Anda pernah mendengar perihal TOEFL? Sebagian besar, bahkan semua pembaca, mungkin pernah mendengarnya. Tidak saja mendengar, barangkali mengikutinya pun pernah. TOEFL (Test Of English as a Foreign Language), alat pengukur kemahiran berbahasa Inggris itu, memang telah sangat erat di masyarakat Indonesia, utamanya di kelompok akademisi. Untuk mendapatkan beasiswa studi di mancanegara, pada umumnya TOEFL menjadi syarat utama. Bahkan, untuk melanjutkan studi pascasarjana di universitas di dalam negeri Indonesia sekalipun, seseorang harus mengikuti TOEFL.
Tes tersebut disertai sebab sebagian besar materi bacaan utama pada pendidikan jenjang tertentu (contohnya: pascasarjana) tercetak dalam bahasa Inggris. Buku-buku berbahasa Indonesia hanyalah merupakan bahan bacaan pendukung. Oleh sebab itu, masuk akal kalau mahasiswa pascasarjana harus mengantongi skor TOEFL dalam rentang minimal yang ditentukan meskipun ia bersekolah di dalam negeri. lantas bagaimana dengan UKBI? Pernahkan Anda mendengar atau bahkan mengikuti tes ini?
Dengan kata lain, UKBI menguji keterampilan berbahasa Indonesia seseorang secara alamiah. Seberapa sering orang tersebut melaksanakan praktik berbahasa Indonesia, mirip mendengarkan dan berbicara dalam aneka macam suasana kebahasaan, membaca banyak sekali bacaan berbahasa Indonesia, serta menulis banyak sekali jenis teks dalam bahasa Indonesia, akan memilih kemahirannya dalam berbahasa Indonesia melalui tinggi rendahnya skor UKBI yang dicapainya.
Pengembangan UKBI
Gagasan pengembangan UKBI telah dimulai semenjak 1980-an, ialah saat pelaksanaan Kongres Bahasa Indonesia IV pada 1983 dan Kongres Bahasa Indonesia V tahun 1988. Pada ketika itu tercetus beberapa pertimbangan yang mempertanyakan mengapa orang-orang Indonesia yang akan melanjutkan studi atau akan bekerja ke luar negeri harus lolos TOEFL dengan skor tertentu. Sementara, orang gila yang mencar ilmu atau bekerja di Indonesia tidak perlu melalui serangkaian tes bahasa Indonesia.Oleh alasannya adalah itu, pada 1990-an, Pusat Bahasa (ketika ini bernama Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa) mulai menyusun dan membakukan UKBI selaku fasilitas pengukur kemahiran berbahasa Indonesia. Pembakuan UKBI itu sendiri berawal pada 2003, terutama setelah UKBI mendapatkan SK Mendiknas Nomor 152/U/2003.
Pada 2004, UKBI sudah terdaftar dengan hak cipta Nomor 023993 dan Nomor 023994, 8 Januari 2004 dari Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Di tahun itu juga, UKBI berbasis komputer juga sudah dikembangkan selaku sarana pengujian melengkapi UKBI berbasis kertas dan pensil. Selanjutnya, dua tahun kemudian, UKBI diluncurkan secara resmi oleh Mendiknas dan pada 2007 dikembangkan UKBI berbasis jaringan (UKBI daring/on line).
UKBI juga telah masuk dalam amanat Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009, perihal Pengembangan, Pembinaan, dan Pelindungan Bahasa. Materi tes UKBI terdiri atas lima seksi, yakni empat seksi menguji keahlian berbahasa, serta satu seksi menguji kaidah dan pemahaman tata bahasa Indonesia.
Seksi pertama, ialah Mendengarkan, bermaksud menguji keahlian seseorang dalam mengetahui dengaran. Seksi kedua, yaitu Merespons Kaidah, bermaksud menguji pemahaman kaidah dan tata bahasa Indonesia. Seksi ketiga, ialah Membaca, bertujuan menguji kemampuan seseorang dalam memahami bacaan.
Berbeda dengan seksi pertama sampai ketiga, yang semua soalnya berbentuk opsi ganda, seksi keempat atau Menulis terdiri dari satu soal berupa gambar yang mampu dibarengi dengan data-data tertentu berbentuk grafik atau tabel. Seksi ini bermaksud menguji keahlian menulis akseptor uji dengan cara mengetahui dan menghidangkan pendapatnya terkait gambar tersebut dalam tentang tulis.
Terakhir, seksi kelima, yaitu Berbicara, juga hanya terdiri atas satu soal yang berbentukgambar yang dapat disertai dengan data berupa grafik atau tabel. Seksi ini bertujuan menguji kemampuan mengatakan dengan cara meminta penerima uji memahami soal dan menyuguhkan pendapatnya ihwal soal tersebut dalam bentuk wacana verbal.
Peserta tes yang telah menuntaskan UKBI akan mendapatkan akta. Di dalam akta ini tertera hasil UKBI yang sudah dicapainya, baik tiap seksi maupun secara keseluruhan. Adapun hasil UKBI secara keseluruhan terbagi menjadi tujuh peringkat (predikat), ialah peringkat I (Istimewa), peringkat II (Sangat Unggul), peringkat III (Unggul), peringkat IV (Madya), peringkat V (Semenjana), peringkat VI (Marginal), dan peringkat VII (Terbatas). Setiap peringkat tersebut berada pada rentang skor tertentu, yaitu dari 0-900, dan setiap rentang skor mengandung interpretasi kesanggupan si peserta uji.
UKBI dapat disertai oleh seluruh penutur bahasa Indonesia, baik orang Indonesia maupun orang gila. Hingga saat ini, UKBI telah disertai oleh berbagai profesi, baik kependidikan maupun non-kependidikan.
Sejak 2001 hingga tahun 2012 tercatat peserta tes UKBI di seluruh Indonesia sudah mencapai 22.255 orang dari berbagai profesi, seperti guru, dosen, mahasiswa dan siswa, wartawan, editor, staf kedutaan negara-negara asing, dan karyawan bank gila. Namun, jumlah itu bahwasanya masih sangat kecil. Jika dibandingkan dengan jumlah guru bahasa Indonesia di seluruh Indonesia saja, misalnya, jumlah itu bahkan belum sampai setengahnya.
Kepentingan khusus
Keikutsertaan penduduk dalam mempergunakan UKBI yang memang masih rendah itu tentu berkaitan dengan banyak hal. Di samping mungkin merasa tidak perlu, mengingat bahasa Indonesia telah menjadi bahasa resmi yang dituturkan sehari-hari, penduduk juga mungkin merasa tidak diwajibkan.Namun, bahasa Indonesia bagi orang Indonesia pada umumnya bukanlah bahasa pertama. Bahasa pertama (bahasa ibu) kita sebagai orang Indonesia kebanyakan yaitu bahasa daerah, sedangkan bahasa Indonesia ialah bahasa kedua. Oleh sebab itu, sebetulnya UKBI sungguh perlu untuk dibarengi oleh orang Indonesia sekalipun.
Lebih dari itu, bahwasanya, sangat jelas bahwa tes kemahiran berbahasa semacam UKBI ini mampu dimanfaatkan untuk kepentingan-kepentingan khusus. Misalnya, dalam seleksi penerimaan mahasiswa baru, seleksi penerimaan pegawai profesi tertentu, bahkan seleksi penerimaan pegawai negeri sipil (PNS). Mahasiswa tentu tidak lepas dari tugas-tugas berbentukmakalah, juga menyusun skripsi, tesis, atau disertasi pada selesai era studinya nanti. Semua itu akan mereka tulis dalam bahasa Indonesia.
Sementara itu, pegawai profesi tertentu, mirip wartawan, editor, penerjemah, dan karyawan ajaib dalam kesehariannya pasti dituntut untuk menyelesaikan tugas-tugasnya dalam bahasa Indonesia. Khusus untuk wartawan, editor, dan penerjemah, keterampilan mereka menulis dalam bahasa Indonesia mutlak sangat penting. Bagi karyawan ajaib yang bekerja di Indonesia, bahkan tak cuma menulis, berbicara pun mereka perlu memakai bahasa Indonesia.
Lalu, bagaimana dengan PNS? Pegawai yang satu ini ialah pegawai pemerintah. Cinta bahasa Indonesia telah pasti mesti mereka tanamkan dan wujudkan dalam keseharian, terutama dalam lembaga-lembaga resmi yang mereka ikuti.
Oleh sebab itu, tak ada salahnya jika UKBI juga mereka ikuti pada saat seleksi penerimaan pegawai. Apalagi, pegawai pemerintah yang ialah seorang guru atau dosen, yang sehari-hari pasti memberikan materi, baik ekspresi maupun tulis, dalam bahasa Indonesia, terhadap para siswa atau mahasiswanya. Nah, telah terang bukan manfaat dan pentingnya UKBI? Makara, tunggu apalagi? Ayo, ikut UKBI!
Sumber:
Sri Kusuma Winahyu, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tahu Tes UKBI? Ikuti dan Dapatkan Manfaatnya!"
Sumber https://www.aansupriyanto.com/
EmoticonEmoticon