Jumat, 04 Desember 2020

Makalah Peranan Pendidikan Dalam Pengembangan Penduduk

Makalah Peranan Pendidikan Dalam Pengembangan
Masyarakat dalam Konsep CSR

BAB I
PENDAHULUAN
Makalah Peranan Pendidikan Dalam Pengembangan Masyarakat

Angin segar yang tengah berhembus bagi peningkatan kualitas kehidupan penduduk Indonesia, ditandai dengan keseriusan pemerintah memutuskan 20 persen dari APBN untuk dana pendidikan pada tahun 2009. Meskipun demikian, untuk mengejar ketertinggalan dunia pendidikan, perlu dilaksanakan program terobosan, mendukung peningkatan tugas pendidikan dalam pengembangan masyarakat dengan melibatkan secara pribadi pihak swasta sebagai bentuk kepedulian dan tanggung jawab sosial.

Salahsatu acara kasatmata gerakan kepedulian pihak swasta (perusahaan) kepada masyarakat adalah Corporate Social Responsibility (CSR). Kepedulian sejumlah perusahaan untuk meningkatkan dunia pendidikan melalui acara CSR sungguh memiliki arti bagi dunia pendidikan. CSR kian menguat terutama sehabis dinyatakan dengan tegas dalam UU PT No.40 Tahun 2007 yang belum lama ini disahkan dewan perwakilan rakyat. Disebutkan bahwa PT yang melaksanakan usaha di bidang dan/atau bersangkutan dengan sumber daya alam wajib melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan (Pasal 74 ayat 1). Elkington (1998) menyatakan bahwa perusahaan yang baik tidak cuma memburu laba ekonomi (profit) melainkan pula mempunyai kepedulian kepada kelestarian lingkungan (planet) dan kesejahteraan masyarakat (people). Oleh sebab itu, implementasi CSR dalam membantu memecahkan dilema pendidikan perlu dilakukan untuk mendukung peran pendidikan dalam pengembangan masyarakat.

BAB II
PEMBAHASAN
Makalah Peranan Pendidikan Dalam Pengembangan Masyarakat

A. Peranan Pendidikan Dalam Pengembangan Masyarakat
Pembangunan ialah proses yang berkelanjutan yang mencakup seluruh faktor kehidupan penduduk , tergolong aspek sosial, ekonomi, politik dan kultural, dengan tujuan utama memajukan kesejahteraan warga bangsa secara keseluruhan. Dalam proses pembangunan, peranan pendidikan amatlah strategis. John C. Bock dalam Philip et al. (1982) mengidentifikasi peran pendidikan yakni untuk: a) Memasyarakatkan ideologi dan nilai-nilai sosio-kultural bangsa; b) Mempersiapkan tenaga kerja untuk memerangi kemiskinan, kebodohan, dan mendorong pergantian sosial dan c) Meratakan peluang dan pendapatan. Peran yang pertama merupakan fungsi politik pendidikan dan dua peran yang yang lain ialah fungsi ekonomi.

Berkaitan dengan peranan pendidikan dalam pembangunan nasional muncul dua paradigma yang menjadi kiblat bagi pengambil kebijakan dalam pengembangan kebijakan pendidikan: paradigma fungsional dan paradigma sosialis. Paradigma fungsional melihat bahwa keterbelakangan dan kemiskinan dikarenakan penduduk tidak memiliki wawasan, kesanggupan dan perilaku terbaru dalam jumlah yang cukup. Menurut pengalaman penduduk di Barat, lembaga pendidikan formal tata cara persekolahan ialah forum utama menyebarkan pengetahuan, melatih kemampuan dan keterampilan, dan menanamkan sikap modern para individu yang diharapkan dalam proses pembangunan. Bukti-bukti memberikan adanya kaitan yang dekat antara pendidikan formal seseorang dan partisipasinya dalam pembangunan. Perkembangan lebih lanjut timbul, tesis human investmen, yang menyatakan bahwa investasi dalam diri manusia lebih menguntungkan, memiliki economic rate of return yang lebih tinggi ketimbang investasi dalam bidang fisik (Zamroni 2009).

Paradigma sosialis melihat peranan pendidikan dalam pembangunan ialah: a) Mengembangkan kompetensi individu; b) Kompetensi yang lebih tinggi diperlukan untuk mengembangkan produktivitas; dan c) Secara lazim, mengembangkan kemampuan warga penduduk sehingga memajukan kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Oleh sebab itu, berdasarkan paradigma sosialis ini, pendidikan harus diperluas secara besar-besaran dan menyeluruh, kalau sebuah bangsa menginginkan kemajuan.

Paradigma fungsional dan paradigma sosialis sudah melahirkan efek besar dalam dunia pendidikan paling tidak dalam dua hal. Pertama, telah melahirkan paradigma pendidikan yang bersifat analis-mekanistis dengan mendasarkan pada dogma reduksionisme dan mekanistik. Reduksionisme menyaksikan pendidikan selaku barang yang dapat dipecah-pecah dan dipisah-pisah satu dengan yang lain. Mekanistik melihat bahwa belahan-belahan atau bagian-bagian tersebut memiliki keterkaitan linier fungsional, satu bagian menentukan bab yang lain secara eksklusif. Akibatnya, pendidikan sudah direduksi sedemikian rupa ke dalam bagian-belahan kecil yang satu dengan lainnya menjadi terpisah tiada korelasi, mirip, kurikulum, kredit SKS, pokok bahasan, program pengayaan, seragam, pekerjaan rumah dan latihan-latihan. Suatu sistem evaluasi telah dikembangkan untuk menyesuaikan dengan penggalan-bagian tersebut: nilai, indeks prestasi, ranking, rata-rata nilai, kepatuhan dan ijazah.

Kedua, para pengambil kebijakan pemerintah menjadikan pendidikan selaku engine of growth, pencetus dan loko pembangunan. Sebagai pelopor pembangunan, pendidikan mesti mampu menghasilkan invention dan innovation, yang ialah inti kekuatan pembangunan. Pendidikan mesti diorganisir secara terpusat dalam sebuah lembaga pendidikan formal, bersifat terpisah dan berada di atas dunia lainnya, terutama dunia ekonomi sehingga gampang diarahkan untuk kepentingan pembangunan nasional. Lewat jalur tunggal ini lembaga pendidikan diharapkan mampu menciptakan berbagai tenaga kerja yang diharapkan oleh dunia kerja. Agar efisien dan efektif, proses pendidikan mesti disusun dalam struktur yang rigid, manajemen bersifat sentralistis, kurikulum penuh dengan wawasan dan teori (text bookish).

Namun demikian, pengalaman selama ini memberikan bahwa pendidikan nasional sistem persekolahan tidak dapat berperan selaku pencetus dan loko pembangunan, bahkan Gass dalam Zamroni (2009) melalui tulisannya berjudul Education versus Qualifications menyatakan pendidikan sudah menjadi penghambat pembangunan ekonomi dan teknologi, dengan munculnya banyak sekali kesenjangan: kultural, sosial dan terutama kesenjangan vokasional dalam bentuk melimpahnya pengangguran terdidik.

Berbagai problem pendidikan yang muncul tersebut di atas bersumber pada kelemahan pendidikan nasional sistem persekolahan yang sungguh fundamental, sehingga tidak mungkin disempurnakan hanya lewat pembaharuan yang bersifat tambal sulam (Erratic). Pembaharuan pendidikan nasional metode persekolahan yang fundamental dan menyeluruh harus dimulai dari mencari penjelasan gres atas paradigma tugas pendidikan dalam pembangunan. Pembaharuan pendidikan nasional persekolahan mesti didasarkan atas paradigma peranan pendidikan dalam pembangunan nasional yang sempurna, sesuai dengan realitas penduduk dan kultur bangsa sendiri. Oleh sebab itu, akil balig cukup akal ini sudah timbul paradigma baru peranan pendidikan dalam pengembangan masyarakat, yakni: Pendidikan Sistemik-Organik.

B. Paradigma Peranan Pendidikan Dalam Pengembangan Masyarakat
Paradigma peranan pendidikan dalam pembangunan tidak bersifat linier dan unidimensional, tetapi peranan pendidikan dalam pembangunan sangat kompleks dan bersifat interaksional dengan kekuatan-kekuatan pembangunan yang lain. Dalam konstelasi semacam ini, pendidikan tidak dapat lagi disebut sebagai engine of growth, karena kesanggupan dan keberhasilan forum pendidikan formal sangat terkait dan banyak ditentukan oleh kekuatan-kekuatan lainnya, khususnya kekuatan ekonomi lazimnya dan dunia kerja pada utamanya. Hal ini membawa konsekuensi bahwa forum pendidikan sendiri tidak mampu meramalkan jumlah dan kualifikasi tenaga kerja yang diperlukan oleh dunia kerja, karena kebutuhan tenaga kerja baik jumlah dan kualifikasi yang diperlukan berubah dengan segera sejalan kecepatan pergantian ekonomi dan masyarakat.

Paradigma tugas pendidikan dalam pembangunan yang bersifat kompleks dan interaktif, melahirkan paradigma pendidikan Sistemik-Organik dengan mendasarkan pada iktikad ekspansionisme dan teleologi. Ekspansionisme merupakan akidah yang menekankan bahwa segala obyek, insiden dan pengalaman ialah bab-bab yang tidak terpisahkan dari sebuah keseluruhan yang utuh. Suatu bab cuma akan mempunyai makna kalau dilihat dan dikaitkan dengan keutuhan totalitas, alasannya keutuhan bukan sekedar kumpulan dari bab-bagian. Keutuhan satu dengan yang lain berinteraksi dalam tata cara terbuka, alasannya adalah tanggapan suatu masalah muncul dalam suatu peluang berikutnya.

Paradigma pendidikan Sistemik-Organik menekankan bahwa proses pendidikan formal sistem persekolahan harus memiliki ciri-ciri selaku berikut: 1) Pendidikan lebih menekankan pada proses pembelajaran (learning) dari pada mengajar (teaching), 2) Pendidikan diorganisir dalam sebuah struktur yang fleksibel; 3) Pendidikan memperlakukan akseptor didik selaku individu yang memiliki karakteristik khusus dan mandiri dan 4) Pendidikan merupakan proses yang berkelanjutan dan selalu berinteraksi dengan lingkungan.

Paradigma pendidikan Sistemik-Organik menuntut pendidikan bersifat double tracks. Artinya, pendidikan sebagai sebuah proses tidak bisa dilepaskan dari perkembangan dan dinamika masyarakatnya. Dunia pendidikan senantiasa mengkaitkan proses pendidikan dengan masyarakatnya pada umumnya, dan dunia kerja pada utamanya. Keterkaitan ini memiliki arti bahwa prestasi akseptor latih tidak cuma diputuskan oleh apa yang mereka kerjakan di lingkungan sekolah, melainkan prestasi perserta latih juga diputuskan oleh apa yang mereka kerjakan di dunia kerja dan di masyarakat kebanyakan. Dengan kata lain, pendidikan yang bersifat double tracks menekankan bahwa untuk berbagi pengetahuan biasa dan spesifik mesti lewat kombinasi yang strukturnya terpadu antara daerah kerja, pembinaan dan pendidikan formal sistem persekolahan. Dengan double tracks ini tata cara pendidikan akan bisa menciptakan lulusan yang memiliki kemampuan dan fleksibilitas yang tinggi untuk menyesuaikan dengan tuntutan pembangunan yang senantiasa berganti dengan cepat.

BAB III
PENUTUP
Makalah Peranan Pendidikan Dalam Pengembangan Masyarakat

Meskipun kedudukan pendidikan cukup strategis dalam pengembangan penduduk , tetapi bangsa kita belum cukup optimis mengandalkan posisi tersebut alasannya pada kenyatannya kondisi dan hasil pendidikan di Indonesia belum mencukupi untuk berkompetisi dengan bangsa lain. Untuk mengejar ketertinggalan dunia pendidikan, perlu melibatkan secara langsung pihak swasta sebagai bentuk kepedulian dan tanggung jawab sosial. Salah satu acara kasatmata gerakan kepedulian pihak swasta (perusahaan) kepada masyarakat yakni CSR bagi dunia pendidikan. Pendidikan nasional sistem persekolahan ketika ini ternyata tidak mampu berperan sebagai pelopor dan loko pembangunan bahkan justru telah menjadi penghambat pembangunan ekonomi dan teknologi, dengan hadirnya aneka macam kesenjangan: kultural, sosial dan khususnya kesenjangan vokasional dalam bentuk melimpahnya pengangguran terdidik. Paradigma peranan pendidikan dalam pembangunan tidak bersifat linier dan unidimensional, namun peranan pendidikan dalam pembangunan sungguh kompleks dan bersifat interaksional dengan kekuatan-kekuatan pembangunan yang lain.

DAFTAR PUSTAKA
  • Elkington J. 1998. Cannibals With Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century Business, Gabriola Island, BC: New Society Publishers.
  • Irianta Y. 2004. Community Relations. Konsep dan Aplikasinya. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
  • John CB. 1982. Education and Development: A Conflict Meaning in Philip G. Altbach, Robert F. Arnove, Gail P. Kelly, eds. Comparative Education. New York: Mac Millan.
  • Suara Karya Online. 2009. Dinamika Pertamina Program Goes to Campus. IPB
  • Suharto E. 2007. Pekerjaan Sosial di Dunia Industri: Memperkuat Tanggungjawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility). Bandung: Refika Aditama.

Sumber http://makalahmajannaii.blogspot.com


EmoticonEmoticon