Minggu, 06 Desember 2020

Makalah Tafsir Tahlili

Makalah Tafsir Tahlili
Oleh: Tarmizi Hasan

BAB I
PENDAHULUAN

Agaknya tidak berlebihan bila dikemukakan bahwa diantara cabang ilmu yang sungguh penting dari rumpun-rumpun ilmu Quran ialah ilmu Tafsir. Hal ini bukan sebab semata-mata lebih bau tanah dariu cabang-cabang ilmu-ilmu Quran yang lain, akan namun lebih terhadap peranannya yang sangat penting dalam menggali dan mengetahui ayat-ayat Quran. Dalam perjalanan waktu yang sangat panjang, semenjak turunnya Alquran terhadap nabi Muhammad Saw., ilmu Tafsir terus berkembang dan terdapat banyak kitab-kitab tafsir dengan corak yang beragam. Para ulama tafsir belakangan menyeleksi -milih kitab teresbut menurut sistem penafsirannya, baik ijmali, tahlili, maudhu’I dan muqaran.[1]

Yang paling populer dari antara corak atau sistem penafsiran tersebut ialah metode tahlili dan maudhu’i. Penafsiran dengan metode tahlili yang oleh Baqir dinamai selaku tata cara Tajzi’i[2] yaitu sebuah metode tafsir dimana mufassirnya berupaya menerangkan kandungan ayat-ayat Alquran dari berbagai seginya dengan memperhatikan runtutan ayat demi ayat atau surah demi surah sebagaimana tersebut dalam mushaf. Untuk lebih jelasnya, makalah ini akan membicarakan beberapa kajian yang terkait dengan tafsir tahlili tersebut, baik defenisi, keistimewaannya dan sebagainya.

BAB II
PEMBAHASAN
Makalah Tafsir Tahlili

A. Pengertian Tafsir Tahliliy
Kata “tahlili” berasal dari bahasa Arab ialah “hallala-yuhallilu” yang memiliki arti menguraikan atau mengecek jadi Tafsir Tahlili (analitis) atau yang juga disebut dengan tafsir tajzi’i ialah sebuah tata cara yang bermaksud menerangkan dan menguraikan kandungan ayat-ayat Alqur'an dari seluruh sisinya, sesuai dengan urutan ayat di dalam suatu surat. Dalam tafsir ini ayat ditafsirkan secara komprehensif dan menyeluruh baik dengan corak ma’tsur maupun ra’yi. Unsur-unsur yang diperhitungkan yakni asbabun nuzul, munasabah ayat dan juga makna harfiyah setiap kata.[3]

Seorang mufassir tersebut bermaksud menjelaskan ayat-ayat Al Qur'an secara terperinci dan jelas. Metode tafsir ini dilakukan sesuai dengan susunan ayat demi ayat atau surat demi surat sebagaimana termaktub dalam mushaf Usmaniy. Tujuan utama tata cara tafsir ini ialah untuk mengungkapkan maksud-maksud dari ayat tersebut dan tunjukannya. Seorang mufassir akan memaparkan lafaz dari segi bahasa Arab, penggunaannya, kesesuaian ayat dengan ayat serta tempat dan juga alasannya adalah turunnya ayat tersebut bila memang ada. Mufassir akan menguraikan fasahah, bayan, i’jaz dan maksud syariat dibelakang nas dan sebagainya. dalam menafsirkan ayat demi ayat, seorang mufassir sering mengutip ayat Al Qur'an, hadist Rasulullah SAW, serta perkataan sahabat dan para tabiin.[4]

Melihat faktor-faktor yang dibahas dalam tafsir tahlili maka mampu dimengerti bahwa penafsiran dengan tata cara ini sangat luas dan menyeluruh. Jika menginginkan pengertian yang luas akan suatu ayat, maka tidak ada pilihan lain kecuali menafsirkannya dengan tafsir tahlili.

B. Sejarah Perkembangan Tafsir Tahlili
Pertumbuhan tafsir Alquran sudah dimulai semenjak dini, yakni semenjak zaman hidupnya Rasulullah. Beliau yaitu insan yang mempunyai otoritas tertinggi dalam menafsirkan Alquran. Karena salah satu tujuan pengutusan ia ialah untuk menjelaskan Quran bagi insan. Setelah wafatnya Rasulullah, para sahabatpun mulai melaksanakan ijtihad, meski ijtihad dalam pengertian yang lebih terbatas telah lahir pada zaman Rasulullah, khususnya mereka yang mempunyai kesanggupan seperti Ali, Abdullah b. Abbas, Ubay b. Ka’ab, Abdullah bin Mas’ud dan sebagainya.

Disamping itu, beberapa tokoh sobat yang disebutkan di atas juga mempunyai murid-murid dari kalangan tabi’in, utamanya di kota-kota tempat mereka bertempat tinggal. Beberapa tokoh tafsir dari kelompok tabi’in yaitu Sa’id b. Zubair, Mujahid b. Jabr dan sebagainya. Penggunaan metode tafsir tahlili dalam dunia Islam dimulai sejak ditulisnya tafsir Jami’ul Bayan fi Tafsir al-Qur’an karya Ibnu Jarir at-Thabari. Karya at-Thabari ini dianggap sebagai tafsir tertua yang memakai sistem tahlili. Dalam tulisannya, at-Thabari menganalisa ayat-ayat demi ayat dengan menunjuk terhadap Hadist Nabi, ucapan sahabat, aspek kebahasaan dan bebeberapa sumber yang lain untuk menerangkan ayat tersebut. Upaya penafsiran mirip ini lalu banyak disertai oleh mufassir lain seperti Ibnu Katsir dan as-Suyuthi.[5] Meskipun sistem at-tahlili lama dipakai dalam kajian teks keagamaan dan filsafat, tetapi sistem ini baru dibakukan selaku salah satu tata cara ilmu pengetahun pada awal periode ke-20, saat kajian kebahasaan sudah mengalami kemajuan yang cukup maju.[6]

C. Kitab-Kitab Tafsir Yang Menggunakan Metode Tahlili
Beberapa kitab tafsir yang menggunakan metode ini diantaranya adalah

1. Tafsir Jami al Bayan fi Tafsir Al Qur'an al Karim oleh Abu Ja’far Muhammad bin Jarir at Thabariy
2. Tafsir Al Qur'an al Azhim oleh Ibnu Katsir
3. Tafsir Mafatih al Ghaib oleh Fakhru Raziy.
4. Tafsir al Jami’ li Ahkam Al Qur'an oleh Qurthubiy.[7]

D. Langkah-Langkah Dalam Tafsir Tahlili
Seperti yang diterangkan di atas bahwa sistem tafsir tahlili adalah tafsir yang berusaha untuk menerangkan kandungan ayat-ayat Alquran dari aneka macam seginya dengan memperhatikan runtutan ayat ayat-ayat Alquran sebagaimana tercantum dalam mushaf. Dalam tafsir tahlili, seorang mufassir memulai dari ayat ke ayat, surah ke surah. Segala aspek yang dinilai penting oleh mufassir akan ditafsirkan, mulai dari kosa-kata, alasannya turunnya, munasabahnya dan lain sebagainya yang masih berkaitan dengan teks atau kandungan ayat.[8] Ringkasnya sistem penafsiran tahlili dapat diringkas selaku berikut:

1. Urutan-urutan ayat dan surat menurut mushaf.
2. Menafsirkan kosa-kata pada ayat Quran.
3. Menjelaskan munasabah (korelasi) antar ayat.
4. Menjelaskan latar historis turunnya ayat.
5. Menjelaskan dalil-dalil yang terkandung dalam ayat

Setelah semua langkah tersebut sudah ditempuh, mufassir tahlili lalu menjelaskan seluruh aspek dari semua penafsiran dan lalu menunjukkan penejelasan final dari semua penafsiran tersebut.

E. Keistimewaan dan kelemahannya
Dalam menganalisa tafsri tahlili, muncul beberapa pertanyaan yang berkenaan dengan kegunaan tata cara penafasiran ini, diantaranya ialah apa keutamaan dan kekurangan tata cara tafsir ini, dan bagaimana pula contohnya. Dalam bagian ini akan dibahas insya Allah perihal keistimewaan dan juga kekurangan tafsir ini. Suatu metode yang dilahirkan seorang manusia, senantiasa saja memliki kelemahan dan keistimewaan. Demikian halnya juga dengan metode tahlili ini. Namun perlu disadari keistimewaan dan kelemahan yang dimaksud disini bukanlah suatu hal yang negatif, akan tetapi tumpuan dalam ciri-ciri metode ini.

Dalam tafsir tahlili didapatkan beberapa keutamaan diantaranya yaitu tafsir ini lazimnya senantiasa memaparkan beberapa hadist ataupun perkataan sahabat dan para tabiin, yang berkenaan dengan pokok pembahasan pada ayat. Juga didalamnya terdapat beberapa evaluasi mufassir perihal hal-hal lazim yang terjadi sesuai dengan ayat. Dengan demikian, gosip pengetahuan yang diberikan dalam tafsir ini sungguh banyak dan dalam.

Keistimewaan lainnya adalah adanya kesempatanbesar untuk memperkaya arti kata-kata dengan perjuangan penafsiran terhadap kosa-kata ayat. Potensi ini muncul dari luasnya sumber tafsir sistem tahlili tersebut. Penafsiran kata dengan tata cara tahlili akan erat kaitannya dengan kaidah-kaidah bahasa Arab dan tidak tertutup kemungkinan bahwa kosa-kata ayat tersebut sedikit banyakanya mampu dijelaskan dengan kembali terhadap arti kata tersebut mirip pemakaian aslinya. Pembuktian mirip ini akan banyak berhubungan dengan syair-syair antik.

Keistimewaan lainnya yaitu luasnya bahasan penafsiran. Pada dasarnya, selain kedetilan, keluasan bahasan juga menjadi salah satu ciri khusus yang membedakan tafsir tahlili dengan tafsir ijmali. Seperti disebutkan di atas, bahwa salah satu keutamaan tafsir tahlili ketimbang tafsir ijmali ialah kedetilannya dalam menguraikan sebuah ayat. Sebuah ayat yang tidak ditafsirkan oleh metode ijmali kadang abad membutuhkan ruang yang banyak kalau ditafsirkan dengan tata cara tahlili. Disamping keistimewaan, juga ada kelemahan. Namun sekali lagi kekurangan disini bukanlah ialah kelemahan yang mengharuskan kita tidak memakai atau mengabaikan tafsir ini. Akan namun hendaknya dalam menanggapi kelemahan ini, kita haru mampu memilah milih beberapa isu dan pengetahuan yang dipaparkan dalam sistem penafsiran ini.

Salah satu kekurangan yang sering disebutkan yaitu berkenaan dengan Israiliyat yang mungkin acap kali masuk dalam berita yang diberikan mufassir. Juga sama halnya dengan aneka macam hadist lemah yang tidak sepatutnya digunakan pada daerah dan keadaan sesuai. Akan tetapi dengan analisa kritis yang mendalam, kelemahan ini sangat mungkin untuk dihindarkan. Selayaknyalah memang seorang mufassir yang berkompeten untuk memperlihatkan perhatian serius kepada sumber berita yang dia gunakan dalam menafsirkan suatu ayat. Israiliyyat tidaklah begitu sulit untuk dikenali, konsepnya hanyalah apakah isu tersebut memiliki sumber yang terperinci atau tidak, jika sumbernya terperinci dan berpengaruh maka informasi tersebut bisa dipakai dan sebaliknya.

Demikian pula dengan hadist-hadist dha’if ataupun usulan-pedapat para sahabat maupun tabi’i. Hukum dasar hadist da’if adalah dihentikan diamalkan, hal ini tentu saja berlaku dalam pemakaian selaku sumber tafsir. Hadist dha’if tersebut hanya mampu digunakan sebagai penguat jika ada hadist yang lebih berpengaruh menjelaskan senada dengan hadist da’if tersebut.

Kelemahan lain tafsir tahlili adalah hasilnya yang bertele-tele dan sistematis. Tapi apakah demikian adanya? Sepintas memang akan tampakdemikian alasannya adalah tafsir tahlili membutuhkan wadah yang lebih banyak dan luas daripada tafsir ijmali. Pemakaian kata yang banyak tidak bisa dibilang bertele-tele jika memang kajian tersebut membutuhkan wadah bahasa yang panjang untuk menguraikannya. Bertele-telenya suatu penafsiran yaitu dengan banyak kalimat-kalimat yang tidak berfungsi dengan baik dalam menguraikan ayat, mirip perulangan klarifikasi, atau kiasan-kiasan yang tidak perlu.

Kedetilan dan keluasan bahasan tafsir tahlili dalam menguraikan suatu ayat pastinya membutuhkan usaha yang lebih keras dan waktu yang lebih usang bagi seorang mufassir. Bagi beberapa golongan hal ini juga dianggap sebagai kekurangan daripada tafsir ijmali yang mudah dan sederhana.[9] Keistimewaan metode tafsir tahlili mampu dirangkum sebagai berikut:

1. Sumber yang beraneka ragam.
2. Analisa mufassir.
3. Kekayaan arti kosa-kata dalam Alquran.
4. Luas.
5. Detil

Sedangkan beberapa kelemahannya ialah:
  • Peluang untuk masuknya israiliyyat lebih besar.
  • Peluang untuk masuknya isu yang tidak penting lebih besar.
  • Bertele-tele.
  • Membutuhkan wadah, kata, waktu yang relatif lebih besar.

BAB III
PENUTUP
Makalah Tafsir Tahlili

Tafsir Tahlili (analitis) ialah suatu sistem yang berencana menjelaskan dan menguraikan kandungan ayat-ayat Alquran dari seluruh sisinya, sesuai dengan urutan ayat di dalam sebuah surat. Dalam tafsir ini ayat ditafsirkan secara komprehensif dan menyeluruh baik dengan corak ma’tsur maupun ra’yi. Unsur-bagian yang diperhitungkan adalah asbabun nuzul, munasabah ayat dan juga makna harfiyah setiap kata. Penggunaan tata cara tafsir tahlili dalam dunia Islam dimulai sejak ditulisnya tafsir Jami’ul Bayan fi Tafsir al-Qur’an karya Ibnu Jarir at-Thabari. Karya at-Thabari ini dianggap sebagai tafsir tertua yang memakai tata cara tahlili. Layaknya metode tafsir lainnya, metode tafsir tahlili mempunyai keutamaan dan kekurangan.

DAFTAR PUSTAKA
  • Abd al Hayy al Farmawiy, Al Bidayah Fi al Tafsir al Maudhuiy; Dirasah Manhajiyah al Mauwdhu’iy, Metode Tafsir Maudhui, Terj Suryan A. Jamrah (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996),
  • Azra,Azyumardi Sejarah Ulumul Qur’an, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1999.
  • Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu Al Qur'an 2, Pustaka Firdaus, Jakarta, 2001
  • Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam. Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2001.
  • Shihab, Quraish, Membumikan Alquran. Bandung: Mizan, 2002.
  • Subhi Salih, Mabahis Fi Ulumil Qur’an, trjmh Tim Pustaka Firdaus, cet kedelapan, Jakarta, Pustaka Firdaus,
  • Tim Penyusun, Ensiklopedi Islam 2, cet. IV. Jakarta: Icthiar Baru Van Hoeve, 1999.

Sumber http://makalahmajannaii.blogspot.com


EmoticonEmoticon