Dalam dunia modern yang “semua bisa dipelajari dari Google”, tidak jarang kita melihat seseorang bisa ahli dalam suatu bidang meskipun dia tidak belajar formal. Ada yang bisa bikin robot, bisa merancang helikopter, bahkan membantu melahirkan dengan modal googling atau dari video YouTube.
Hal yang sama juga terjadi di bidang programming, bahkan ini lebih umum lagi. Sangat banyak programmer yang hanya belajar otodidak tapi bisa melahirkan program-program ciamik. Di sisi lain, tidak sedikit juga penyandang gelar S.Kom yang tidak bisa buat program sama sekali.
Dalam artikel duniailkom kali ini saya tertarik membahas masalah ini. Ingin jadi programmer, harus kuliah atau cukup otodidak?
Programming bukanlah “Rocket Science”
Programming bukanlah rocket science, maksudnya ilmu programming sangat mudah dipelajari oleh siapa saja. Tidak seperti membuat roket yang perlu multi disiplin ilmu serta rumus matematika dan fisika yang rumit, belajar membuat program itu mudah dan murah.
Modal yang diperlukan tidak mahal. Hanya perlu laptop atau komputer serta kemauan untuk belajar. Aplikasi programming banyak yang open source sehingga bisa didapat dengan gratis, termasuk aplikasi editornya. Ditambah dengan Google dan YouTube, setiap orang bisa belajar programming kapan saja dan dimana saja.
Sebagai contoh, anda bisa mengikuti seluruh tutorial atau belajar programming dari buku Duniailkom. Tanpa dasar background IT, saya yakin siapapun bisa membacanya. Tentu saja dengan mengikuti urutan panduan belajar, karena beberapa materi ada yang mensyaratkan harus paham materi lain.
Menurut saya, ilmu programming ini adalah ilmu yang terbuka. Sama seperti melukis, tidak perlu jadi sarjana seni untuk bisa membuat karya yang indah. Jasa design interior juga tidak jarang di buka oleh orang yang bukan sarjana design interior.
Kesimpulannya, apakah programming bisa dipelajari secara otodidak? Sangat bisa!
Harus kuliah dulu untuk bisa jadi programmer?
Tidak perlu, karena seperti yang saya tulis sebelumnya, siapapun bisa jadi programmer dan menghasilkan sebuah aplikasi hanya dengan mengikuti tutorial / baca buku / nonton video di YouTube.
Akan tetapi… kuliah di jurusan komputer (IT) tentu bisa menjadi nilai tambah. Seharusnya, seorang sarjana komputer / IT bisa menjadi programmer yang lebih ahli dibandingkan yang belajar otodidak (tidak kuliah)
Kekurangan belajar secara otodidak adalah tidak ada yang mengarahkan apa yang harus dipelajari lebih dulu. Biasanya programmer otodidak akan belajar secara ‘sporadis’, yakni belajar apa saja yang penting programnya selesai. Jalur yang ditempuh kebanyakan try n error, tidak terstruktur.
Berbeda dengan kuliah, kita harus mengikuti panduan baku yang disediakan dari kampus. Beberapa mata kuliah ada yang memiliki syarat harus menyelesaikan mata kuliah lain. Kadang ada materi yang terpaksa dipelajari meskipun itu tampak tidak berguna.
Sebagai contoh, umumnya di semester awal jurusan IT, akan belajar bahasa pemrograman Pascal. Padahal jika dilihat-lihat, bahasa pascal ini adalah bahasa pemrograman yang “mati”. Sangat jarang ada lowongan kerja programming yang mensyaratkan bisa bahasa Pascal. Jadi untuk apa dipelajari?
Menurut saya, bahasa pascal memang menjadi bahasa yang ideal untuk mulai belajar bahasa pemrograman karena sederhana dan terstruktur. Syntax atau perintah-perintah pascal hampir mirip seperti bahasa inggris sehari-hari, seperti begin, end, write dan read.
Di kampus IT, kita dipaksa belajar bahasa dasar seperti Pascal dan bahasa C untuk menguatkan algoritma dan pemrograman. Bahasa populer seperti Java, PHP atau JavaScript baru diajarkan di tahun kedua dan ketiga. Diantara itu harus belajar lagi berbagai teori seperti struktur data, database, organisasi komputer, sistem terdistribusi, grafika komputer, serta berbagai mata kuliah matematika.
Di sisi lain, yang belajar otodidak bisa langsung loncat belajar bahasa populer seperti PHP, JavaScript bahkan membuat aplikasi android tanpa susah payah belajar banyak teori.
Sekilas terlihat bahwa otodidak terlihat lebih baik, tapi jika anda ingin jadi programmer professional, di satu titik akan terpaksa mundur untuk belajar teori tadi.
Sebagai contoh, untuk membuat aplikasi sistem informasi berbasis web, perlu belajar bahasa PHP dan MySQL untuk database. Buku untuk kedua materi ini cukup banyak tersedia, tapi apakah yang belajar otodidak bisa menormalisasi design database? Apakah yang belajar otodidak bisa membuat diagram ERD dan flowchart agar bisa berkolaborasi dengan programmer lain?
Normalisasi database atau membuat diagram ERD memang tidak perlu untuk program-program kecil. Programmer otodidak biasanya tidak ingin pusing dengan masalah ini, yang penting programnya jalan dan selesai. Apakah tabel di database punya primary key atau tidak, itu bukanlah hal yang penting. Menyimpan tanggal sebagai string juga tidak masalah.
Namun untuk menjadi programmer professional, ini semua harus dipahami. Bisa membaca flowchart dan diagram ERD penting untuk project-project besar yang melibatkan banyak programmer.
Inilah keunggulan yang mengambil kuliah IT, kita sudah diajari itu semua. Bagi yang belajar otodidak, harus punya mentor atau pembimbing yang mengarahkan tahap apa yang harus dipelajari selanjutnya.
Anggap saja saya sudah punya mentor dan punya semua materi belajar, apa gunanya kuliah lagi?
Lingkungan belajar jadi nilai tambah untuk yang kuliah di IT. Jika tidak paham satu materi, kita bisa tanya sama teman, senior atau dosen di kampus. Update teknologi juga mudah diikuti karena biasanya banyak seminar-seminar teknologi yang bisa diikuti. Tidak lupa lomba-lomba programming juga tersedia di kampus.
Yang tidak kalah penting, kita bisa merintis bisnis dengan teman yang se-ide. Membangun startup sangat mudah jika diawali di kampus IT karena semua yang ‘melek’ IT memang berkumpul disana. Bisa jadi ada senior kampus yang sudah berhasil dan mengajak junior-juniornya untuk bergabung.
Kita tentu tidak asing dengan Achmad Zaky, CEO dan pendiri Bukalapak. Bukalapak tidak dirintis seorang diri, tapi bersama-sama teman kuliah beliau di Teknik Informatika ITB, seperti Nugroho Herucahyono dan Muhamad Fajrin Rasyid sebagai co-founder Bukalapak. Saya pun yakin banyak programmer awal di BukaLapak adalah teman kuliah dari Achmad Zaky.
Dan mungkin yang paling penting kenapa harus kuliah di jurusan komputer, adalah untuk mendapat ijazah sebagai sarjana komputer.
Pada zaman serba persaingan saat ini, ijazah menjadi modal dasar yang tidak bisa diremehkan. Meskipun punya skill yang ciamik, perusahaan-perusahaan besar biasanya sudah mensyaratkan harus lulusan S1 TI / Ilmu Komputer / Sistem Informasi. Kita akan kalah di seleksi administrasi jika tidak memiliki ijazah.
Meskipun memang, jika perusahaannya mau lebih terbuka, akan lebih adil jika yang dilihat adalah skillnya, tanpa memandang ijazah. Saya sendiri jika disuruh untuk cari karyawan, akan memandang skill terlebih dahulu.
Namun jika ternyata skillnya sama kuat, tentu akan lebih pas mendahulukan yang punya ijazah karena setidaknya bisa jadi jaminan ia punya skill yang lebih di sisi teori.
Ijazah sarjana komputer nantinya juga bisa dipakai untuk melamar ke bidang lain, seperti perusahaan swasta, BUMN, dan juga untuk jadi PNS.
Tapi kenapa ada lulusan IT yang tidak bisa programming?
Banyak faktor penyebabnya….
Pertama, tidak semua orang masuk jurusan komputer karena punya passion di bidang komputer. Banyak juga yang ternyata salah masuk jurusan, ikut-ikutan teman, atau terpaksa karena disuruh orang tua.
Bagi teman-teman yang seperti ini, biasanya kuliah hanya menjadi rutinitas yang membosankan. Programming adalah hal yang tidak menarik. Kalau bisa nyontek punya teman, kenapa harus capek-capek belajar buat program hingga tengah malam? Toh kode programnya bisa di copy-paste dan tinggal di compile ulang dengan mengubah judul project. Dosen juga jarang periksa tugas satu persatu.
Alasan kedua, ada yang kuliah hanya untuk mengejar ijazah saja, bukan untuk cari ilmu. Kesannya memang agak kejam, tapi silahkan tanya ke teman kuliah yang sering g masuk, atau suka nyontek ketika ujian. Bukankah itu artinya dia tidak ingin ilmu?
Bagaimana dengan skripsi nanti? Gampang, jasa pembuatan skripsi IT ada dimana-mana, tinggal cari di Google.
Untuk yang seperti ini, tentu saja tidak heran meskipun menyandang titel S.Kom, ada sarjana TI / Ilmu Komputer / Sistem Informasi yang tidak bisa membuat program.
Hal ini diperparah karena praktek programming yang diajarkan di kampus memang hanya kulit-kulit saja. Si mahasiswa harus aktif untuk cari tambahan di luar, ikut berbagai forum diskusi, ikut seminar teknologi, baca-baca buku programming, ikut lomba programming, dst.
Kurang pas jika membandingkan seorang otodidak yang memang memiliki passion di programming, dengan seorang sarjana komputer yang kuliah karena pacarnya kuliah di kampus yang sama (tidak memiliki passion sama sekali).
Bahkan saya bisa membandingkan jika ada otodidak yang mau membaca kelima buku dasar web programming di duniailkom (HTML, CSS, PHP, MySQL dan JavaScript Uncover), skill web programming yang didapat bisa mengalahkan rata-rata mahasiswa komputer! Dengan catatan, mahasiswa tersebut memang tidak belajar programming selain apa yang diajarkan dosen saja.
Alasan lain, di kampus IT web programming juga hanya salah satu materi yang diajarkan (dari puluhan mata kuliah yang tersedia). Paling hanya ada 1 atau 2 mata kuliah yang berhubungan dengan web programming, jadi si mahasiswa harus berbagi waktu dengan belajar jaringan, pemrograman desktop, microprocessor, serta materi teori seperti matematika.
Kesimpulan: Kuliah atau Tidak?
Khusus untuk adik-adik SMA/SMK/MA, jika kamu memang suka komputer, suka programming, suka dunia IT, dan punya kesempatan untuk kuliah, kenapa tidak? Inilah dunia yang kamu impikan.
Saya pernah dengar pendapat seperti ini: “Jika programming itu bisa dipelajari sendiri, kenapa harus kuliah di IT? Lebih baik ambil jurusan elektro dan belajar programming secara otodidak. Nanti akan dapat 2 ilmu, elektro dan programming”.
Saya sebenarnya setuju dengan pendapat tersebut, dengan catatan… kamu memang memiliki passion dan lebih suka jurusan elektro di bandingkan IT. Programmingnya bisa dijadikan yang kedua karena fokus utama di elektro.
Tapi…. jika passion kamu memang di programming, kenapa harus memilih jurusan lain yang belum tentu pas? Justru dengan masuk jurusan komputer, kamu akan “bersinar” disana. Tanpa disuruh dosen pun mau belajar sendiri karena memang sudah jatuh cinta dengan komputer. Bagaimana jika ternyata kuliah di elektro itu malah bikin malas karena tidak suka?
Saya juga sering menerima pertanyaan: “Kak, kira-kira aku cocok masuk jurusan IT atau tidak ya?”
Kembali, cari passion kamu dimana. Apakah ada bidang lain yang lebih disukai? Jika ada, bandingkan dengan IT, mana yang bisa membuatmu betah belajar tanpa disuruh, dan pilih itu.
Alasan lain untuk tidak kuliah adalah karena tokoh-tokoh besar dunia IT ternyata mahasiswa drop out, seperti Bill Gates, Mark Zuckerberg dan Steve Jobs. Atau di Indonesia ada ibu Susi Pudjiastuti, menteri kelautan yang tidak tamat SMA.
Well… mereka itu adalah orang-orang spesial, pintar, dan pekerja keras yang memutuskan untuk tidak kuliah karena sedang merintis bisnis sendiri atau memang sudah pintar dari awal.
Nilai SAT (Scholastic Assessment Test) Bill Gates sangat tinggi, yakni 1590 dari skor maksimum 1600. Kalau di Indonesia, SAT ini sama dengan nilai ujian SBMPTN, tes seleksi masuk perguruan tinggi. Artinya dari 200 soal, Bill Gates hanya salah di 1 atau 2 soal saja!
Bagi kita “kalangan biasa” yang kadang lebih memilih main game dari pada belajar, baru baca buku pelajaran hanya ketika besok ada ulangan, dan nyontek PR teman saat injury time 10 menit sebelum guru masuk, kuliah formal tetap penting dan menjadi salah satu jalan terbaik untuk sukses.
Suratan nasib memang tidak ada yang tahu. Di luar sana banyak programmer otodidak yang berhasil. Tapi jika kamu punya kesempatan untuk kuliah, orang tua mendukung dan mampu secara finansial, kenapa tidak? Siapa tau di bangku kuliah kamu bertemu teman se-ide untuk merintis start up yang bisa mengubah Indonesia menjadi lebih baik lagi!
Sumber wk.com
EmoticonEmoticon