Sabtu, 15 Agustus 2020

Makalah Macam-Macam Kitab Hadis

A. PENDAHULUAN

Keberadaan hadis selaku salah satu sumber aliran islam mempunyai pertumbuhan dan penyebaran yang kompleks. Sejak dari periode prakodifikasi, zaman Nabi, teman, dan tabiin sampai sehabis pembukuan. Sebelum sampai kala pembukuan, penulisan hadis kadang-kadang menjadi materi kontroversi di golongan sebagian kaum muslim maupun non muslim. Ada sebagian yang menolak untuk menerima otentisitas Hadis Nabi karena mereka berargumen bahwa Hadis Nabi ditulis dan dibukukan dua kala setelah wafatnya Rasulullah Muhammad, sebuah rentang waktu yang agak lama berlalu sehingga mampu menjadikan timbulnya pergeseran dan pergeseran lafaz serta makna hadis yang bersangkutan.

Dalam sejarah perkembangannya, hadis pernah mengalami masa transisi, adalah dari tradisi oral ke tradisi goresan pena, dan penulisannya memerlukan waktu yang lebih panjang daripada pengkompilasian Alquran. Lama sehabis Nabi saw. wafat, perumpamaan-perumpamaan dan segala hal yang berhubungan dengan diri ia menjadi objek penelitian intensif para ulama hadis untuk dikoleksi dalam bentuk goresan pena. Para ulama hadis hampir setuju menyampaikan bahwa kodifikasi hadis secara resmi dikerjakan oleh khalifah Umar bin Abdul ‘Aziz yang memerintah pada tahun 99-101 H. [1]

Fokus tulisan ini yaitu membicarakan macam-macam kitab hadis yang pernah timbul dan beredar di dunia pengkajian hadis. Pembahasannya diupayakan untuk senantiasa disandarkan ke latar sejarah (historical setting) kemajuan hadis. Pembahasan peringkat (martabat atau ranking) kitab-kitab hadis yang dianalisis secara kualitatif cuma pada kitab-kitab kanonik dan ensiklopedik yang paling kerap diapresiasi dominan muslim. Sebelumnya akan dibahas juga peringkat dari macam-macam koleksi kitab hadis ala prinsip generalisasi. Analisis kualitas menyangkut kajian seluruh faktor koleksi (kitab) hadis yang meliputi nilai hadis (syarat-syarat yang ditetapkan), sistematika penulisan, ketelitiannya, dll. Masing-masing kitab yang menempati tingkat tertentu akan dibahas juga kekurangan-kelebihannya, pujian, dan kritikan terhadapnya.

PEMBAHASAN


B. MACAM-MACAM KITAB HADIS

Sebagaimana halnya dengan ilmu hadis, penulisan kitab-kitab hadis juga senantiasa berkembang. Para penulis kitab-kitab hadis tersebut mempunyai cara dan corak yang berlawanan-beda, khususnya dalam sistematikanya. Para Muhaddisin telah menulis banyak sekali jenis kitab hadis dalam aneka macam bidang bahasanya. Para pengkaji dan peneliti hadis yang datang kemudian telah menggolongkan kitab-kitab hadis yang beraneka ragam tersebut ke dalam beberapa kelompok. Jika dikelompokkan macam-macam kitab hadis secara garis besar yaitu sebagai berikut:


A. Kitab-kitab Hadis yang Disusun Berdasarkan Bab

Dalam kitab-kitab ulama terdahulu jenis ini disebut dengan al-Asnāf. Teknik penyusunan kitab jenis ini adalah mengumpulkan hadis-hadis yang memiliki tema yang serupa menjadi satu judul lazim yang mencakupnya; seperti Kitāb as-Salāh, Kitāb az-Zakāh, dan Kitāb al-Buyū’. Kemudian hadis-hadisnya dibagi-bagi menjadi beberapa bagian. Masing-masing bab meliputi satu atau beberapa hadis yang berisi dilema juz’iyyah. Setiap bab diberi judul yang menawarkan temanya, mirip bagian Miftāh as-Salāh at-Tahūr. Para muhaddisin menyebut judul bab itu dengan tarjamah.[2]

Keistimewaan kitab-kitab jenis ini gampang dijadikan sebagai kitab sumber, sehingga menjadi acuan utama bagi para penuntut ilmu dan para peneliti. Bagi orang yang ingin mencari hadis-hadis ihwal dilema tertentu, kitab ini akan sangat membantunya, mencari hadis-hadis yang beliau butuhkan. Bagi orang yang ingin mencari sumber hadis-hadis, judul-judul yang sudah didapatkan kitab jenis ini ialah petunjuk untuk mendapatkan hadis-hadis yang dia cari .

Penyusun kitab-kitab berdasarkan bagian itu ditempuh dengan aneka macam cara, diantaranya:

1. Al-Jawāmi’

Kata Kitāb al-Jawāmi’ adalah bentuk dari jamak dari kata al-Jāmi’.[3] Kitab Jāmi’ berdasarkan istilah para Muhaddisin yaitu kitab hadis yang disusun menurut bagian dan meliputi hadis-hadis aneka macam sendi anutan Islam dan sub-subnya. Secara garis besar bagian-babnya mencakup ihwal aqidah, ibadah muamalah, perjalanan hidup Nabi saw, perbudakan, fitnah, dan berita hari kiamat.[4]

Kitab Jāmi’ itu sangat banyak, yang termahsyur diantaranya yaitu: al-Jāmi’ as-Sahīh karya al-Bukhari, al-Jāmi’ as-Sahīh karya Imam Muslim. . Dan al-Jāmi’ karya Imam at-Turmudzi atau yang dikenal dengan Sunan at-Turmudzi. kitab ini disebut Sunan karena ia lebih menonjolkan hadis-hadis hukum.[5]

2. As-Sunan

Kitab Sunan yakni kitab-kitab yang menghimpun hadis-hadis hukum yang marfu’ dan disusun berdasarkan bagian-bagian fiqh. Kitab jenis ini hanya menampung hadis-hadis tertentu bukan semua faktor fatwa Islam. Kitab sunan memuat hadis sahih, hasan dan daif. Kitab-kitab sunan yang masyhur yakni sunan Abi Dāwud, Sunan At-Turmudzi, Sunan An-Nasā’i, dan Sunan Ibnu Mājah.[6]

3. Al-Musannafāt

Kata al-Musannāf mengandung makna yang sama dengan muwatta’āt yakni kitab hadis yang disusun menurut bab-bab fiqh akan tetapi mencakup hadis mawqūf, hadis maqtū’, disatukan dengan hadis marfū’, karena kitab-kitab jenis ini umumnya disusun pada awal pembukuan hadis.[7] Kitab musannaf yang terkenal adalah musannaf Abdur Razzāq bin Hammām as-Sahanī. Dan musannaf Abū Bakar bin Abū Syaibah.

4. Al-Mustadrakāt

Kata Al-Mustadrakāt bentuk jamak dari mustadrak. Al-Mustadrakāt ialah kitab hadis yang menampung hadis-hadis yang tidak diangkut dalam kitab-kitab tertentu yang bantu-membantu hadis-hadis tersebut menyanggupi syarat yang dipegangi oleh penulis kitab tersebut.[8] Kitab al-Mustadrak yang terkenal adalah kitab al-Mustadrak ‘alā As-Sahīhaini karya Al-Hakim Al-Naisaburi (321-405 H) dan Kitab Al-Ilzamāt karya Al-Dar Quthni (306-385 H).[9]

5. Al-Mustakhrajāt

Kata Al-Mustakhrajāt ialah bentuk jama dari kata al-Mustakhraj. Al-Mustakhrajāt merupakan kitab hadis yang menampung hadis-hadis yang diambil dari kitab hadis lain yang oleh penulisnya diriwayatkan dengan sanad sendiri, bukan dengan sanad yang sama dengan sanad kitab semula. Kitab Al-Mustakhraj yang masyhur ialah kitab Mustakhraj atas sahihain atau salah satunya.[10]Kitab yang paling banyak dibentuk kitab mustkharajnya yaitu sahīh bukhārī dan sahīhmuslim. [11]


B. Kitab-kitab hadis yang disusun berdasarkan urutan nama-nama sobat

Yaitu kitab-kitab yang mengumpulkan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh setiap teman ditempat yang khusus dan mencantumkan nama sobat yang meriwayatkannya. Teknik penyusunan mirip ini sangat menolong dalam mengetahui jumlah dan jenis hadis yang diriwayatkan oleh para sahabat dari Nabi saw. Dan membuat lebih mudah pengecekannya; lebih-lebih eksistensi kitab mirip ini merupakan kitab yang sangat berfaidah bagi pencarian sumber hadis yang sudah dikenali nama sobat yang meriwayatkannya, serta faidah-faidah lain yang berhubungan dengan fasilitas pengkajian hadis.

Kitab-kitab hadis yang disusun menurut nama-nama sobat ini ada dua macam, ialah[12]:

1. Kitab Musnad

Kitab musnad yakni kitab hadis yang disusun menurut urutan nama sobat. Urutan sahabat itu ada kalanya disusun menurut urutan aksara hija’iyah, ada kalanya menurut urutan waktu masuk islamnya, dan ada kalanya berdasarkan keluhuran nasabnya.

Jumlah kitab Musnad ini sangat banyak, yang paling masyhur dan paling tinggi martabatnya yaitu Al-Musnad karya Al-Imam Ahmad bin Hanbal, kemudian Musnad karya Abi Ya’la Al-Mushili.

2. Al-Atrāf

Kata Atrāf yaitu jama’ dari tharf yang bermakna bagian dari sesuatu.[13] Tharf hadis yaitu bagian hadis yang mampu memberikan hadis itu sendiri, atau pernyataan yang mampu memberikan hadis, seperti hadis innama al-a’mālu bi An-niyyāt.[14]

Kitab al-Atrāf yaitu kitab-kitab yang disusun untuk menyabutkan bagian hadis yang memberikan keseluruhannya, lazimnya di dalamnya dituliskan pangkal-pangkal hadis saja.[15] kemudian disebutkan sanad-sanadnya pada kitab-kitab sumbernya. Sebagian penyusun menyebutkan sanadnya dengan lengkap, dan sebagian lainnya hanya menyebutkan sebagiannya. Kitab-kitab ini tidak memuat matan hadis secara lengkap, dan bagian hadats yang diangkut pun tidak niscaya bagian dalam arti tekstual.


C. Al-Ma‘ājim

Kata al-Ma‘ājim adalah bentuk jamak dari kata al-mu’jam. Kitab mu’jam menurut perumpamaan para muhaddisin adalah kitab hadis yang disusun berdasarkan susunan guru-guru penulisnya yang pada umumnya disusun berdasarkan urutan aksara hija’iyah (alfabetis). Beberapa kitab mu’jam yang terkenal yakni tiga buah kitab mu’jam karya Al-Muhaddis al-Hafizh al-Kabir Abu Al-Qasim Sulaiman bin Ahmad al-Thabrani (W.360 H). Ketiga kitab mu’jam itu adalah: al-Mu’jam al-Sagīr, al-Mu’jam al-Ausat, dan al-Mu’jam Al-Kabīr.[16] Dua mu’jam yang pertama disusun berdasarkan urutan nama guru-gurunya, sedangkan mu’jam yang terakhir disusun berdasarkan urutan nama para teman berdasarkan urutan huruf mu’jam.


D. Kitab-kitab yang disusun menurut urutan permulaan hadis

Yaitu kitab-kitab hadis yang menyebutkan beberapa kata awal setiap hadis yang disusun berdasarkan urutan mu’jam . Jadi dimulai dengan hadis yang diawali dengan karakter alif, lalu hadis yang diawali dengan abjad ba’, dan seterusnya.

Kitab seperti ini menunjukkan banyak fasilitas bagi orang yang menelaahnya. Akan tetapi, apalagi dulu mesti diketahui dengan niscaya karakter permulaan setiap hadis yang dicari sumbernya itu. Bila tidak, maka akan sia-sialah upaya pencariannya itu. Kitab-kitab hadis yang disusun dengan cara mirip ini ada dua macam antara lain:[17]

a) Kitab Majami’, yakni kitab-kitab yang merupakan himpunan hadis dari berbagai kitab hadis.
b) Kitab-kitab wacana hadis-hadis yang sering diucapkan oleh orang biasa .

Kitab ini mencakup banyak hadis yang sering diucapkan oleh umat kebanyakan, dan pada umumnya hadisnya tidak terdapat dalam kitab lain yang sejenis.


E. Kitab-kitab Himpunan Hadis

Yaitu kitab-kitab yang disusun untuk mengumpulkan hadis dari sejumlah kitab sumber hadis. Kitab-kitab jenis ini disusun dengan dua cara yaitu:[18]

1. Kitab Hadis yang menurut urutan bagian

Diantara kitab jenis ini yang terpenting yaitu: a). Jami’ al-Ushūl min Ahadīs ar-Rasūl karya Ibnul Atsir al-Mubarak ditulis tanpa dibarengi sanad. Setiap hadis diberi penjelasan ringkas tentang lafal-lafal yang asing. Namun tidak dibarengi dengan klarifikasi tentang derajad hadis-hadis sunan, bahkan beliau tidak menyebutkan komentar al-Turmudzi terhadap hadis-hadis yang diriwayatkannya, sehingga hal ini membuat para pembacanya membutuhkan upaya lebih lanjut untuk mengetahiunya. b). Kanzul ‘Ummal fi sunan al-aqwal wa al-af’al karya al-Syaikh Al-Muhaddis Ali bin Hisam al-Muttaqi al-Hindi(W.975 H), ialah sembilan puluh tiga buah kitab hadis, menurut hasil perkiraan, sehingga beliau tampil selaku kitab hadis yang komplit dan tidak ada duanya.

2. Hadis-hadis yang disusun menurut urutan aksara-abjad pertama pada mu’jam

Di antara kitab jenis ini yang paling penting yaitu: a) Al-Jami’ al-Kabīr atau Jam’ul Jawami’ karya Imam al-Hafizh Jalaluddin as-Suyuthi. Kitab ini ialah cikal bakal kitab Kanzul Ummal. b) Al-Jami’ as-Sagīr li Ahadis al-Basyir an- Nazir karya As-Suyuthi pula. Kitab ini merupakan cuplikan dari kitab al-Jami’ al-Kabīr.


a. Kitab az-Zawā’id

Az-Zawāid ialah kitab –kitab hadis yang disusun untuk mengumpulkan hadis-hadis yang tidak terdapat pada kitab hadis lainnya, yaitu selain hadis-hadis yang terdapat dalam kitab-kitab yang diperbandingkan itu. Sangat banyak ulama yang telah menyusun kitab az-Zawā’id ini, sebagian yang populer ialah: 1) Majma’ az-Zawā’id wa Manba’ al-Fawā’id oleh al-Hafizh Nuruddin Ali bin Abu Bakar al-Haitsami. 2) Al-Matālib al-‘Aliyah bi Zawā’id al-Masānid as-samāniyah karya al-Hafizh Ahmad bin Ali bin Hajar al-Atsqalani. Kitab ini menghimpun hadis-hadis yang melebihi al-Kutub al-Sittah.[19]

b. Kitab-Kitab Takhrīj

Yaitu kitab-kitab yang disusun untuk mentakhrij hadis-hadis kitab tertentu. Di antara kitab takhrij yang penting adalah: 1) Nashbu Ar-Rāyah li Ahādis al-Hidāyah karya Jamaluddin Abu Muhammad Abdillah bin Yusuf al-Zaila’i al- Hanafi. Kitab ini ialah takhrij hadis-hadis kitab Hidayah, suatu kitab fiqh mazhab Hanafi, yang disusun oleh Ali bin Abu Bakar al-Maghinani. 2) Al-Mughni ‘an Haml al-Asfār fi al-Asfār fi Takhrīj Mā fi al-Ihya’ min al-Akhbār karya Imam Abdurrahim bin al-Husain al-Iraqi. Kitab ini merupakan kitab takhrij hadis-hadis dalam kitab Ihya ‘Ulūm al-Dīn karya Imam Al-Gzālī.[20]

c. Al-Ajzā’

Al-Juz’ ialah kitab yang disusun untuk menghimpun hadis-hadis yang diriwayatkan dari seorang perawi, baik dari kelompok sahabat maupun generasi setelahnya.[21] mirip Juz’ Hadis Abi Bakar dan Juz’ Hadis Malik. Pengertian lain menerangkan bahwa al-Juz’ yaitu kitab hadis yang membicarakan sanad-sanad suatu kalimat mirip Ikhtiyar al-Aulani Hadis Ikhtisham al-Mala’I al-A’la karya al-Hafiz Ibnu Rajab.

d. Al-Masyikhat

Al-Masyikhat ialah kitab-kitab yang disusun untuk menghimpun nama guru-guru penyusunnya, hadis atau kitab yang mereka terima beserta sanadnya, berikut para penyusunnya. Di antara kitab semacam ini yang paling masyhur yaitu agenda pengajian hadis yang ditulis oleh al-Ra’aini yang diberi judul al-Nubdzat al-mustafad minal riwayat wa al-isnad.

e. Al-‘Ilal

Al-‘Ilal adalah kitab-kitab hadis yang disusun untuk mengumpulkan hadis-hadis yang mempunyai cacat, diikuti klarifikasi tentang cacatnya itu. Penyusunan kitab sejenis ini merupakan puncak prestasi kerja penyusunnya, alasannya adalah pekerjaan ini membutuhkan keteguhan, kerja keras dan waktu yang panjang untuk meneliti sanad , memusatkan pengkajian dan mengulang-ngulanginya untuk menerima kesimpulan.[22]

Dari sisi jumlah, koleksi dari berbagai macam (tipe) tersebut sangatlah berlimpah dan sukar dipastikan. Pada kurun pertama (Hijriah) saja, M. Azami (1977) berani menaksir ada ratusan booklet (kitab mini, selebaran hadis) yang beredar. Kemudian kalau ditambah seratus tahun berikutnya (kala ke-2 H) akan lebih sulit lagi memerkirakan jumlah booklet dengan (ditambah) kitab hadis yang timbul. Bahkan, katanya, para ulama hadis mengestimasi jumlahnya meraih ribuan. Dari ribuan koleksi itu, hanya sejumlah kecil yang masih bisa ditemui. Mengenai hal ini, Azami(1977) mengajukan dua hipotesis, pertama, perkiraannya wacana jumlah koleksi yang sampai ratusan (bahkan ribuan) tadi yakni salah total. Hipotesis kedua, koleksi-koleksi tersebut pada suatu waktu memang ada, tetapi kian punah.

Hipotesisnya yang terakhir ini memang memunculkan kemungkinan lain di antaranya bahwa itu semua alasannya adalah ketelodoran para mahir hadis atau mereka merasa tidak membutuhkan literatur hadis sehingga tak terpelihara sampai rusak. Namun demikian, Azami (1977) meyakini hipotesisnya yang kedua yakni tepat dan benar. Koleksi-koleksi tersebut tidaklah rusak ataupun musnah, namun terserap ke dalam karya-karya para andal hadis yang lalu. Oleh risikonya, dikala kitab-kitab (tipe) ensiklopedik tersusun, para andal hadis merasa tidak butuhlagi memelihara kitab-kitab ataupun booklets, sehingga lambat-laun makin punah.[23]

Adapun mengenai kitab koleksi hadisnya siapa yang lebih dahulu timbul, juga muncul perbedaan pendapat. Sebagai contoh, Muhammad Rasyid Rida, seperti yang dikutip Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib (1989), berpendapat bahwa pada era awal dari kalangan tabiin, ahli yang pertama kali mencatat hadis dan membukukannya menjadi sebuah koleksi (Musannāf) ialah Khalid ibn Ma‘dan al-Lahmasi (w. 103/4 H). Ibn Syihab al-Zuhri, kata Rida, populer sebagai yang pertama alasannya melakukannya atas dasar perintah khalifah Umayyah. Sementara al-Khatib sendiri beropini bahwa penulisan hadis yang bersifat individual (berupa koleksi pribadi) sudah ada semenjak abad sobat dan tabi‘in. Ia mencontohkan Ibn ‘Amr (w. 63/682) dan Hammam ibn Munabbih (w. 101/719) yang memiliki koleksi sahifah. Sedangkan, jika koleksi yang bersifat resmi (atas perintah khalifah ‘Umar ibn ‘Abd al-‘Aziz) adalah Abu Bakar. Ibn Hazm dan al-Zuhri. [24]



C. PERINGKAT-PERINGKAT KITAB HADIS

Ad Dahlawy membagi derajat kitab-kitab hadis kepada empat tingkatan :

Pertama : al Muwaththa’at

Muwaththa‘at merupakan bentuk jamak dari muwaththa’. Menurut bahasa dia berarti sesuatu yang dimudahkan atau yang disediakan. Dikatakan jenis kitab ini dengan muwaththa’ alasannya adalah penyusunnya berupaya untuk memudahkan para peminat hadis dan menyediakannya untuk mereka. Salah satu kitab yang diberi nama muwaththa’ adalah karya Malik bin anas al-Ashbahi. Kitab ini ialah salah satu kitab yang berisi atsar, fatwa, amal ahli madina, dan sunnah Rasul saw.

Ulama yang mensyarahkan al-Muwaththa’ antara lain : ‘Abd al-Barr, dengan nama at-Tamhid wa al-Istidkar, ‘Abul-Walid, dengan nama al-Mau’ib, az-Zarqani dan ad-Dahlawi dengan nama al-Musawa[25].

Kedua : Sunan yang Empat

Yang dimaksud dengan sunan yang empat, yakni : sunan Abu Daud, sunan at-Turmudzi, sunan an-Nasa’I, dan sunan Ibnu Majah. Keempat kitab sunan tersebut masyhur dikenal dengan sebutan as-sunan al-Arbaah.

Ketiga : Seluruh Musnad lainnya dari Musnad Ahmad, yang kandungannya bercampur baur, ada yang shahih, ada yang hasan, ada yang dhaif, bahkan ada yang mungkar, seperti Musnad Abu Ya’la, sunan al-Baihaqy kitab-kitab Ath Thatawy dan kitab Ath Thabrany.

Keempat : Kitab-kitab yang dimaksud oleh penyusunnya menghimpun segala rupa hadis, untuk kepentingan mereka masing-masing yang membantu pendirian dan faham, seperti : kitab-kitab Ibnu Asakir-Ad Dailamy-Ibnun Najjar Abu Nu’aim dan yang sesamanya.[26]


D. KESIMPULAN

Secara kuantitas kitab hadis dari aneka macam macam (tipe) sangatlah berlimpah dan sukar ditentukan. M. Azami berani menaksir ada ratusan booklet (kitab mini, brosur hadis) yang beredar pada kala pertama H. Kemudian jikalau ditambah seratus tahun berikutnya (masa ke-2 H) akan lebih susah lagi memerkirakan jumlah booklet dengan (ditambah) kitab hadis yang timbul. Bahkan, katanya, para ulama hadis mengestimasi jumlahnya mencapai ribuan. Dari ribuan koleksi itu, cuma sejumlah kecil yang masih mampu ditemui.

Penetapan peringkat kitab-kitab hadis memang penting bagi periode-kala lampau. Namun, bagi para pengapresiasi hadis kontemporer, kedudukan peringkat sebuah kitab hadis tampaknya tidak begitu penting. Sembari memperlihatkan banyak sekali tata cara pemahaman dan pemaknaan hadis secara tepat, mereka mengapresiasi tinggi setiap hadis dari manapun asal kitabnya (Sunni dan Syi‘ah) atau apapun nilainya. Yang lebih penting adalah kritisisme, di antaranya dengan memaskai pisau analisis sejarah.

Daftar Pustaka dan Footnote
  • Ramli Abdul Wahid, Studi Ilmu Hadis, (Bandung: Cita Pustaka Media, 2011).
  • Nasuruddin ‘Itr, ‘Ulum Hadis, (Bandung: Remaja Rosdakarta, 1995).
  • Ramli Abdul Wahid dan Husnel Anwar Matondang, Kamus Lengkap Ilmu Hadis, (Medan: Perdana Publising, 2011).
  • Mahmud Thahhan, Taisir Musthalah al-Hadis, edisi terjemahan bahasa Indonesia: Intisari Ilmu Hadis oleh Muhtadi Ridwan, (Malang: UIN Malang Press, 2007).
  • Nuruddin ‘Itr, Manhaj an-Naqd fii ‘Ulum al-Hadis (Damaskus: Daar al-Fikr,1997).
  • Nawir Yuslem, Sembilan Kitab Induk Hadis, Biografi Penulisnya dan Sistematika Penulisannya, (Jakarta: Hijri Pustaka Utama, 2006).
  • Hasbi Ash-Shiddieqiy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis (Jakarta: Bulan Bintang, 1991).
  • Munjid, (Beirut: Dar al-Masyriq, 2005).
  • Azami, Muhammad Mustafa, Studies in Hadith Methodology and Literature. Indianapolis, (Indiana: American Trust Publications, 1977).
  • M. ‘Ajaj Al-Khatib, Ushul Hadis, (Jakarta: Gaya Media, 2007).
_____________________
[1] Ramli Abdul Wahid, Studi Ilmu Hadis, (Bandung: Cita Pustaka Media, 2011), h. 68.
[2] Nuruddin ‘Itr, ‘Ulum al-Hadis, (Bandung: Remaja Rosdakarta, 1995), h. 181.
[3] Ramli Abdul Wahid dan Husnel Anwar Matondang, Kamus Lengkap Ilmu Hadis, (Medan: Perdana Publising, 2011), h. 92

[4] Mahmud Thahhan, Taisir Musthalah al-Hadis, edisi terjemahan bahasa Indonesia: Intisari Ilmu Hadis oleh Muhtadi Ridwan, (Malang: UIN Malang Press, 2007), h. 188.

[5] Nuruddin ‘Itr, Op.Cit, h. 182.
[6] Ibid, h. 183.
[7] Ramli Abdul Wahid dan Husnel Anwar Matondang, Op.Cit, h. 159.
[8] Ibid, hal. 164.
[9] Nawir Yuslem, Sembislan Kitab Induk Hadis, Biografi Penulisnya dan Sistematika Penulisannya, ( Jakarta: Hijri Pustaka Utama, 2006), h. 105.

[10] Ramli Abdul Wahid, Studi Ilmu Hadis, Op.Cits, h. 86.
[11] Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis (Jakarta: Bulan Bintang, 1991) h. 139.
[12] Nuruddin ‘Itr, Manhaj an-Naqd fī ‘Ulūm al-Hadīs, (Damaskus : Dār al-Fikr, 1997) h. 201.
[13] Munjid, (Beirut: Dar al-Masyriq, 2005) , h. 464.
[14] Nuruddin ‘Itr, Manhaj an-Naqd fii ‘Ulum al-Hadis, Op.Cit,h. 201.
[15] Ramli Abdul Wahid dan HusnelAnwar Matondang, Kamus lengkap. Op.Cit, h. 29.
[16] Mahmud Thahhan, Op.Cit, h. 188.
[17] Nuruddin ‘Itr, Manhaj an-Naqd fii ‘Ulum al-Hadis, Op.Cit, h. 203.
[18] Ibid, h. 205
[19] Ibid, h. 206-207.
[20] Ibid, h. 208.
[21] Ramli Abdul Wahid, Studi Ilmu Hadis, Op.Cit, h. 87.
[22] Ibid.
[23] Azami, Muhammad Mustafa, Studies in Hadith Methodology and Literature. Indianapolis, (Indiana: American Trust Publications, 1977), h. 212.

[24] M. ‘Ajaj Al-Khatib, Ushul Hadis, (Jakarta: Gaya Media, 2007), h. 186
[25] Ramli Abdul Wahid dan HusnelAnwar Matondang, Kamus lengkap. Op.Cit, h. 182
[26] Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, Op.Cit, h. 141

Sumber http://makalahmajannaii.blogspot.com


EmoticonEmoticon