Kamis, 03 Desember 2020

Makalah Postmodernisme Dalam Islam

Makalah Postmodernisme Dalam Islam
Oleh : Fauziah Hafni Matondang 

BAB I
PENDAHULUAN

Postmodernisme merupakan gerakan kekinian yang berpengaruh dan modis [1] yang mengandung banyak ketidakjelasan. Meskipun perumpamaan postmodernisme ini diselimuti ketidakjelasan, senantiasa saja orang – orang condong untuk membicarakannya. Pada kesempatan ini penulis akan menjajal memaparkan sedikit banyak ihwal ungkapan postmodernisme ini dengan segala ketidakjelasannya yang dengan ini penulis akan mengangkat sosok Akbar S.Ahmed sebagai tokoh yang membicarakan masalah postmodernisme dengan karya tulisnya yang berjudul islam dan postmodernisme.

BAB II
PEMBAHASAN
Makalah Postmodernisme Dalam Islam

A. Sekilas wacana Akbar S.Ahmed
Profesor Akbar S.Ahmed ialah ketua studi keislaman di Universitas Ibn Khaldun dan profesor di bidang relasi – korelasi internasional di Universitas Amerika di Washington D.C. Beliau dilahirkan di Allahabad, sebuah kota kecil di tepi sungai gangga yang lalu menjadi Dr. Ahmed jago antropologi yang populer, penulis dan pembuat film. Beliau terlibat aktif dalam dialog inter agama dan berusaha memberikan pengertian antara islam dan barat tergolong tiga penampilannya dalam acara Oprah dan suatu program informasi BBC yang berserial dikenal dengan “Living Islam” disiarkan pertama kali pada tahun 1993. Dr. Ahmed pada awalnya berhasrat kepada kepemimpinan muslim dan benturan – benturan yang terjadi antar umat islam pada tahun 1980-an ketika dia menjadi perwakilan Pakistan di Baluchistan. Studi tentang islam global dan benturan – benturan pemikiran pada penduduk kontemporer menjadi fokus utama kegiatannya sesudah itu.

Tahun 1999-2000 ia menjadi duta besar Pakistan untuk inggris, beliau juga memegang beberapa jabatan penting di Pakistan. Bukunya yang mendapat penghargaan tergolong : Discovering Islam, Making Sense Of Muslim History and Society, Postmodernisme and Islam, Predicament and Promise, Islam Today, A Short Introduction To The Muslim World And Jinnah Quartet. [2]

B. Pengertian postmodernisme
Kita telah mengetahui di pendahuluanbahwa istilah Postmodernisme merupakan istilah yang paling banyak ketidakjelasannya, walaupun begitu kita akan menjajal memberi batasan – batas-batas yang dapat menawarkan pengertian kepada kita. Ketidakjelasan maksud perumpamaan postmodernisme ini terlihat contohnya dalam aliran Ernest Gellner dikala beliau menyampaikan bahwa hampir tidak mungkin untuk dapat memberikan defenisi dan paparan yang terperinci ihwal postmodernisme.[3] Terhadap hal ini Ernest setidaknya memperlihatkan batas-batas defenisi postmodernisme sebagai berikut:
  • postmodernisme menciptakan korelasi antar bidang antropologi, sastra dan filsafat kian bersahabat satu sama lain dibanding sebelumnya.
  • Gerakan ini merupakan jenis relativisme yang hidup pada abad kita.
  • Postmodernisme merupakan sejenis histeria subjektivitas dan ialah penolakan kepada fakta objektif. Semua struktur sosial dan visi ini independen dan menggantinya dengan kepentingan makna, baik menyangkut objek yang diamati maupun pengamat itu sendiri. [4] Briyan S. Turner menyampaikan posmodernitas mengacu kepada perluasan proses komodifikasi kepada kehidupan sehari – hari dan dampak kebudayaan konsumer massa pada sistem budaya, yang menyamarkan perbedaan, misalnya antara kebudayaan tinggi dan kebudayaan rendah. Postmodernisme artinya penggunaan simulasi dalam buatan kebudayaan, dan dalam ungkapan gaya dia menyangkut ejekan diri dan ironi.
Metodologi postmodernisme peka kepada praktek setempat dan dogma rakyat, dan terutama peka terhadap makna dan tujuan yang ironis. [5] Sementara Alwi Shihab menyatakan bahwa postmodernisme yakni sebuah gerakan kultural intelektual baru akhir rasa khawatir kepada komitmen – akad gerakan terbaru yang dianggap gombal. Gerakan posmodern secara tidak eksklusif membangkitkan kembali pamor agama, tetapi gerakan ini mencakup spektrum luas dari banyak sekali kelompok yang ragam pedoman, meskipun bersatu pada rasa kecemasan kepada kehidupan era sekarang. Sisi gelap dari gerakan ini menggambarkan rasa frustasi, yang mengatakan perihal kehancuran yang tak terelakkan dan kebenaran serta kepastian yang tidak mungkin diraih. Sisi cerah dari gerakan ini tetap melihat celah – celah optimisme dalam kehidupan periode depan. [6]

Budhy Munawar Rachman menyatakan bahwa postmodernisme didominasi pengertian – pengertian dan rancangan-konsep tentang pluralisme, fragmentaris, heteroganitas, indeterminasi, skeptisisme, dekonstruksi perbedaan-perbedaan, ambiguitas dan ketidakpastian dalam usaha – perjuangan sintesis banyak sekali pemikiran kekinian. [7]

Setelah menyaksikan beberapa defenisi / batas-batas postmodernisme berikutnya kita akan melihat bagaimana seorang Ahmed mendefenisikan postmodernisme tersebut. Akbar S. Ahmed mencoba mendefenisikan postmodernisme dengan terlebih dahulu mengerti modernisme yang hendak memungkinkan mengukur postmodernisme. Modernisme [8] diartikan sebagai fase terkini sejarah dunia ditandai dengan yakin pada sains, penyusunan rencana, sekularisme dan perkembangan. Keinginan untuk simetri dan tertib, keinginan akan keseimbangan dan otoritas, telah juga menjadi karakternya. Periode ini ditandai oleh keyakinannya terhadap periode depan, suatu dogma bahwa utopia mampu diraih.Gerakan menuju industrialisasi dan iman yang fisik, membentuk ideologi yang menekankan materialisme selaku acuan hidup. [9] Formulasi kontemporer postmodernisme menurut Ahmed ialah fase khusus menggantikan modernisme, berakar pada dan diterangkan sejarah terakhir barat yang berada pada inti dominasi peradaban global era ini.

Terhadap hal ini Ahmed mencoba mengidentifikasikan beberapa ciri utama postmodernisme dengan menekankan susila sosiologisnya. Ciri – ciri utamanya yakni sebagai berikut:
  • Berusaha mengetahui periode postmodernisme bermakna mengasumsikan pertanyaan wacana, hilangnya akidah pada modernitas, semangat pluralisme, skeptisisme kepada ortodoksi tradisional, dan alhasil penolakan terhadap pandangan bahwa dunia yaitu suatu totalitas universal, pendekatan kepada harapan akan penyelesaian akhir dan tanggapan sempurna.
  • Postmodernisme bersamaan dengan periode media, dalam banyak cara yang bersifat fundamental, media ialah dinamika sentral, ciri pendefenisi dari postmodernisme.
  • Kaitan postmodernisme dengan revivalisme etno religius atau fundalisme perlu ditelaah oleh ilmuan sosial dan politik.
  • Walaupun apokaliptiknya klaim itu, kontinuitas dengan periode lalu tetap ialah ciri kuat postmodernisme.
  • Karena sebagian penduduk menempati wilayah perkotaan, dan sebagian lebih besar lagi masih dipengaruhi oleh ide – pandangan baru yang meningkat dari kawasan ini. Maka metropolis menjadi sentral bagi postmodernisme.
  • Terdapat komponen kelas dalam postmodernisme dan demokrasi yakni syarat mutlak bagi perkembangannya.
  • Postmodernisme menunjukkan peluang bahkan mendorong penjajaran tentang, eklektisme berlebih – lebihan, percampuran aneka macam citra.
  • Ide tentang bahasa sederhana acap kali terlupakan oleh posmodenis, walaupun mereka mengklaim dapat menjangkaunya.
Berdasarkan ciri-ciri utama postmodernisme, maka mampu dilihat bahwa kecenderungan yang ditekankan dalam literatur postmodernisme yaitu rasa anarkinya, ketidakmenentuan dan keputusasaannya. Namun perlu bagi kita untuk menginterpretasikan postmodernisme dari segi positifnya yang berbentukkeberagamaan, keleluasaan meneliti dan kemungkinan untuk mengetahui dan mengerti satu sama lain. Postmodernisme tidak perlu dipandang sebagai keangkuhan intelektual, diskusi akademik yang jauh dari kehidupan nyata, namun selaku fase historis insan yang memperlihatkan kemungkinan yang belum ada sebelumnya terhadap banyak orang, sebuah fase yang menunjukkan kemungkinan lebih mendekatkan bermacam-macam orang dan kultur dibandingkan dengan sebelumnya. [10]

C. Tantangan postmodernisme bagi Islam
Akbar S.Ahmed dalam bukunya postmodernisme dan islam dalam sub judul iblis jahat: media sebagai majikan mengatakan bahwa media sebagai pokok postmodernisme. [11] Dalam sejarah, tak ada yang telah mengancam kaum muslim seperti media barat, tidak mesiu senjata era pertengahan, yang dipakai dengan terampil oleh kaum muslim di medan perang sehingga di india bangkit Dinasti Mughal, tidak juga kereta api dan telepon, yang telah membantu menjajah mereka, bahkan tidak juga pesawat udara yang mereka kuasai untuk penerbangan nasional. Media barat selalu ada dimana – mana, tak pernah berhenti dan tak pernah memberikan peluang. Media menyelidiki dan menyerang tanpa henti, tanpa menunjukkan kasih sayang terhadap yang lemah.

Selanjutnya perlu bagi kita untuk memahami sifat dari media ini yang dalam bukunya Ahmed selalu menyebutnya dengan kata – kata iblis. media tidak setia dan tidak ingat sobat, mungkin salah satu huruf paling penting media adalah tidak setia. Karena itu, media membuat adanya perasaan mendua. Kita tahu massa media mempunyai arti kekuatan, penegasan superioritas kultural, dan ekspansi filsafat politik. Media yaitu senjata sangat pentingdigudang persenjataan setiap negara. Kita juga tahu bahwa belum ada sebelumnya dalam sejarah, sebuah adikuasa begitu heran menyaksikan senjatanya sendiri dimanipulasi oleh lawan. [12]

Media mengamati warna kulit dan pada lahirnya bersifat rasis. Pahlawan media haruslah berkulit putih, atau jika coklat, harus disamak biar putih. Mata biru dan rambut pirang digemari. Yang menjadi penjahat selalulah orang asia. Si hitam masih ialah streotip. media ialah pengabadian diri dan sangat bersifat sumbang. Bagi seorang bintang sebuah film yang sukses akan diperbincangkan di Televisi, akan disusul wawancara diberbagai harian dan majalah dan penampilan diberbagai iklan, soundtrack lagu akan memperluas pemasaran produk. Kemudian disusul skandal sang bintang di berbagai tabloid, akan semakin banyaklah publisitas. Media tak henti – hentinya mengasuh para favoritnya.

massa media sudah menaklukkan ajal. Kematian seorang bintang tidak berdampak pada karir di media. Kematian dipandang sebagai langkah-langkah profesional yang bijaksana. Ketika Elvis meninggal dunia, beliau dibilang sudah menciptakan karir terbaiknya. intinya media bersifat demokratis dan mewakili masyarakat umum. Media telah membuat fakta lebih asing dibandingkan dengan fiksi, sehingga fiksi lebih yummy dilihat dan di dengar. Berita televisi dihidangkan dengan cara yang hampir menandingi drama dan fiksi terbaik, sering kali berlangsung satu jam, dengan musik dramatik, pembaca isu populer dengan status bintang, dengan film dan laporan langsung dari pojok dunia yang paling jauh, berita menjadi menawan. Amedis mampu mengganti situasi sehari – hari yang biasa menjadi pertunjukan. media dengan bersifat netral kepada posisi – posisi adab dan pesan – pesan spiritual. Media bisa menayangkan gambar semaraknya perayaan natal di Amerika satu detik dan pada detik berikutnya orang – orang eropa yang kelaparan. Beberapa detik tersebut sangat tidak menggambarkan kompleksitas masyarakat amerika dan afrika. Ini menyebabkan pertanyaan : bagaimana kita menghubungkan gambar – gambar ini satu sama lain. Dan bagaimana posisi kita dalam menghubungkannya dengan semua itu media berpengaruh alasannya adalah teknologi tinggi, tetapi lemah karena antropologi kultural. Perang teluk yaitu kasus. Sementara teknologi tinggi memaparkan insiden dari menit ke menit di teluk dari segi militer sejumlah serangan udara secara tiba-tiba, sikap para serdadu, gerakan tank dan kapal komentarnya menunjukkan jurang yang besar dalam menginterpretasikan makna sosial dan kultural peristiwa – insiden tersebut. dalam dunia kita dunia memainkan peran kunci dalam persoalan internasional dan akan meningkatkan peran ini. Para mahir media menentukan dan mengantarpesan – pesan yang mereka ingin kita mendapatkannya. [13]

Dengan melihat beberapa ciri media diatas, maka dapat di memahami mengapa kaum muslim menatap postmodernisme selaku nihilisme dan anarki.

D.Strategi muslim
Respon orang muslim terhadap postmodernisme sama dengan yang terjadi pada satu kurun yang lalu : mundur, yang dibarengi pengungkapan menggebu – gebu keimanan dan kemarahan. Dari sanusi di afrika utara, sampai mahdi di sudan, orang muslim tampil menantang imperialisme eropa dan karena diserang, lalu kembali ke padang pasir dan pegunungan. Di pegunungan dan padang pasir mereka mampu meloloskan diri dari kolonialisme eropa, disana terdapat kekuatan tradisi, integritas etika, dan harapan pembaharuan. Bagi orang eropa, orang muslim, di padang pasir dan pegunungannya, menemukan daerah yang kondusif,bebas dari kekuasaan dan pemerintah eropa, orang muslim kembali ke era lalu, seakan – akan masa sekarang tak pernah ada.

Tetapi sekarang ada satu perbedaan yang penting. Jika satu masa yang kemudian orang muslim dapat mundur untuk menjaga integritas kehidupan mereka, kini daerah mereka sudah dipenetrasi, perkembangan teknologi tidak memungkinkan lagi untuk meloloskan diri, satelit di angkasa mampu pemantau setiap unta yang melintasi padang pasir arab. Yang juga mampu dipenetrasi yakni kehidupan kota kelas menengah muslim yang kondusif, nyaman dan abadi. [14]

Orang muslim kini perlu menghadapi fakta bahwa tidak ada jalan untuk menghindar, tidak ada jalan untuk mundur, tidak ada kawasan untuk bersembunyi, dari sang iblis. Zaman posmodernis pada tahun 1990-an menghantam pintu ijtihad muslim, orang muslim mengabaikan agama yang sedang terancam bahaya, sebelum membuka paksa pintu itu, orang muslim harus tahu kekuatan dan sifat zaman dan untuk itu harus memahami siapa yang mempresentasikannya. Yang lebih penting, orang muslim mesti memahami mengapa figur – figur madonna mampu mempresentasekan zaman ini. Serangan tiba pada ketika kaum – kaum muslim berada pada kondisi terlemah, para penguasa yang korup, para direktur yang tidak becus, dan para pemikir yang lemah, menandai masyarakat mereka. Sekalipun ada bentuk simbolik dan retorik, namun semangat islam kadang kala tidak ada dalam perjuangan mereka, sementara lebih dari sebelumnya, ijtihad sangat diharapkan yang melibatkan perempuan, pendidikan dan politik.

Akhirnya, membisu dan menghindar bukanlah peran yang gampang dalam zaman ini. Yang diberikan zaman posmodernis pada kita melalui defenisinya yakni potensi, kemungkinan, visi wacana keselarasan lewat pengertian. Dalam teori, dalam postur, bahkan melalui nalar asal-muasalnya, postmodernisme mmenganjurkan toleransi. Pada awal periode ke-21, konfrontasi antara islam dan barat menyebabkan duduk perkara internal bagi keduanya. Ujian bagi muslim ialah bagaimana melestarikan esensi pesan – pesan al-quran, tentang adl dan ahsan, ilm dan shabr,tanpa mereduksinya menjadi sekedar nyanyian antik dan kosong dalam zaman kita, bagaimana ikut serta dalam peradaban global tanpa menghapus identitas mereka. Itu yakni ujian yang paling berat. Kaum muslim berada di persimpangan jalan, jika mengambil satu jalan, mereka mampu memanfaatkan vitalitas dan komitmen mereka untuk dapat memenuhi tujuan meereka dipentas dunia, jika mengambil lainnya, mereka mampu menghamburkan energi mereka lewat perselisihan kecil : harmoni dan keinginan versus perpecahan dan kesemrawutan. [15]

Selanjutnya keinginan yang di kehendaki dari barat ialah semoga barat memakai kekuatan besarnya yang mencakup media untuk membantu menuntaskan banyak sekali dilema yang sudah berlarut-larut dalam masyarakat muslim. Berbagai problem yang terkait antara muslim dan non muslim, termasuk diantaranya persoalan wanita, belum dewasa dan lain – lain perlu diamati. Tidak akan ada tatanan dunia yang adil dan bernafsu, apalagi tata dunia gres jika kesalahan – kesalahan yang pernah terjadi tidak diperbaiki.

BAB III
PENUTUP
Makalah Postmodernisme Dalam Islam

Postmodernisme menurut Akbar S.Ahmed merupakan sebuah fase kelanjutan dari modernisme. Dalam bukunya ia menyatakan bahwa media selaku ciri pokok dari postmodernisme, yang banyak mengandung ancaman kepada orang muslim. Di balik itu dalam kesimpulannya dia menatap bahwa postmodernisme juga mengandung harapan yang cuma mungkin bila ada toleransi yang universal. saya eksklusif setelah membaca makalah ini berpendapat bahwa postmodernisme merupakan hal yang mesti di teliti ulang, bagi saya islam merupakan agama yang tepat dan kemodernan islam tidak terkalahkan dalam segala bidang. Akhir kata dari aku postmodernisme no..islam yes

DAFTAR PUSTAKA
  • Akbar S. Ahmed, postmodernisme bahaya dan keinginan bagi islam, Mizan, cet. IV, Bandung,1996.
  • Alwi Shihab, Islam Inklusif, Mizan,1999.
  • Bryan S Turner, Orientalisme postmodernisme dan globalisme,Riora Cipta, 2002.
  • Budhy Munawar Rachman, Islam Pluralis ihwal kesetaraan kaum beriman,Paramadina, Jakarta, 2001.
  • Ernest Gelner, Menolak postmodernisme antara fundamentalisme rasionalis dan fundamentalisme religius, Mizan, 1994.
  • John L Esposito, Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern,Mizan, Jilid 4, 2001.
  • Syahrin Harahap, Islam Dinamis, Tiara Wacana, Yogya, 1997
mau tahu footnotenya klik di sini.

Sumber http://makalahmajannaii.blogspot.com


EmoticonEmoticon