsir maudhu`i ini hanya membicarakan satu topic atau tema dari sekian banyak tema dalam Alquran. Dalam menerapkan metode ini bukan hanya membutuhkan waktu yang panjang namun juga keteguhan, ketelitian, keahlian serta kemampuan akademis.[17]

Kaprikornus metode tafsir tematik ini pula pada hakekatnya belum mengemukakan seluruh kandungan ayat Quran yang diTafsirkannya. Maka harus diingat pembahasan yang diuraikan atau didapatkan hanya menyangkut judul yang ditetapkan oleh mufassirnya, sehingga dengan demikian mufassir mesti senantiasa mengingat hal ini supaya dia tidak dipengaruhi oleh kandungan atau isyarat-arahan yang ditemukannya dalam ayat-ayat tersebut dalam pokok bahasannya.[18]

BAB III
PENUTUP
Makalah Tafsir Tematik

Secara singkat Tafsir Tematik atau tafsir maudhu`i dapat diformulasikan selaku sebuah Tafsir yang berupaya mencari tanggapan-tanggapan Quran tetang sebuah masalah dengan jalan menghimpunkan ayat-ayat yang berhubungan dengannya, serta mengevaluasi lewat ilmu-ilmu Bantu yang berkaitan dengan problem-dilema yang dibahas, sehingga mampu melahirkan desain-desain yang utuh dari Alquran tetang berbagai duduk perkara. Metode yang relative baru dan dianggap positif dalam penafsiran Quran brangkat dari suatu kesatuan yang logis dan saling berkaitan antara satu sama yang lain. Kaprikornus tidak ada satupun kontradiksi ayat-ayat Quran, hal ini kian terang sebagaimana yang ditegaskan pula didalam Quran itu sendiri. Asumsi dasar ini berkaitan dengan prinsip yang amat masyhur dikalangan mufassir yaitu Quran يفسر بعضه بعضا adalah bahwa sebagian ayat Quran diTafsirkan dengan ayat yang lain.

DAFTAR PUSTAKA
  • Al-Aridh,Ali Hasan. Sejarah metodologi Tafsir. Jakarta, PT. Raja Grapindo Persada, 1994.
  • Al-Farmawiy,Abdul Al-Hayy. Al-Bidayah fi al-Tafsir al-Mau«’i. Kairo : al-¦a«oroh al-‘Arabiyah, 1977.
  • Al-Ma’i,Zahir bin Awadh Dirasat fi al- Tafs³r al-Mau«’I, 1997.
  • Al-Sadr, Muhammad Baqir. Tafsir Mau«’i wa Tafsir Al-Tajzi’i pi Al-Alquran Al-Karim. Beirut : Ta’aruf al-Matb’at, 1980.
  • Al-Qattan,Manna Khalil. Mab±his fi ‘Ulmil Alquran. Raiyadh : D±r al-Ma’terpelajar, 1973.
  • Munawwir,Ahmad Warson. Kamus Al-Munawwar. Yogyakarta, 1984.
  • Shihab,M. Quraish. Wawasan Quran. Bandung : Mizan, 1996.
Ingin lihat footnote klik disini

Sumber http://makalahmajannaii.blogspot.com


EmoticonEmoticon