Senin, 17 Agustus 2020

Makalah Kemajuan Berdasarkan Desain Pedoman-Ajaran Psikologi

BAB I
PENDAHULUAN

Pada dasarnya setiap manusia diberikan kesanggupan-kemampuan tertentu oleh Allah swt. Setiap anak yang sudah diciptakan-Nya memiliki peluangdan bakat di dalam dirinya yang perlu dikembangkan. Sebagaimana firman Allah dalam Alquran : “Sesungguhnya kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran”. (QS.al-Qamar:49)

Setiap organisme, baik insan maupun hewan pasti mengalami peristiwa kemajuan selama hidupnya. Perkembangan ini mencakup seluruh bab dengan keadaan yang dimilki oleh organisme tersebut, baik yang bersifat nyata maupun yang bersifat absurd. Makara, arti peristiwa bersifat perkembangan itu utamanya pertumbuhan insan tidak cuma tertuju pasa faktor psikologis saja, tetapi juga aspek biologis.

Pengertian kemajuan menunjuk pada sebuah proses kearah yang lebih tepat dan tidak begitu saja mampu di ulang kembali. Perkembangan menunjuk pada pergeseran yang bersifat tetap dan tidak dapat diputar kembali. Dalam ‘perkembangan” sementara ada hebat psikologi yang tidak membedakan antara kemajuan dan pertumbuhan, bahkan ada yang lebih mengutamakan perkembangan. Hal ini mungkin untuk memberikan bahwa orang yang berkembang tadi bertambah kemampuannya dalam banyak sekali hal, lebih mengalami diferensiasi dan pada tingkat yang lebih tinggi, lebih mengalami integrasi.

Namun pembahasan ini, penyusun cuma menguraikan batas-batas pertumbuhan insan yang mencakup dimensi (cakupan dan ukuran) rohaniah dan jasmaniah, aspek-aspek yang menghipnotis kemajuan serta bagaimana ciri-ciri kematangan sebagai hasil dari perkembangan itu sendiri.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Perkembangan Menurut Konsep Aliran-Aliran Psikologi

Sebelum penulis memaparkan bagaimana sesungguhnya defenisi atau rancangan pertumbuhan menurut pedoman-aliran psikologi, apalagi dahulu penulis akan menawarkan defenisi kemajuan secara lazim.

Perkembangan merupakan terjemahan dari developmental. Yang secara singkat dapat didefenisikan selaku suatu proses atau tahapan kemajuan ke arah yang lebih maju.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991), “kemajuan”yakni tentang berkembang. Selanjutnya, kata “berkembang” berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia ini bermakna mekar terbuka atau membentang, menjadi besar, luas, dan banyak, serta menjadi bertambah sempurna dalam hal kepribadian, asumsi, pengetahuan, dan sebagainya. Dengan demikian, kata “meningkat ” tidak saja mencakup aspek yang bersifat abstrak seperti pikiran dan pengetahuan, tetapi juga mencakup faktor yang bersifat kasatmata .

Dalam Dictionary of Psychology (1972) dan The Penguin Dictionary of Psychology (1988), arti pertumbuhan pada prinsipnya adalah tahapan-tahapan pergeseran yang progressif yang terjdai dalam rentang kehidupan manusia dan organisme yang lain, tanpa membedakan aspek-aspek yang terdapat dalam diri organisme-organisme tersebut.

Selanjutnya, Dictionary of Psychology di atas secara Lebih luas merinci pemahaman kemajuan manusia selaku berikut:
The Progressive and continous change in the organism from birth to death, perkembangan itu ialah perubahan yang progresif dan terus-menerus dalam diri organisme semenjak semenjak lahir hingga nanti
Growth, kemajuan itu memiliki arti pertumbuhan
Change in the shape and integration of bodily parts, pertumbuhan bermakna perubahan dalam bentuk penyatuan bab-bagian yang fungsional
Maturation or the apperearence of mendasar pattern of unlearned behavior, pertumbuhan itu adalah kematangan atau kedatangan teladan-teladan dasar tingkah laris yang bukan hasil mencar ilmu.[1]

Dalam defenisi yang lain perkembangan itu yaitu perubahan-perubahan psiko-fisik selaku hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi psikis dan fisik pada anak, ditunjang oleh faktor lingkungan dan proses mencar ilmu dalam pasage waktu tertentu menuju kedewasaan.

Perkembangan yakni pola perubahan biologis, kognitif, dan sosioemosional yang dimulai sejak lahir dan terus berlanjut di sepanjang hayat.[2]

Perkembangan mampu pula diartikan sebagai proses transmisi dari konstitusi psiko-fisik yang herediter, dirangsang oleh aspek-faktor lingkungan yang menguntungkan, dalam perwujudan proses aktif menjadi secara kontiniu.

Perkembangan itu berorientasi pada psikologis/kejiwaan atau mental. Dalam pemahaman sempit mampu disebutkan sebagai: proses pematangan fungsi-fungsi yang non-fisik. Maka kemajuan anak itu sering kali diumpamakan dengan mekar-berkembangnya kuncup bunga yang belum ada gunanya, yang kemudian mekar membengkak jadi sekuntum bunga, harum baunya, dan berwarna indah. Sekarang bunga menjelma berguna, dan mempunyai pesona bagi hewan-binatang serangga tertentu, tidak usang lalu bunga ini menjadi benih. Maka sesuai dengan usulan diatas, seorang bai itu belum mempunyai daya dan belum berguna (belum memiliki nilai pragmatis). Lama-kelamaan ia menjadi anak muda dan jadi sampaumur, yang berdaya dan mampu melaksanakan sesuatu usaha. Juga menjadi memiliki kegunaan, alasannya mampu bekerja dan menghadirkan hasil atau mata pencaharian.

Sepintas lalu memang ada persamaan lahiriah dari tanda-tanda perkembangan anak dan kuncup bunga tersebut. Namun janganlah perkembangan anak disamakan secara mutlak dengan berkembangnya kuncup bunga . Perbedaan penting dalam hal ini ialah: pertumbuhan bunga yaitu akibat dari pertumbuhan organis, yang berjalan secara mekanis –otomatis. Contohnya: jikalau cahaya matahari cukup, air dan kuliner ada, serta hawa udara baik, bunga akan mekar dengan sendirinya.[3]

Berdasarkan uraian-uraian di atas, penulis berkesimpulan bahwa pertumbuhan yaitu rentetan perubahan jasmani dan rohani insan menuju ke arah yang lebih maju dan tepat. Namun, perlu juga penulis mengemukakan bahwa sebagian orang menganggap kemajuan sebagai proses yang berlainan dari kemajuan. Menurut mereka berkembang itu tidak sama dengan tumbuh, begitupun sebaliknya.

Berikut ini mampu penulis paparkan bagaimana bantu-membantu ciri-ciri kemajuan itu sehingga mampu tampakperbedaannya dengan kemajuan.

Pertumbuhan
Perubahan kuantitatif yang mengacu pada jumlah, besar, dan luas yang bersifat nyata
Kenaikan dan penambahan ukuran yang berangsur-angsur mirip badan yang menjadi besar dan tegap, juga kaki dan tangan yang makin panjang

Perkembangan
Proses pergeseran kualitatif yang mengacu pada kualitas fungsi organ-organ jasmaniyah, bukan organ-organ jasmaniyahnya itu sendiri. Dengan kata lain, pemfokusan arti perkembangan itu terletak pada penyempurnaan fungsi psikologis yang disandang oleh organ-organ fisik.[4]


Konsep Perkembangan Menurut Sears

Sears merumuskan kemajuan sebagai berikut: Perkembangan yakni sesuatu yang berkelanjutan, urut-urutan yang teratur dari kondisi yang membuat perbuatan, dorongan baru untuk bertindak dan acuan tingkah laku”.[5]

Konsep Perkembangan Teori Asosiasi Menurut Herbart

Herbart merumuskan teori kemajuan yang disebut dengan teori perkumpulan. Disebut demikian oleh alasannya adalah Herbart beropini bahwa seluruh proses perkembangan itu dikontrol dan dikuasai oleh kekuatan hukum sosial. Herbart berpendapat bahwa terjadinya perkembangan yakni oleh karena adanya komponen-unsur yang berasosiasi, sehingga sesuatu yang semula bersifat simple (unsur yang sedikit) kian usang makin kompleks dan banyak.

Herbart berpendapat demikian alasannya teorinya, bahwa anak gres lahir kondisi jiwanya masih higienis. Sejak alat inderanya mampu menangkap sesuatu yang datang dari luar, maka alat indera itu mengantarkan gambar, atau jawaban ke dalam jiwa nya. Makin banyak jawaban semakin banyak pula tanggapan. Di dalam jiwa, jawaban-balasan ini berasosiasi sesamanya, dengan kekuatan yang dapat diukur. Tanggapan yang sejenis berasosiasi dan tidak sejenis tolak menolak secara mekanis, dan semakin lama semakin banyak, makin kompleks. Dan inilah kemajuan itu.

Konsep Perkembangan Menurut Teori Gestalt (Wilhelm Wundt)

Teori ini lahir selaku reaksi terhadap teori Herbart. Mereka beropini proses pertumbuhan bukan berlangsung dari sesuatu yang simple ke sesuatu yang kompleks, melainkan berjalan dari sesuatu yang bersifat global (menyeluruh namun kurang jelas) ke makin usang kian dalam keadaan terang, nampak bagian-bagian dalam keseluruhan itu. Kaprikornus dari kondisi gestalt ke struktur. Bagian-bab ini ialah kesatuan-kesatuan tertentu yang gres berguna jika beliau berada dalam gestalt tersebut. Ia berada di tempatnya yang spesifik dan akan merusak Gestalt jika dia dipisahkan.

Seperti halnya sepeda (yang mampu dinaiki), yakni sesuatu Gestallt dari bab-bagian yang masing-masing merupakan kesatuan: setir, roda, rantai, gird an sebagainya. BIla salah satu bagian kesatuan itu (roda mislanya) dipisahkan, maka rusaklah gestalt sepeda itu (tidak mampu dinaiki lagi).

Kaprikornus, dengan tegas mereka berpendapat bahwa perkembangan bukan proses-proses perkumpulan melainkan proses differensiasi.

Neo gestalt (Kurt Lewin) menyertakan adanya proses stratifikasi dalam proses differensiasi. Tegasnya disamping adanya differensiasi yang berlangsung terus, kelanjutan differensiasi itu pun berkembang setahap demi setahap Se-strata demi se- strata.

Pada era bayi, beliau mengalami proses differensiasi kemudian naik ke tahap (strata) kurun kanak-kanak. Dalam periode kanak-kanak ini proses differensiasi berlangsung terus, lalu naik ke strata abad anak. Demikian seterusnya.


Konsep Perkembangan Teori Sosialisasi Menurut James Mark Baldwin

Teori ini berpendapat bahwa proses kemajuan itu ialah proses sosialisasi dari sifat individualistis. Dalam hal ini Baldwin terkenal dengan teori : Circulair Reaction. Ia beropini bahwa kemajuan sebagai proses sosialisasi, yakni dalam bentuk palsu yang berjalan dengan penyesuaian dan seleksi. Adaptasi dan seleksi berjalan atas dasar aturan efek (law of effect) . Tingkah laku langsung seseorang adalah hasil dari peniruan (palsu).

Kebiasaan ialah palsu terhadap diri sendiri, sedang adaptasi yakni peniruan terhadap orang lain. Oleh efeknya sendiri tingkah laku itu dipertahankan. Selanjutnya oleh efeknya sendiri tingkah laku itu dapat ditingkatkan faedah dan prestasinya. Dalam hal yang demikian inilah terkandung daya kreasi, sehingga manusia mampu memakai hasil peniruan itu sesuai dengan kebutuhannya sendiri. Teori ini menerima bantuan dari W. Stern

Konsep Perkembangan Teori Freuidism (Sigmund Freud)

Teori ini dikemukakan oleh seorang pemuka dalam Psikologi. Dalam yang berjulukan Sigmund Freud . Dalam mengemukakan teorinya, dia memakai sebagai contoh: Pada periode bayi insan belum bermoral kemudian sesudah memiliki tabiat secara heterogen, dan akibatnya mempunyai budbahasa dengan norma yang ditetapkan sendiri secara autonom.

Proses pemilikan moral dari heterogen ke budpekerti autonom ini disebut internalisasi. Sebab, norma moral tersebut diputuskan sendiri oleh manusia dengan menggunakan factor internnya.

Proses internalisasi ini berjalan dengan identifikasi. Oleh karena proses ini memakai masyarakat selaku aspek utama maka teori ini mampu dimaksudkan pula selaku teori sosialisasi. Yang mampu dimaksudkan pula selaku teori sosialisasi ialah teori Langeveld. Ia menyusun teorinya atas empat azas, yaitu: azas biologis, azas ketidakberdayaan, azas keamanan, azas eksplorasi.

Mula-mula kemajuan yang dialami manusia yaitu kemajuan biologis. Yaitu dari telur ke janin, kemudian menjadi bunyi dan seterusnya, kemudian gres secara psikis. Yang bermula dari sifatnya yang tidak berdaya. Tetapi karena tidak berdaya inilah justru memungkinkan terjadinya kemajuan, bila ia berada dalam pergaulan antar insan. Intuk itu, dia memerlukan rasa kondusif, rasa dilindungi, sehingga memungkinkan adanya peluang untuk berimitasi, mengikuti keadaan, maupun identifikasi. Selanjutnya, karena kemajuan itu sendiri ada pada dirinya secara kodrat, maka si anak mengadakan eksplorasi untuk memungkinkan diri sebagai warga penduduk . Demikianlah, proses pertumbuhan itu berlangsung hingga remaja.[6]


B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan

Adapun perihal aspek-aspek yang mensugesti perkembangan siswa, para andal berbeda usulan alasannya sudut pandang dan pendekatan mereka kepada keberadaan siswa tidk sama. Untuk lebih jelasnya, berikut ini penyusun paparkan pedoman-pedoman yang berafiliasi dengan aspek-aspek yang menghipnotis perkembangan:

a). Aliran Nativisme

Nativisme yakni suatu dogma filosofis yang kuat besar kepada ajaran pedoman psikologis. Tokoh utama aliran ini berjulukan Arthur Schopenhauer (1788-1860) seorang filsof Jerman. Menurut pemikiran ini kemajuan insan itu ditentukan oleh pembawaannya, sedangkan pengalaman dan pendidikan tidak besar lengan berkuasa apa-apa. Dalam ilmu pendidikan, persepsi seperti ini disebut “pesimisme pedagogis”.

Sebagai acuan: bila sepasang orang bau tanah hebat musik, maka anak-anak yang mereka lahirkan akan menjadi pemusik pula. Makara pembawaan dan talenta orang bau tanah selalu besar lengan berkuasa mutlak kepada pertumbuhan kehidupan anak-anaknya.

b). Aliran Empirisme

Kebalikan dari fatwa nativisme yakni ajaran empirisme dengan tokoh khususnya John Locke (1632-1704). Nama asli aliran ini yaitu “”The School of British Empiricism”(aliran empirisme Inggris). Namun anutan ini lebih kuat kepada para pemikir Amerika Serikat, sehingga melahirkan sebuah pedoman filsafat bernama”enviromentalisme”(pedoman lingkungan) dan psikologi bernama”enviromental Psychology” (psikologi lingkungan) yang masih relatif baru.

Doktrin empirisme yang amat masyhur adalah “tabula rasa”, suatu ungkapan Latin yang bermakna watu tulis kosong atau lembaran kosong (blank slate/blank tablet). Doktrin tabula rasa menekankan arti penting pengalaman, lingkungan, dan pendidikan dalam arti kemajuan manusia itu semata-mata bergantung pada lingkungan dan pengalaman pendidikannya, sedangkan talenta dan pembawaan semenjak lahir dianggap tidak ada pengaruhnya. Dalam hal ini, para penganut empirisme menilai setiap anak lahir seperti tabula rasa, dalam keadaan kosong, tidak punya kemampuan dan talenta apa-apa. Hendak menjadi apa seorang anak kelak bergantung pada pengalaman/lingkungan yang mendidiknya.

Memang sukar dibantah bahwa lingkungan mempunyai imbas besar terhadap proses kemajuan dan periode depan siswa. Dalam hal ini lingkungan keluarga (bukan talenta bawaan dari keluarga) dan lingkungan penduduk sekitar sudah terbukti menentukan tinggi rendahnya kualitas sikap dan abad depan seorang siswa.

c). Aliran Konvergensi

Aliran ini merupakan adonan antara ajaran empirisme dengan aliran nativisme. Aliran ini menggambarkan arti penting hereditas (pembawaan) dengan lingkungan sebagai aspek-aspek yang kuat dalam kemajuan insan. Tokoh utama konvergensi berjulukan Louis William Stern (1871-1938), seorang filosof dan psikolog Jerman.

Aliran filsafat yang dipeloporinya disebut”personalisme”, suatu anutan filosofis yang sungguh besar lengan berkuasa terhadap disiplindisplin ilmu yang berkaitan dengan manusia. Di antara disiplin ilmu yang memakai asas personalisme adalah “personologi” yang berbagi teori yang komprehensif (luas dan lengkap) tentang kepribadian manusia.

Dalam menetapkan aspek yang mempengaruhi kemajuan insan, Stern dan para hali yang mengikutinya tidak cuma berpegang pada lingkungan/pengalaman juga tidak berpegang pada pembawaan saja, namun berpegang pada kedua faktor yang serupa pentingnya itu, faktor pembawaan tidak memiliki arti apa-apa bila tanpa faktor pengalaman. Demikian pula sebaliknya, aspek pengalaman tanpa faktor bakat pembawaan tak akan mampu mengembangkan manusia yang cocok dengan harapan.

Para penganut ajaran ini berkeyakinan bahwa baik aspek bawaan maupun faktor lingkungan andilnya sama besar dalam memilih periode depan seseorang. Kaprikornus, seorang siswa yang lahir dari keluarga santri atau kiyai, misalnya, kelak beliau akan menjadi mahir agama kalau dididik di lingkungan pendidikan keagamaan.

Hasil proses pertumbuhan seorang siswa tak mampu dijelaskan hanya dengan menyebutkan pembawaan dan lingkungan. Artinya. Keberhasilan seorang siswa bukan alasannya adalah pembawaan dan lingkungan saja, sebab siswa tersebut tidak cuma dikembangkan oleh pembawaan dan lingkungannya namun juga oleh diri siswa itu sendiri. Setiap orang, tergolong siswa tersebut, memiliki potensi self-direction dan self discipline yang memungkinkan dirinya bebas menentukan antara mengikuti atau menolak sesuatu (hukum atau stimulus) lingkungan tertentu yang hendak mengembangkan dirinya. Alhasil, siswa itu sendiri mempunyai peluangpsikologis tersendiri untuk berbagi talenta dan pembawaannya dalam konteks lingkungan tertentu.

Berdasarkan uraian tentang aliran-aliran iktikad filosofis yang bekerjasama dengan proses pertumbuhan di atas, penyusun berkesimpulan bahwa aspek yang menghipnotis tinggi-rendahnya kualitas hasil pertumbuhan siswa pada dasarnya terdiri atas dua macam.

1. Faktor Intern, yaitu faktor yang ada dalam diri siswa itu sendiri yang mencakup pembawaan dan kesempatanpsikologis tertentu yang turut membuatkan dirinya sendiri.

2. Faktor Eksternal, adalah hal-hal yang datang atau ada di luar diri siswa yang meliputi lingkungan (terutama pendidikan) dan pengalaman berinteraksi siswa tersebut dalam lingkungannya.[7]


C.Tahap-Tahap Perkembangan

Secara biasa , proses dapat diartikan selaku runtutan pergeseran yang terjadi dalam perkembangan sesuatu. Adapun maksud kata proses dalam pertumbuhan siswa ialah tahapan-tahapan perubahan yang dialami seorang siswa, baik yang bersifat jasmaniah maupun yang bersifat rohaniah. Proses dalam hal ini juga bermakna tahapan pergeseran tingkah laris siswa, baik yang terbuka maupun yang tertutup.

Proses bias juga memiliki arti cara terjadinya pergeseran dalam diri siswa atau respon /reaksi yang ditimbulkan oleh siswa tersebut. Proses perkambangan dengan pengertian mirip ini menurut Hurlock (1980) merupakan-pergeseran yang berhubungan dengan kemajuan (Developmental Changes). Manusia, menurut Elizabet B. Hurlock, tak pernah statis atau mandek, sebab perubahan-pergantian selalu terjadi dalam dirinya dalam banyak sekali kapasitas (kemampuan) baik yang bersifat biologis maupun yang bersifat psikologis.

Secara global, seluruh proses pertumbuhan individu hingga menjadi “person”(dirinya sendiri) berjalan dalam tiga tahapan, yakni:

1) Tahapan proses konsepsi (pembuahan sel ovum ibu oleh sel sperma ayah)
2) Tahapan proses kelahiran (saat keluarnya bayi dari rahim ibu kea lam dunia bebas)
3) Tahapan proses perkembangan individu bayi tersebut menjadi seorang eksklusif yang khas (development or selfhood)[8]


D. Tahap-Tahap Perkembangan Menurut Konsep Aliran-Aliran Psikologi

Tahap-tahap atau fase perkembangan berdasarkan para tokoh psikologi dibedakan atas dasar biologis, psikologis, dan pendidikan. Secara rinci fase-fase pertumbuhan adalah selaku berikut:

1. Fase –fase pertumbuhan berdasarkan biologik

a. Menurut Aristoteles

Aristoteles menggambarekan perkembangan anak sejak lahir sampai dewasa itu dalam dalam tiga tahap, yang masing-masing lamanya tujuh tahun.

· Fase I dari 0,0 sampai 7,0 (era anak kecil atau masa bermain)
· Fase II dari 7,0 sampai 14,0 (masa anak, abad mencar ilmu,atau abad sekolah rendah)
· Fase III dari 14,0 hingga 21,0 (periode sampaumur atau pubertas , kurun peralihan dari anak menjadi sampaumur)

b. Menurut Kretschmer

Kretschmer berpendapat bahwa sejak lahir sampai remaja anak melewati empat fase, ialah:

· Fase I: dari umur 0,0 sampai 3,0 tahun. Pada tahap ini anak nampak pendek dan gemuk
· Fase II : dari umur 3,0 sampai 7,0 tahun. Pada tahap ini nampak langsing (memanjang dan meninggi)
· Fase III : dari umur 7,0 hingga 13 tahun. Pada tahap ini anak nampak pendek dan gemuk seperti pada tahap awal
· Fase IV : dari umur 13 tahun sampai 20 tahun. Pada tahap ini anak nampak langsing mirip tahap II.

c. Menurut Freud

Tahap-tahap perkembangan manusia ini menurut Freud membagi menjadi empat fase, ialah:

· Fase Oral : dari umur 0,0 hingga 1,0 tahun. Pada tahap ini ekspresi merupakan kawasan utama dari aktifitas yang dinamika pada insan
· Fase Anal : dari umt 0,0 samapi 3,0 tahun. Pada tahap ini dorongan dan aktivitas gerak berpusat pada fungsi pembuangan kotoran (anus)
· Fase Falis : dari umur 3,0 tahun hingga 5,0 tahun. Pada tahap ini alat-alat kelamin merupakan kawasan erogen yang penting dan pendorong aktifitas.
· Fase Laten : dari umur 5,0 tahun hingga 12 tahun. Pada tahap ini dorongan-dorongan aktifitas cenderung untuk istirahat dalam arti tidak memajukan kecepatan pertumbuhan
· Fase Pubertas : dari umur 12 tahun sampai 20 tahun. Pada tahap ini dorongan-dorongan mulai aktif kembali.Kelenjar-kelenjar endoktrin berkembang pesat dan berfungsi mempercepat kemajuan ke arah kematangan.
· Fase Genital : sehabis umur 20 tahun dan seterusnya, maka dalam tahap ini kemajuan genital merupakan dorongan yang penting bagi tingkah laris seseorang dan telah siap untuk terjun ke dalam kehidupan penduduk sampaumur.


2. Fase Perkembangan Berdasarkan Didaktik/Pedagogik

a. Pendapat Johan Amos Comenius

Fase-fase perkembangan jiwa berdasarkan didaktik menurut Comenius dibedakan menjadi empat fase, ialah:

· Fase I : umur 0,0 hingga 6,0 tahun. Pada tahap ini anak masuk Scola Materna (sekolah ibu)
· Fase II : umur 6,0 samapi 12 tahun. Pada tahap ini anak masuk scola Vermacula (sekolah bahasa ibu)
· Fase III : umur 12 tahun sampai 18 tahun. Pada tahap ini anak masuk Scola Latina (sekolah latin)
· Fase IV : Umur 18 tahun hingga 24 tahun. Pada tahap ini anak masuk academica (akademia)


Comenicus berpendapat bahwa tingkat perkembangan jiwa anak dipakai sebagai dasar dalam pembagian sekolah, sehingga terjadi beragam sekolah yang digunakan tempat pendidikan anak sesuia dengan umurnya

b. Pendapat J.J. Rousseau

Fase-fase perkembangan manusia yakni:

· Fase I : dari umur 0,0 sampai 2,0 tahun. Tahap ini disebut tahap asuhan
· Fase II : dari umur 2,0 hingga 12 tahun. Tahap ini dinamakan tahap pendidikan jasmani dan latihan-latihan panca indera
· Fase III : dari umur 12 hingga 15 tahun. Tahap ini disebut tahap pendidikan nalar pikiran
· Fase IV : dari umur 15 sampai 20 tahun. Tahap ini disebut tahap pembentukan adab dan pendidikan agama.

Berdasarkan fase pertumbuhan tersebut maka masing-masing tingkat pendidikan sekolah, harusnya menawarkan pelajaran dan mendidik sesuai dengan pertumbuhan penerima bimbing. Keduanya yakni apa yang diberikan dan cara mengajar dan mendidik harus disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan peserta didik.


3. Fase Perkembangan Berdasarkan Psikologis

a). Pendapat Oswald Kroch

Selama perkembangannya individu mengalami periode trotz (kegoncangan dua kali, kemajuan itu dapat dilukiskan selaku proses evolusi, maka pada abad kegoncangan itu, pertumbuhan individu mampu digambarkan melalui tiga era, yakni:
  • Dari lahir hingga dengan abad trotz pertama yang lazimnya disebut kurun kanak-kanak
  • Dari masa trotz pertama hingga dengan trotz kedua, lazimnya disebut kala keharmonisan bersekolah’
  • Dari trotz kedua hingga dengan simpulan dewasa, lazimnya disebut masa kematangan

b). Pendapat Khosntam

0-2 tahun (masa vital)
2-7 tahun (era estetis)
7-13/4 tahun (era intelektual)
3/14 tahun 20/21 tahun (periode sosial)[9]

Menurut Kartini Kartono dalam bukunya Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan), ada beberapa tokoh dalam pedoman lainnya yang mengemukakan wacana tahap atau desain pertumbuhan anak diantaranya:

a). Pendapat Charlotte Buhler

Buhler membagi abad perkembangan sebagai berikut:
Fase Pertama, 0-1 tahun: periode menghayati obyek-obyek di luar diri sendiri, dan ketika melatih fungsi-fungsi. Terutama melatih fungsi motorik, yakni fungsi yang berhubungan dengan gerakan-gerakan dari tubuh dan anggota badan

Fase kedua, 2-4 tahun: masa pengenalan dunia obyektif di luar diri sendiri, diikuti penghayatan subyektif. Mulai ada pengenalan pada AKU sendiri, dengan derma bahasa dan kemauan sendiri. Anak tidak mengenal dunia luar berdasarkan pengamatan obyektif, melainkan memindahkan kondisi batinnya pada benda-bemda di luar dirinya. Karena itu dia bercakap-piawai dengan bonekanya, bergurau dan mengobrol dengan kelincinya. Seperti kedua binatang dan benda permainan itu benar-benarmemilki sifat-sifat yang dimilikinya sendiri. Fase ini disebut pula sebagai fase bermain, dengan subyektivitas yang sangat menonjol.

Fase ketiga, 5-8 tahun: abad sosialisasi anak. Pada saat ini anak mulai memasuki penduduk luas (contohnya taman kanak-kanak, pergaulan dengan kawan-kawan sepermainan, dan sekolah rendah). Anak mulai mencar ilmu mengenal dunia sekitar secara obyektif. Dan beliau mulai belajar mengenal arti prestasi pekerjaan, dan tugas-tugas kewajiban.

Fase keempat, 9-11 tahun: abad sekolah rendah. Pada kurun ini anak meraih obyektifitas tertinggi. Masa penyelidik, acara menjajal dan bereksperimen, yang distimulir oleh dorongan-dorongan meniliti dan rasa ingin tahu yang besar. Merupakan era pemusatan dan penimbunan tenaga untuk berlatih, menjelajah dan bereksplorasi.

Pada akhir fase ini anak mulai “menemukan diri sendiri”, yakni secara tidak sadar mulai berfikir wacana diri langsung. Pada waktu itu anak seringkali mengasingkan diri.

Fase kelima, 14-19 tahun: kala tercapainya sintese antara perilaku kedalam batin sendiri dengan perilaku obyektif. Untuk kedua kali dalam kehidupannya anak bersikap subyektif ( Subyektifitas pertama terdapat pada fase kedua, ialah usia 3 tahun). Akan tetapi subyektifitas kedua kali ini dilakukannya dengan sadar.


Setelah berumur 16 tahun perjaka dan pemudi mulai berguru melepaskan diri dari problem tentang diri sendiri. Ia lebih mengarahkan minatnya pada lapangan hidup konkrit, yang dulu cuma diketahui secara subyektif belaka. Lambat laun akan terbentuk persesuaian antara pengarahan diri ke dalam dan pengarahan diri ke luar. Diantara subyek dan obyek ( yang dihayatinya) mulai terbentuk satu sintese. Dengan tibanya kurun ini, tamatlah abad kemajuan anak dn pertumbuhan dewasa. Melalui Individu yang bersangkutan memesuki batas kedewasaan.

b). Hackel

Hackel, seorang sarjana Jerman mengemukakan aturan biogenetis selaku berikut:

Ontogenese itu yakni rekapitulasi dari phylogenese artinya, pertumbuhan individu itu ialah ulangan ringkas dari pertumbuhan manujsia.

Hukum biogenetis ini disebut pula sebagai teori rekapitulasi. Penjelasan teori tadi yakni selaku berikut: perkembangan jiwani anak itu ialah ringkasan pendek dari proses kehidupan manusiawi. Menurut teori ini, semua bentuk gejala pertumbuhan dari kehidupan psikis insan di dunia akan dijalani oleh anak dengan “langkah-langkah besar, dan dalam waktu yang singkat”(ada kependekan dan percepatan langkah hdup). Misalnya, kesukaan anank-anak pada warna-warna yang menyala, sama dengan kesukaan dari suku bangsa-bangsa yang masih primitif. Kesenangan anak pada musik dan suara gaduh, juga sama dengan kesukaan suku-suku yang primitif. Ketakutan anak-anak pada setan dan hantu-hantu menyamai anggapan yang animistis pada bangsa-bangsa yang belum beadab.

Menurut teori ini, orang membedakan 4 kurun dalam kala pertumbuhan anak, yaitu
  • Masa perampokan/penggarongan dan kurun perburuan, sampai kira-kira usia 8 tahun. Pada masa ini, belum dewasa menunjukkan kesukaan menangkap macam-macam binatang dan serangga, main panah-panahan dan ketapel-pelanting, membangun teratak, main selinap, megendap-ngendap, dan mengejar-ngejar mitra-kawannya.
  • Masa Penggembalaan, 8-10 tahun. Pada usia ini anak suka sekali memelihara ternak dan hewan jinak. Misalnya memelihara kelinci, merpati, bajing, kucing, anjing, kambing, domba, ayam, dan lain-lain. Dengan sarat kasih sayang bawah umur menimang-nimang dan membelai binatang peliharaannya.
  • Masa Pertanian, 11-12 tahun. Pada usia ini anak menunjukkan kesukaan menanam macam-macam tetumbuhan dan kegiatan berkebun.
  • Masa perdagangan, 13-14 tahun. Anak gemar sekali menghimpun macam-macam benda, serta bertukar/”jual-beli” perangko, uang receh, kartu pos bergambar, manik-manik, kerikil-batuan dan lain-lain.

Ada teori yang menyebut teori rekapitulasi ini selaku teori persamaan, sebab era perkembangan anak tersebut seperti dengan perjalanan historis insan (Claparede dari Swiss).

c). Menurut William Stern

William Stern menyebutkan aturan biogenetis dari hackel tadi sebagai paralel-paralel genetis. Sebab tidak setiap perkembangan psikis anak merupakan ulangan sempurna dari pengalaman historis manusia. Akan namun memang ada banyak paralelitas atau persamaannya, contohnya saja, priode 2-7 tahun, disamakan oleh Stern dengan kehidupan suku-suku bangsa alam (natuurvolken). Tahun-tahun pertama di sekolah dasar disamakan dengan priode berkuasanya kaum patriakh. Sedangkan era pubertas disamakan dengan priode aufklarung (anutan di jerman pada kala ke-18 yang menuntut adanya penerangan jiwa/ Geestes-verlichting).

Pada biasanyaseorang anak muda disebut selaku dewasa apabila ia sudah mencapai umur 21 tahun. Karena pada usia ini beliau dianggap mampu bangun sendiri, dan mampu bertanggung jawab dalam melaksankan peran hidupnya. Perkembangan badani dan jiwaninya pada taraf tersebut dianggap mencapai sebuah “penyelesaian” tertentu, karena individu sudah menerima satu pendirian dan perilaku hidup pendiri.

Dengan pengalaman dan kemampuannya beliau dianggap sanggup menjadi seoarang langsung atau person ialah seorang manusia “remaja gres”. Dia dianggap bsa mampu berdiri diatas kaki sendiri, dan menjadi insan “yang dicita-citakan” berdasarkan contoh angan-angannya, ialah seorang insan baik atau manusia buruk berdasarkan tolok ukur normatif sendiri. Pada ketika inilah betul-betul dimulai proses pendidikan diri sendiri atau proses Bildung oleh anak tersebut.

Apakah dia menjadi bertambah sempurna dan semankin kaya hidup kejiowaannya, ataukah menjadi lebih buruk dan jahat, seluruhnya dipengaruhi oleh pilihannya sendiri dan pengalaman-pengalaman hidupnya. Kaprikornus semata-mata bergantung pada cara individu mengolah dan mengahayati pengalaman tadi untuk sampai pada taraf sedemikian diperlukan pengembangan kemampuan:

a. Mengontrol diri sendiri
b. Kepatuhan kepada disiplin yang kokoh
c. Kejujuran dan keberanian untuk melakukan introspeksi atau mawas diri

Dengan modal kesanggupan tersebut akan muncul kesadaran pada anak muda akan tanggung jawab untuk pembentukan diri sendiri menjadi pribadi yang berwatak dan bernilai tinggi secara susila.[10]


E. Ciri-Ciri Kematangan

Setiap fenomena /gejala perkembangan anak merupakan produk dari kerjasama san efek timbal balik antara potensialitas hereditas dengan factor-aspek lingkungan. Jelasnya perkembangan ialah produk dari:

1) Pertumbuhan dan pematangan fungsi-fungsi fisik
2) Pematangan fungsi-fungsi psikis
3) Usaha”belajar”oleh subyek/anak dalam mencobakan segenap potensialitas rohani dan jasmaninya.

Dengan demikian, kaitan antara kemajuan yang meliputi faktor-faktor psikis serta aspek jasmani, dan mencar ilmu lebih lanjut yang dimungkinkan karena proses pertumbuhan itu menjadi makin kompleks. Dalam arti demikianlah boleh dibilang : anak berguru karena telah berkembang. Dalam kaitan ini mampu dipakai istilah “kematangan”dan “periode peka”. Namun, kedua ungkapan tersebut dapat diartikan dengan banyak sekali cara:

1) Kematangan selaku “kematangan seksual’’. Dalam arti demikian, tergolong aspek jasmani dalam perkembangan (pertumbuhan) dan tidak tergantung pada perjuangan belajar anak sendiri.

2) Kematangan sebagai”keseluruhan proses kemajuan telah hingga tahap tertentu, sehingga memungkinkan anak mempelajari hal-hal baru”. Misalnya anak baru siap pada kurun akil balig cukup akal untuk berguru mengambil peranan dalam kehidupan masyarakat luas dan menjadi anggota masyarakat. Lain teladan yaitu kematangan yang dituntut jika anak akan masuk jenjang pendidikan dasar (SD-Sekolah Menengah Pertama). Dalam arti demikian, kematangan untuk sebagian bergantung pada perkembangan dan untuk sebagian pada perkembangan psikis yang menuntut berguru.

3) Kematangan selaku “periode yang sebaik-baiknya untuk menyebarkan sebuah fungsi tertentu dalam diri seorang anak”. Misalnya, anak yang sudah mampu berjalan kaki akan berkeliling dalam rumah dan mengajukan pertanyaan-tanya perihal benda yang ditemui. Inilah kala anak akn siap untuk maju dalam asprk pertumbuhan intelektual. Dia mulai mengenal benda-benda baru dan kata-kata baru sebagai nama bagi semua benda itu. Misalnya, masa remaja ialah era yang ideal untuk berbagi kesadaran wacana moralitas, yang lalu mengendap dalam pengambilan sikap dan penghayatan nilai-nilai akhlak dan agama. Demikian pula pada kurun remaja faktor kemajuan sosial dapat meluas lagi lewat pembinaan relasi percintaan dengan jenis lainnya. Kalau kematangan diartikan demikian, dipakai juga istilah “kala peka”.[11]

Individu-individu yang mampu melaksanakan aktualisasi diri sepenuhnya adalah individu-individu yang mempunyai kepribadian sehat. Sedangkan kepribadian sehat ialah kepribadian yang bukan saja terlepas dari pertentangan-pertentangan yang ada keterkaitannya dengan masa anak-anak dan luka-luka emosional masa lampau, namun lebih dari itu yakni bisa mewujudkan sumber-sumber yang tersembunyi berupa talenta kreatifitas, energy dan dorongan. Dan fokusnya adalah kearah apa seseorang mampu menjadi dirinya sendiri, bukan kepada apa yang sudah terjadi atau ada pada dikala ini. Di dalam kepribadian yang sehat terdapat ciri-ciri kedewasaan atau kematangan. Banyak pendapat jago yang menerangkan wacana cirri-ciri kematangan tersebut, di antaranya yaitu usulan Abraham Maslow, yaitu:
  • Memiliki kesanggupan menerima diri sendiri, orang lain dan alam dunia ini tanpa perasaan malu atau bahkan suatu kebencian.
  • Terdapat aktualisasi diri, dan kemampuan efesiensi dalam mendapatkan realita yang ada.
  • Memiliki kesanggupan untuk bebas dan bangkit sendiri.
  • Memiliki rasa sosial yang mendalam, dan kemampuan identifikasi.
  • Memiliki banyak spontanitas dalam mengapresiasikan dunia dalam kebudayaannya.
  • Memiliki kesegaran apresiasi yang terus menerus terhadap sesamanya dalam pengartian tidak kaku dan menoton, serta tidak bersikap stereotype.
  • Ada ketabahan dan keuletan dalam melakukan tugas-tugasnya.
  • Ada keinginan untuk mempunyai kebebasan dan otonomi diri.
  • Cakrawala kehidupannya tidak terbatas.
  • Cukup pilih-pilih dalam menjalin hubungan-sosial.
  • Ada kesadaran humor yang filsafi, tidak mempunyai sikap berselisih kepada orang lain.
  • Memiliki ketabahan untuk berpegang pada tujuan simpulan yang akan dicapainya.
  • Memilikin kretifitas.
  • Di dalam struktur aksara, nilai-nilai dan sikapnya cukup demokratis.

F. Mengenali Tanda-Tanda Kedewasaan Pada Diri Seseorang

Para ahli psikologi dan psikiater setuju, bahwa kesuksesan seseorang ditandai dengan berkembangnya prestasi serta kematangan emosinya. Meski tidak ada orang yang menyangkal pernyataan ini, namun sedikit orang yang mengenali secara pasti wacana bagaimana penampilan seseorang yang sampaumur atau matang itu, bagaimana cara berpakaian dan berdandannya, bagaimana caranya menghadapi tantangan, bagaimana tanggung jawabnya terhadap keluarga, dan bagaimana pandangan hidupnya wacana dunia ini. Yang terang kematangan yakni suatu modal yang sungguh berguna. Sesungguhnya apa yang disebut dengan kematangan atau kedewasaan itu?

Kedewasaan tidak senantiasa berhubungan dengan intelegensi. Banyak orang yang sangat brilian namun masih seperti kanak-kanak dalam hal penguasaan perasaannya, dalam keinginannya untuk memperoleh perhatian dan cinta dari setiap orang, dalam bagaimana caranya memperlakukan dirinya sendiri dan orang lain, dan dalam reaksinya kepada emosi. Namun, ketinggian intelektual seseorang bukan hambatan untuk berbagi kematangan emosi. Malah bukti-bukti menawarkan keadaan yang sebaliknya. Orang yang lebih pandai condong memiliki kemajuan emosi yang lebih baik dan superior, serta mempunya kemampuan mengikuti keadaan atau kematangan sosial yang lebih baik.

Kedewasaan pun bukan bermakna kebahagiaan. Kematangan emosi tidak menjamin keleluasaan dari kesusahan dan kesulitan. Kematangan emosi ditandai dengan bagaimana konflik dipecahkan, bagaimana kesulitan dikerjakan. Orang yang sudah sampaumur memandanng kesusahan-kesulitannya bukan sebagai malapetaka, tetapi selaku tantangan-tantangan.

Apa sih kedewasaan/kematangan itu? Menurut kamus Webster, adalah suatu kondisi maju bergerak ke arah kesempurnaan. Definisi ini tidak menyebutkan preposisi "ke" melainkan "ke arah". Ini bermakna kita takkan pernah hingga pada kesempurnaan, tetapi kita mampu bergerak maju ke arah itu. Pergerakan maju ini uniq bagi setiap individu. Dengan demikian kematangan bukan sebuah kondisi yang statis, tapi lebih ialah suatu kondisi "menjadi" atau state of becoming. Pengertian ini menjelaskan, suatu masalah misal, mengapa seorang direktur bertindak sedemikian remaja dalam pekerjaannya, namun selaku suami dan ayah ia banyak berbuat salah. Tak ada seseorang yang mampu bertindak dan bereaksi terhadap semua situasi dan faktor kehidupan dengan kematangan sarat seratus persen. Mereka dapat menanggulangi banyak proble secara lebih akil balig cukup akal. Berikut ini ada beberapa kualitas atau tanda tentang kematangan seseorang. Namun, keharusan setiap orang ialah menumbuhkan itu di dalam dirinya sendiri, dan menjadi bagian dari dirinya sendiri. Maka, orang yang cukup umur/matang ialah:

1 .Dia mendapatkan dirinya sendiri

Eksekutif yang paling efektif yaitu dia yang mempunyai pandangan atau penilaian baik kepada kekuatan dan kelemahannya. Ia bisa menyaksikan dan menilai dirinya secara obyektif dan realitis. Dengan demikian beliau bisa menentukan orang-orang yang mampu membantu mengkompensasi kelemahan dan kekurangannya. Ia pun mampu memakai keunggulan dan bakatnya secara efektif, dan bebas dari putus asa-putus asa yang biasa muncul alasannya impian untuk meraih sesuatu yang bahu-membahu tidak ada dalam dirinya. Orang yang dewasa mengenal dirinya sendiri dengan lebih baik, dan selalu berusaha untuk menjadi lebih baik. Ia tidak berkepentingan untuk menandingin orang lain, melainkan berupaya berbagi dirinya sendiri. Dr. Abraham Maslow berkata, "Orang yang sampaumur ingin menjadi yang terbaik sepanjang yang dapat diusahakannya. Dalam hal ini dia tidak merasa mempunyai pesaing-pesaing.

2. Menghargai Orang Lain

Eksekutif yang efektif pun mampu menerima kondisi orang lain yang berbeda-beda. Ia dikatakan cukup umur kalau mampu menghargai perbedaan itu, dan tidak mencoba membentuk orang lain berdasarkan gambaran dirinya sendiri. Ini bukan berarti bahwa orang yang masak itu berhati lemah, alasannya jika kelemahan-kekurangan yang ada dalam diri seseorang itu telah sedemikian mengusik tujuan secara keseluruhan, dia tak segan memberhentikannya. Ukuran yang paling sempurna dan adil dalam kekerabatan dengan orang lain bahwa kita menghormati orang lain, yaitu ketiadaan impian untuk memperalat atau memanipulasi orang lain tersebut.

3 . Menerima Tanggung Jawab

Orang yang tidak remaja akan menyesali nasib buruk mereka. Bahkan, mereka beropini bahwa nasib buruk itu disebabkan oleh orang lain. Sedangkan orang yang telah remaja malah mengenal dan mendapatkan tanggung jawab dan pembatasan-pembatasan suasana dimana dia berbuat dan berada. Tanggung jawab adalah perasaan bahwa seseorang itu secara individu bertanggung jawab atas semua acara, atau suatu dorongan untuk berbuat dan menyelesaikan apa yang harus dan pantas diperbuat dan diatasi. Mempercayakan nasib baik pada atasan untuk memecahkan masalah diri sendiri ialah tanda ketidakdewasaan. Rasa aman dan senang diraih dengan mempunyai dogma dalam tanggung jawab atas kehidupan sendiri.

4 . Percaya Pada Diri Sendiri

Seseorang yang matang menyambut dengan baik partisipasi dari orang lain, meski itu menyangkut pengambilan keputusan direktur, karena yakin pada dirinya sendiri. Ia mendapatkan kepuasan yang mendalam dari prestasi dan hal-hal yang dikerjakan oleh anak buahnya. Ia mendapatkan perasaan gembira, bareng dengan kesadaran tanggung jawabnya, dan kesadaran bahwa anak buadanya itu tergantung pada kepemimpinannya. Sedangkan orang yang tidak akil balig cukup akal justru akan merasa sakit kalau ia dipindahkan dari peranan memberi perintah terhadap peranan pembimbing, atau jikalau beliau harus memberi tempat bagi bawahannya untuk tumbuh. Seseorang yang remaja belajar memperoleh suatu perasaan kepuasaan untuk menyebarkan kesempatanorang lain.

5 . Sabar

Seseorang yang akil balig cukup akal berguru untuk mendapatkan kenyataan, bahwa untuk beberapa persoalan memang tidak ada solusi dan pemecahan yang mudah. Dia tidak akan menelan begitu saja saran yang pertama. Dia menghargai fakta-fakta dan tabah dalam mengumpulkan gosip sebelum menawarkan rekomendasi bagi sebuah pemecahan duduk perkara. Bukan saja ia tabah, namun juga mengetahui bahwa yaitu lebih baik memiliki lebih dari satu planning penyelesaian.

6.Mempunyai Rasa Humor

Orang yang cukup umur berpendapat bahwa tertawa itu sehat. Tetapi beliau tidak akan menertawakan atau merugikan/melukai perasaan orang lain. Dia juga tidak akan tertawa jikalau humor itu membuat orang lain jadi terlihat ndeso. Humor semestinya ialah bab dari emosi yang sehat, yang menimbulkan senyuman hangat dan pancaran yang bagus. Perasaan humor anda menyatakan sikap anda kepada orang lain. Orang yang akil balig cukup akal menggunakan humor selaku alat melicinkan ketegangan, bukan pemukul orang lain.[12]


Daftar Pustaka dan Footnote
[1] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), Cet. IV, h. 42

[2] John W. Santrock, Psikologi Pendidikan, alih bahasa oleh Tri Wibowo B.S. judul orisinil: Educational Psychologi , (Jakarta: Kencana, 2010), edisi kedua, Cet ke II, h. 40

[3] Kartini Kartono, Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan), (Bandung: Bandar Maju, 1995), Cet. V, h. 21

[4] Muhibbinsyah,h. 42-43

[5] Singgih D. Nuarsa Gunarsa, Dasar dan teori Perkembangan Anak, (Jakarta: BPK gunung Mulia, 1990), Cet. V, h. 132

[6] Agus Sujanto, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Aksara Baru,1988), Cet. VI, h. 254-258

[7] Muhibbin Syah, h. 47

[8] Muhibbinsyah,h,48

[9] Rifa Hidayah, Psikologi Pengasuhan Anak, (Yogyakarta: UIN Malang Press,2009,Cet. I,h. 4-8

[10] Kartini kartono,h.28-34

[11] W.S. Winkel,.Psikologi Pengajaran,(Yogyakarta: Media Abadi,2004),Cet VI,h.25-26

[12] Diadaptasi dari "The Effective Psychology for Manager" oleh Mortimer R. Feinberg,

[13] Muhibbinsyah,h,48

Sumber http://makalahmajannaii.blogspot.com


EmoticonEmoticon