Jumat, 04 Desember 2020

Makalah Tafsir Al-Isyari

BAB I
PENDAHULUAN
Makalah Tafsir Al-Isyari

Rasulullah Saw. adalah orang yang diberi wewenang oleh Allah Swt. . Untuk menafsirkan, menjelaskan dan menguraikan kandungan Alquran . Dari fakta tersebut mampu diketahui bahwa kebutuhan para masyarakat akan klarifikasi Alquran tercukupi semasa hidup Rasulullah Saw., hal ini dikarenakan seluruh permasalahan yang muncul yang berafiliasi Alquran eksklusif mereka tanyakan terhadap Rasulullah Saw.

Zaman setelah meninggalnya Rasulullah Saw. dapat dikatakan meruapakan zaman transisi dari kepemimpinan seseorang yang mendapat tutorial langsung dari dewa terhadap seorang manusia biasa. Pada zaman inilah lalu timbul dan berkembang beberapa tata cara penafsiran Alquran . Metode-tata cara ini dikembangkan, tentu saja dengan maksud untuk menjawab persoala-persoalan yang muncul di kelompok ummat muslimin.

Dalam kemajuan ilmu tafsir, kita mengenali ada beberapa corak penafsiran, dimulai dari bi al-ma’tsur, bi al-ra’yi, maudhu’I, ijmali, tahlili, isyari dan sebagainya. Makalah ini akan membicarakan wacana salah satu metode tafsir tersebut, ialah tafsir isyari. Pembahasannya akan meliputi beberapa topik sebagai berikut: defenisi tafsir isyari dan macam-macamnya, kebolehan tafsir isyari, syarat-syarat tafsir isyari, tafsir shufi isyari, tafsir isyari ilmiah tentang ayat kauniah, pertimbangan para ulama wacana kebolehan tafsir isyari dan syarat-syarat tafsir isyari ilmiah

BAB II
PEMBAHASAN
Makalah Tafsir Al-Isyari

A. Defenisi Tafsir Isyari Dan Macam-macamnya
Isyarah secara etimologi bermakna penunjukan, memberi kode.[1] Sedangkan tafsir al-isyari ialah menakwilkan (menafsirkan) ayat Alquran al-Karim tidak mirip zahirnya, tapi berdasarkan instruksi yang samar yang mampu dimengerti oleh orang yang arif dan bertakwa, yang pentakwilan itu selaras dengan makna zahir ayat–ayat Alquran dari beberapa sisi syarhis (yang masyru’).[2]

Adapun isyarah berdasarkan ungkapan yaitu apa yang ditetapkan (sesuatu yang mampu ditetapkan/dimengerti, diambil) dari sebuah perkataan hanya dari menerka-ngira tanpa mesti meletakkannya dalam konteksnya (sesuatu yang ditetapkan hanya dari bentuk kalimat tanpa dalam konteksnya).[3]

Menurut al-Jahizh bahwa ’aba-aba dan lafal ialah dua hal yang saling bergandeng, arahan banyak menolong lafal (dalam memahminya), dan tafsiran (terjemahan) lafal yang cantik jikalau mengindahkan isyratnya, banyak kode yang menggantikan lafal, dan tidak butuhuntuk dituliskan.[4]

Tafsir isyari ini dibagi kepada dua cabang, ialah [5]
  • Yang pertama ialah ali-syari al-khafi, yang bisa dikenali oleh orang yang bertakwa, sholeh dan orang yang terpelajar saat mebaca al-qur’an, maka mereka ketika membaca suatu ayat akan mendapatkan beberapa arti.
  • Yang kedua yakni al-isyari al-jali (kode yang terperinci), yang terkandung dalam ayat kauniyah dalam al-qur’an, yang mengisyaratkan dengan terang berbagai pengetahuan yang baru. Pada hal mirip inilah akan tampak kemu’jizatan Quran pada masa kini, zaman ilmu pengetahuan.
B. Kebolehan tafsir isyari
Dalil kebolehan tafsir ini dapat diambil dari ayat berikut:
ا فلا يتدبرون القرأن أم على فلويهم أقفالها
“maka apakah mereka tidak mengamati Quran ataukah hati mereka terkunci”(QS Muhammad; 24)

Allah mengisyaratkan bahwa bahwa orang-orang kafir tidak mengerti Quran , maka Allah SWT. memerintahkan mereka umtuk merenungi ayat-ayat (tanda-tanda) Quran Al-karim, biar mereka mengenali arti dan tujuannya. Pada ayat diatas Allah SWT. tidak berencana untuk menyatakan bahwa orang-orang kafir tidak mengerti ayat secara lalaf (secara zahir) atau Allah SWT. tidak memerintahkan mereka untuk mengetahui zahirnya ayat saja, karena orang arab musyrik, tidak diragukan lagi, mengerti ayat Alquran kalau cuma secara zahir. Tapi yang Allah SWT. mau utarakan pada ayat diatas yaitu; bahwa mereka tidak mengerti maksud Allah SWT. dari khitab yang ada dalam Quran (mereka tidak memahami maksud Quran ), maka Allah SWT. menyuruh mereka untuk merenungkan ayat Alquran hingga mereka mengetahui maksud dan tujuan Alquran tersebut. Itulah yang disebut dengan arahan yang tidak dikenali dan tidak terpikir oleh orang musyrik tersebut, alasannya adalah keinkaran dan kekufuran yang ada dalam hati mereka. Sesungguhnya seorang yang bersengaja hanya ingin memahami Alquran secara zahir saja, akan sulit baginya untuk mengetahui arahan rabbaniyah (kode dari tuhan, instruksi ketuhanan) yang terkandung dalam ayat Quran Al-karim.

Contoh dari tafsir ini yakni :
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ

Bila ayat ini ditafsirkan dengan metode ijmali yaitu bahwa Allah Swt. memerintahkan manusia untuk memujiNya, meminta ampun kepadaNya bila Allah Swt. membantu dan memberi kemenangan’, sedangkan Ibn Abbas beropini bahwa itu menawarkan bahwa Allah Swt. memberi tahu Rasul tentang ajalnya sudah akrab, artinya Allah berfirman “jika telah datang perlindungan dan kemenangan (ayat)” maka itu membuktikan ajalmu telah erat (isyarat) “maka bertasbihlah terhadap Tuhanmu dan meminta ampunlah kepadanya (ayat)”. Umar saja lalu berkata; “saya tidak mengenali hal itu kecuali apa yang kau katakan”.[6]

Abdullah Bin Abbas juga pernah berkata;”Quran punya rasa murung dan seni (bisa diartikan cabang), punggung dan perut (yang terang dan yang samar), seluruh keajaibannya tidak akan tercapai, batasnya tidak akan terjalani, maka barang siapa yang memasukinya dengan ramah (punya sandaran) maka dia akan selamat, tapi barang siapa memasukinya dengan agresif (tak memiliki pegangan) maka beliau akan celaka. Quran juga punya kabar, permisalan, halal dan haram, nasikh dan mansukh, muhkam dan mutsyabih, zahir dan bathin, zahirnya ialah bacaannya (yang zahir ialah seperti yang tertulis ) dan yang bathin yaitu ta’wil, karena itu pergauliah ulama (untuk mengetahui hal itu), dan jauhilah orang-orang udik.[7]

C. Syarat Tafsir Isyari
Banyak ulama yang beropini bahwa tafsir isyari itu dihentikan, alasannya adalah cemas membuat kebohongan tentang Allah SWT. dalam menafsirkan wahyunya, tanpa ilmu ataupun petunjuk dan bukti yang terperinci. Sedangkan ulama yang berpendapat bahwa tafsir ini boleh, menetapkan beberapa syarat yaitu:[8]
  • Hendaknya tafsir isyari itu tidak berlawanan dengan makna zahir dari nazhm Quran Al-karim.
  • Tidak boleh dianggap bahwa hasil tafsir isyari itu adalah satu-satunya arti tanpa mengabaikan zahirnya ayat tersebut, atau mengabaikan hasil penafsiran tata cara lain.
  • Tidak bertentangan dengan syari’at atau dengan akal
  • Harus punya bukti atau dalil syar’i yang menguatkannya.
Itulah syarat-syarat yang mesti dibarengi saat seseorang ingin menggunakan tafsir isyari. Apabila selurah syaratnya tercukupi maka penafsirannya mampu diterima, namun jika ada yang tidak tercukupi maka penafsirannya tidak dapat diterima.

Perlu digaris bawahi bahwa tidak wajib bagi seseorang untuk menggunakan tafsir isyari (saat menafsirkan) lain halnya dengan tafsir aqli yang menurut qawaid yang terang, berpengaruh dan aturan yang rinci. Sedangkan tafsir isyari cuma arti diam-diam Quran yang timbul, terpikir dalam dalam hati seorang mu’min yang yang shaleh, takwa dan cendekia, bagi seorang yang mengetahuinya tidak ada kewajiban, apakah ia hanya akan menyimpannya saja antara dirinya dengan tuhannya, atau mengajarkannya terhadap orang lain tanpa mewajibkannya orang lain untuk mempelajarinya.

Begitu juga, dengan aturan-aturan syariat, tidak mampu disimpulkan dengan cara tafsir isyari, sebab tidak adanya dalil yang jelas, dari itu faedah yang mampu diambil dari tafsir isyari hanyalah dalam bidang akhlak, memperkuat jiwa, iman dan kepercayaan. Ada hal yang mesti diperingatkan disini, bahwa tafsir isyari-dengan beberapa syarat yang telah ditetapkan oleh para ahli, tidaklah sama atau berlawanan dengan sistem falsafah teori sufhi dalam hal tafsir isyarah (tafsir isyari disini berlawanan dengan tafsir isyari as-sufhi), yang keluar dari jalan tafsir yang syar’i.

D. Tafsir Sufi Isyari
Kaum sufi semenjak dahulu sudah berupaya untuk memperoleh sandaran terhadap nash-nash Quran bagi pemikiran mereka, dan berusaha mengambil ayat-ayat Alquran selaku tonggak yang akan menguatkan langkah dan jalan mereka. Kaum sufi melihat bahwa ada ilham-wangsit yang dalam, terperinci yang tersembunyi di balik dalalah lafziah sebuah ayat. Mereka berpendapat bahwa makna hakiki dari penurunan Quran ini tidak akan ada habisnya cuma pada makna pada bentuk zahirnya saja, tetapi ada makna yang zahir/terperinci dan bathin/samar. Dan yang terpenting adalah hendaklah disandingkan kedua arti itu.

Kaum sufi beropini bahwa ilmu isyarah yakni ilmu tentang rahasia-belakang layar dalam Quran dengan jalan mengamalkannya,[9] mereka menamakannya, mazhab ahlu sufwah dalam menyimpulkan dengan benar apa yang dapat difahami dari Quran.

Allah SWT. berfirman:
ا فلا يتدبرون القرأن أم على فلويهم أقفالها

Dan nabi Muhammad SAW bersabda:
من عمل بما علم ورثه الله نعالى علم ما لم يعلم
‘’Barang siapa yang mengamalkan apa yang dia ketahui, pasti Allah SWT. akan memberikannya ilmu ihwal apa yang belum dia ketahui’’

Yaitu ilmu yang tidak ada pada mahir ilmu (ilmuwan lainnya).

Sedangkan iqpalul qulub (hati terkunci) ialah karat yang ada pada hati, alasannya adalah banyaknya dosa, mengikuti hawa nafsu, mengasihi dunia, kelalain yang panjang, ketamakan yang sungguh, mencintai kemakmuran, mencintai kebanggaan dan pujian. Dan lain sebagainya yang tergolong dari kesesatan dan kelalaian, pelanggaran dan pengkhianatan. Apabila Allah SWT. telah melepaskan hal itu dari hati, adalah dengan bertaubat yang bagus, dan penyesalan atas tindakan zalim yang beliau kerjakan, maka Allah SWT. akan membukakan hati yang terkuci tersebut., dan menawarkan bekal, manfaat dari hal-hal yang ghaib terhadap orang tersebut. Maka dengan begitu seorang yang sudah diberikan hal tersebut akan bisa menta’birkannya (mengkalimatkan) dalam menerjemahkan al-qur’an, ialah dengan pengecap yang mampu berbicara tentang keghoriban (abnormalitas) pesan yang tersirat dan keghoriban ilmu.

Allah SWT. berfirman:
(أفلا يتدبرون القرأن ولو كان من عند غير الله لوجدوا فيه اختلافا كثيرا (النساء
‘’Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur’an. Kalau kiranya Alquran itu bukan dari segi Allah SWT. , tentulah menerima kontradiksi yang banyak didalamnya’’.

Hal itu menujukkan bahwa dengan merenungkan Alquran Al-karim mereka menyimpulkan sesuatu darinya (mengambil sari pati), alasannya adalah seandainya Quran bukan dari segi Allah SWT. mereka akan menerima pertentangan yang banyak di dalamnya. Kaum sufi juga berpendapat bahwa dalam satu karakter Alquran Al-karim ada banyak yang bisa difahami, namun hal itu tersimpan bagi orang yang mengetahuinya saja dan tergantung sebara besar beliau diberi pengertian oleh Allah Swt.[10] Untuk hal itu mereka mengajukan dalil:

‘’Dan tidak ada sesutau apapun melainkan di sisi kamilah khazanahnya, dan kami tidak menurunkan melainkan dengan ukuran yang tertentu’’

Kaum sufi berpendapat bahwa kata من شيئ berarti sesuatu dari ilmu agama, ilmu ahwal (kondisi) antara Allah SWT. dan hambanya, dan lain sebagainya. Seseorang cuma akan sampai terhadap hal itu bila merenungkan Alquran, memikirkannya dan menyadarinya, menghadirkan hatinya dikala membacanya. Abu Said Al-Khurroz berpendapat bahwa jika seorang hamba telah berkumpul dengan tuhannya, maka perhatiannya tidak akan tertuju terhadap selain Allah SWT. sedikitpun, maka pada ketika itu beliau akan menerima hakikat pemahaman dikala membaca Alquran, yang tidak ada pada manusia yang lain’. Ia juga berkata bahwa setiap kali ada satu karakter yang ada dalam Alquran Al-karim, maka di situ ada pengertian lainnya dari pengertian orang lain, sesuai dengan kedekatan seseorang kepada Allah Swt., kehadiran hati waktu membacanya, kecintaan kepadaNya, kesucian dzikir, dan kedekatan, alasannya adalah perbedaan pada hal inilah makanya ada tingkatan dalam memahami Quran.[11]

Apa yang dipahami dari Quran hanyalah sebatas apa yang dibukakan Allah bagi hati para wali-walinya. Kalamullah itu bukanlah makhluk, maka pemahaman makhluk tidak akan pernah hingga kepada batas kalamullah tersebut, sebab manusia ialah makhluk, dan pemahamannya juga ialah makhluk yang ada awalnya. Kaum sufi beropini bekerjsama kunci untuk pengertian yang mendalam dan merinci untuk memahami Alquran ialah mengamalkan Quran itu sendiri.[12] Karena itu Abu Said Al-Khurraz berkata;’awal pemahaman kepada Quran Al-karim yakni mengamalkannya, alasannya adalah didalamnya terkandung ilmu, pemahaman, dan pengambilan kesimpulan, juga permulaan pemahan untuk Quran yakni dengan menyimak dan memperhatikan wahyu Allah SWT.

إن قى ذالك لذكرى لمن كان له قلب أو ألقى السمع و هو شهيد
‘’Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benra terdapat perayaan bagi orang yang memiliki hati atau yang memakai pendengarannya, sedang ia melihat.’’

Begitulah kaum sufi melangkah dalam jalan mereka yang khusus untuk mereka. Mereka mengatakan terhadap kita bahwa mereka berdiam memikirkan satu dari banyak ayat dalam Quran sampai menginap-malam, mereka merenungkannya, dan mengambil kesimpulannya, dan melihat kepada keajaiban yang mempesona bagi mereka, hingga hampi-hampir aneh.[13]

Kadang-kadang kaum sufi ini memang benar dalam memahami Quran Al-karim dengan isyarah yang mereka maksudkan, orang-orangpun bisa memerima perkataan mereka, seperti perkataan Abu Bakar al-Kittani dikala ia ditanya perihal ayat

(لا من أتى الله بقلب سليم (الشعراء 89
‘’Kecuali orang-orang yang menghadap Allah Swt. dengan hati yang higienis’’

Beliau menyampaikan; yang mampu difahami dengan qalbun salim, ada tiga sisi/macam: salah satunya yaitu orang yang bertemu dengan Allah Swt. dan di hatinya tidak ada sekutu Allah Swt. Yang kedua adalah orang yang bertemu dengan Allah Swt. dan dihatinya tidak ada kerisauan kepada Allah dan tidak mengharapkan kecuali Allah. Yang ketiga yaitu orang yang bertemu dengan Allah SWT. dan tidak ada bersamanya kecuali mengingatNya dan takut padaNya.

Imam Ghazali-yang tidak melarang penafsiran dengan tafsir sufi ini, jikalau tafsir tersebut tidak mempermudah/memperluas batas-batas bolehnya bersandar kepada rumus dan isyarah yang mereka fahami-menafsirkan ayat; فاخلع نعليك ‘’Maka lepaskankanlah sandalmu’’ Tapi juga sebagian dari mereka kadang sudah menyimpang dalam menakwilakan al-qur’an, hingga orang lain teracuni. Beberapa acuan kesalahan mereka dalam menafsirkan ayat adalah seperti berikut;[14].
الم يجدك يتيما فأوى (الضحى 6
(bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu), mereka beropini kata yatim berati mutiara yang tiada duanya.

Sebagian lagi malah sangat aneh pendapatnya, sungguh aneh yang melebihi batas. Seperti usulan mereka ihwal; bahwasanya Quran Al-karim itu dimulai dengan huruf Ba dalam ayat يسم الله الرحمن الرحيم (الفاتحة 1) dan berkhir dengan karakter sin, mirip dalam ayat من الجنة و الناس (الناس 6) , kedua karakter itu membentuk kata بس yang berati cukup, artinya cukuplah Alquran ini, manusia tidak akan memerlukan kepada selain Alquran Al-karim.

Ada banyak tokoh yang membela dan menyerang bentuk penafsiran isyari shufi ini. Tapi kesemuanya itu bermuara terhadap bahwa jika penafsiran tersebut tidak melenceng dari zahirnya ayat, maka intinya tidaklah persoalan.[15] Perbedaan tafsir isyari dengan isyari as-shufi yaitu bahwa aksentuasi pada isyari yaitu makna yang muncul yang kemudian tidak berlawanan dengan makna zahir ayat, sedangkan isyari as-shufi berprinsip bahwa makna utama dan hakiki dalam suatu ayat adalah makna isyarinya.[16]

E. Tafsir Isyari Ilmi Untuk Ayat kauniyah dan Kebolehannya
Sesungguhnya ayat Alquran yang mengandung isyarat-arahan kauniyah bukanlah berencana untuk memberikan peletakan metode ilmu ilmiah, meskipun ayat itu meliputi atas dasar dan asas metode mirip ini secara global, tetapi tujuannya yakni ingin menujukkan bahwa Quran yang dibawa oleh nabi Muhammad Saw. ialah kitab dari Allah Swt. yang sudah menciptakan alam ini dan memperlihatkan aturan, yang nalar para ulama, pengkaji bingung (sibuk) untuk memahaminya. Dan kita-pastinya-dilarang untuk tidak mengindahakan ayat-ayat kauniyah tersebut, yang berbicara wacana kebenaran, kejujuran sejak empat belas masa kemudian, yang sudah kita kenal, yang mengetok (mempesona para ilmuwan untuk mengkajinya) nalar para pengkaji, merobohkan, menolak orang-orang yang kufur dan inkar. kita tidak boleh meninggalkannya begitu saja tanpa menjelasakn dan menerangkannya dengan bukti yang menguatkan kebenaran dan kejujurannya, meski bukti itu berasal dari ilmu orang-orang selain muslim, supaya bukti dan argumen kita lebih kuat dan lebih lengkap.[17]

Dibawah ini ada beberapa ayat kauniyah

1. Isyarat-isyarat Quran wacana kaun (alam) yang berkenaan dengan bumi, salah satunya yakni ayat; و ترى الجبال تحسبها جامدة و هى تمر مر السحاب (النمل 88)

‘’Dan kau lihat gunung-gunung itu, kau sangka dia tetap pada tempatnya padahal dia berjalan mirip jalannya awan.

Hal ini memberikan adanya perputaran bumi

2. Isyarat Alquran tentang alam yang berkenaan dengan langit dan ruang angkasa

و السماء ذات الحبك (الذاريات 7)

‘’demi langit yang mempunyai jalan-jalan (garis edar bintang dan planet)’’

instruksi akan jalan/garis edar planet dan peredarannya di angkasa.

3. kode Alquran wacana alam yang berkenaan dengan awan dan angin.

أ لم تر ان الله يجزى سحابا ثم يؤلف بينه ثم يجعله ركاما فترى الودق يخرج من خلال و يتزل من السمكء من جبال فيها من برد فيصيب به من يشاء و يصرفه عمن يشاء يكاد سنا برقه يذهب بالأبصار ( النور 43)

‘’Tidakkah kamu melihat bahwa Allah SWT. mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bab-bagiannya), lalu membuatnya bertindah-tindih, maka kelihatan olehmu hujan turun dari celah-celahnya. Allah SWT. juga menurunkan butiran esa dari langit, (adalah) dari (gumpalan-gumpalan awan mirip) gunung maka ditimpakannya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang ia kehendaki dan dipalingkannya dari sioapa yang ia kehendai. Kilauan kilta awan itu nyaris-hampir menetralisir pandangan’’

Ayat ini menjelaskan proses terjadinya hujan dan petir sebagai hasil pergesekan awan. Dengan Ayat seperti inilah, dan yang sama dengannya, menjadi lebih terperinci bagi kita tanpa keraguan; sebenarnya ayat kauniyah Alquran Al-karim sudah mengisyaratkan akan asas dan dasar ilmu-ilmu alam, yang manusia gres hingga kepada ilmu itu gres-baru ini. Tokoh-tokoh yang mengizinkan tafsir ini, beropini bahwa Quran Al-karim meliputi ilmu-ilmu agama I’tiqadiyah (doktrin) dan ilmu ilmiah (empiris)., semua ilmu-ilmu dunia dengan berbagai macam ragamnya, cabangnya dan jumlahnya. Orang yang paling getol menguatkan dan menyebarkan dan mengamalkan tafsir ini, di dunia Islam yakni Imam Al-Ghazali dan as-Suyuthi.

Sesungguhnya, orang yang mempelajari Alquran akan bisa melihat bahwa Alquran itu mengandung ayat-ayat yang masih samar pada era kemudian, meski para teman mengenali/mengetahui ayat itu secara zahir, gres sekarang tebuka rahasianya, dan terbuka kebenarannya di bawah cahaya ilmu wawasan modern. Contohnya yaitu ayat yang mengisyaratkan wacana proses penciptaan manusia;

لقد خلقنل الإنسان من سلالة من طين # ثم جعلناه فى قرار مكين # ثم خلقنا النطفة علقة فخلقنا العلقة مضغة 601;خلقنا المضغة عظاما فكسونا العظام لحما ثم أنشأنا خلقا أخر فتبارك الله أحسن الخالقين (المؤمنون 12-14)

Dan bahwasanya Kami sudah menciptakan insan dari sebuah sari pati (yang berasal) dari tanah # lalu kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam temapt yang kokoh (rahimj) # lalu air mani itu kami jadikan segumpul darah, kemudian segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, lalu segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, kemudian tulang-belulang itu kami bungkus dengan daging, lalu Kami di Kami jadikan makhluk ( berbentuk) lain. Maka maha sucilah Allah SWT. sebaik-baik pencipta.

Ayat ini, ialah salah satu mu’jizat dari banyak mu’jizat al-qur’an, dalam pengurutan kata-katanya, keserasian kontiunitas ayatnya, yang tidak tidak bisa dilihat kecuali para dokter, yang mempelajari ilmu janin, dan yang berkenaan dengannya. Ayat ini mengajarkan ilmu janin dengan baligh (terang tetapi indah), penetapan aturan yang cermat. Dan kini, bahu-membahu hal itu telah ditetapkan dan dikuatkan dengan bukti dan dalil yang jelas. Ayat ini ialah klarifikasi terbaik ihwal penciptaan manusia, sedangkan ilmu kedokteran yang sudah berupaya, dan menawarkan segala kemampuannya untuk mencari tahu asal usul manusia, tetap saja tidak mampu kecuali mereka selangkah dibelakang Quran.

Itulah tingkatan proses penciptaan insan yang sudah diberitahukan oleh Allah Swt. dalam pesan yang tersirat Alquran Al-karim, bantu-membantu Ia menciptakan manusia dari debu, lalu Ia rubah menjadi air mani di daerah yang kokoh, kemudian menjadi segumpal darah, kemudian menajdi daging, lalu menjadi tulang, lalu dibungkus dengan daging. Ayat ini menjadi lebih terperinci dan kelihatan kebenarannya dibawah cahaya ilmu pengetahuan terbaru, yang mana ayat ini merupakan samar dan tidak diketahui pada era lalu.

F. Syarat-Syarat Tafsir Isyari Ilmy
Seseorang yang ingin mempraktekkan metode tafsir seperti ini harus mengenali syarat-syarat dan kaidahnya, sampai tidak terjerumus dan mengada-ngada dalam menafsirkan Quran Al-karim tanpa ilmu. Garis besar syarat-syarat yang sudah ditetapkan oleh para ulama kita yaitu sebagaimana berikut;[18]
  • Mengikuti syarat-syarat tafsir yang sudah kita sebutkan di atas.
  • Hendaklah tafsir Isyari ilmiy tersebut selaras dengan makna nazhm Quran.
  • Hendaklah tidak keluar batas-batas-batas-batas tafsir ke bidang teori-teori ilmiah.
  • Hendaklah mufassir itu mengenali teori-teori ilmiah, yang dengannya dia menafsirkan kode qur’an perihal alam.
  • Hendaklah beliau tidak menenteng, mempersamakan dan mengalahkan ayat Quran kepada teori-teori ilmiah, kalau ternyata teori itu selaras dengan ayat Alquran maka memiliki arti ayat itu dikuatkan dengan teori tersebut, tapi kalau bertentang maka janganlah dibawa/ dan dikalahkan ayat tersebut ke teori ilmiah.
  • Hendaklah ia mengakibatkan kandungan ayat kauniyah tersebut sebagai dasar klarifikasi dan tafsirannya.
  • Harus berpegangan pada makna etimologi bahasa Arab yang ada pada ayat itu, ketika menjelaskan makna isyarat ilmiah ayat kauniyah tersebut. Karena Quran berbahasa Arab.
  • Tidak menyalahi kandungan syari’at dalam tafsirannya.
  • Hendaklah tafsirannya itu sesuai dengan yang diinginksn oleh ayat, tanpa ada kekurangan klarifikasi wacana makna ayat tersebut, dan tidak lebih dengan hal-hal yang tidak berhubungan dengan ayat dan tidak cocok pada posisinya.
  • Hendaklah mempertahankan kesatuan antar ayat dengan ayat lainnya, keselarasannya, dan keunitannya, hendaklah beliau mengikat satu ayat dengan yang lainnya (ayat sesudahnya dan sebelumnya), supaya ayat itu menjadi kesatuan yang lengkap.

BAB III
PENUTUP
Makalah Tafsir Al-Isyari

Tafsir al-isyari ialah menakwilkan (menafsirkan) ayat Alquran al-Karim tidak mirip zahirnya, tetapi menurut kode yang samar yang mampu dimengerti oleh orang yang bakir dan bertakwa, yang pentakwilan itu selaras dengan makna zahir ayat–ayat Quran dari beberapa sisi syarhis (yang masyru’). Tafsir isyari ini dibagi kepada dua cabang, yaitu; tafsir al-isyari al-khafi, dan tafsir al-isyari al-jali. Tidak disangsikan lagi bahwa dapat dibuktikan bahwa tafsir isyari ini boleh digunakan dalam menafsirkan Quran. Akan namun pastinya tidak terlepas dari kaedah-kaedah dan syarat-syarat dalam penggunaannya. Perbedaan tafsir isyari dengan isyari as-shufi adalah bahwa aksentuasi pada isyari yakni makna yang muncul yang lalu tidak bertentangan dengan makna zahir ayat, sedangkan isyari as-shufi berprinsip bahwa makna utama dan hakiki dalam sebuah ayat ialah makna isyarinya.

Sedangkan tafsir isyari ayat kauniyah yaitu tafsir isyari yang dipakai untuk menafsirkan ayat-ayat kauniyah. Syarat pokok dalam acuan penafsiran ini yaitu bahwa seseorang dilarang menenteng atau mengalahkan Quran dengan teori-teori ilmiah bila ternyata hasil penafsirannya berlainan.

Daftar Pustaka
  • Al-Qa¯¯±n, Mann± Khal³l, Mab±¥I£ f³ ‘Ulm al-Qur’±n. Riyadh: Man¡ur±t al-¦ad³£, 1973.
  • As-Shabuni, Muhammad Ali, Pengantar Studi Alquran, terj. Jakarta: al-Ma’pandai, 1987.
  • Faudah, Mahmud Basuni, Tafsir-Tafsir Alquran. Bandung: Pustaka, 1987.
  • Maruzi, Muslich, Wahyu Alquran Sejarah dan Perkembangan Ilmu Tafsir. Jakarta: Pustaka Amani, 1987.
  • Rahman, Syeikh Khalid Abdur Ushul Tafsir wa Qawa’iduhu. Damaskus, Dar an-Nafais, 1994.
  • Suma, Muhammad Amin, Studi Ilmu-Ilmu Alquran. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001.
  • Taufiq, Faraj dan Fadhil Syakir Na’im, Ulumu al-Qur’an. Baghdad: Dar al-Hurriyah, 1987.

untuk menyaksikan footnote klik di Footnote

Sumber http://makalahmajannaii.blogspot.com


EmoticonEmoticon