Kamis, 28 Mei 2020

Review: Foxtrot Six, Film Indonesia Rasa Hollywood

Ada yang telah nonton Foxtrot Six ? Pasti sudah banyak yang menyaksikan kedigdayaan Oka Antara, dkk berlaga, namun aku percaya tak sedikit juga yang masih baru berencana untuk melihatnya di final pekan nanti. Ya, film Foxtrot Six  yang sudah kita tunggu-tunggu telah muncul di layar bioskop tanggal 21 February 2019 kemarin. Fim ini ditulis dan digarap oleh tangan hambar sutradara pendatang baru, Randy Korompis dan berafiliasi dengan produser asal Amerika, Mario Kassar yang ialah produser legendaris dari film-film jadul terkemuka seperti Rambo (1982, 1985, 1988) dan Terminator (1991, 2003, 2009). Foxtrot Six ialah film bergenre drama sarat aksi yang menceritakan ihwal kondisi Indonesia di abad depan dengan mengkisahkan seorang mantan anggota mariner yang berjuang bareng sobat-temannya demi membebaskan Indonesia dari kemiskinan serta kepemimpinan rezim otoriter kejam bernama PIRANAS. Film Indonesia rasa Hollywood, mungkin begitulah kira-kira saat pertama kali melihat trailer film yang beredar di Youtube maupun televise, dita wangsit cerita yang baik, produser yang mumpuni, ditambah lagi actor terkemuka yang berlaga seperti Oka Antara , Julie Estelle , Chicco Jerikho , Rio Dewanto , Mike Lewis , Arifin Putra sampai Verdy Sulaiman menciptakan film ini terasa hebat. Namun trailer tetaplah trailer , tidak bisa menjadi kriteria isi bergotong-royong dalam film. Ketika film dimulai, perlahan ekspektasi kita mulai terpenuhi dengan ditampilkannya situasi Indonesia terkini, bagaimana keadaan dunia, dan bagaimana Indonesia yang disajikan dengan cara yang sangat bagus. Maksudnya? Sang sutradara bermaksud untuk memberitahukan kepada penonton wacana keadaan yang dialami Indonesia pada tahun 2031. Nah setelah itu? Saya agak “sakit mata” menyaksikan plotnya yang berjalan dengan cepat dimana penonton tampaknya tidak diberi potensi untuk masuk dan mendalami isi kisah hasilnya kurang begitu menikmati filmnya.Pengenalan karakternya pun terbilang tidak terlampau mulus, entah admin yang lemot apa memang filmnya yang “rusuh”, sehingga untuk mendalami setiap karakternya agak sukar. Dari sisi visual efek telah lumayan bagus namun jangan sesekali membandingkan dengan film Hollywood, karena tentu saja masih kalah jauh contohnya saja seperti warna serta kecerahan yang masih kurang enak dipandang. Namun, bila kita hubungkan Film ini dengan sang produser sendiri, Mario Kassar, yang merupakan produser film-film legendaris (jadul) di abad 90 – 2000 an (seperti yang kita ketahui imbas visual pada dikala itu bisa dibilang baik) sehingga tak heran jika Foxtrot Six se-keren film Mario Kassar pada zamannya. Yaa Mungkin jikalau sekarang ialah tahun 90 – 2000, Foxtrot Six mampu menjadi film yang luar biasa ahli dari sisi visual. Selain efek visual, yang menciptakan admin awalnya terheran-heran yaitu penggunaan Bahasa Inggris dalam film tersebut yang terasa dipaksakan. Kenapa harus dipaksakan menggunakan Bahasa Inggris? Entah karena ingin membuat film lebih prestige atau bagaimana, yang jelas dengan lokasi yang berada di Indonesia rasanya tidak perlu menggunakan Bahasa Inggris untuk dialognya. Sang produser sempat menyampaikan bahwa argumentasi menggunakan Bahasa Inggris dalam film yang sedang dibesutnya ialah semoga film tersebut bisa diterima di pasar yang lebih besar dengan mudah, padahal Indonesia saya rasa sudah punya banyak karya film yang tidak perlu menggunakan Bahasa Inggris tetapi tetap mampu terkenal diseluruh dunia. Namun, pertandingan selesai pada film yang menghabiskan dana puluhan milyar ini akan membuat penonton berdecak kagum melalui hidangan pertandingan yang “ AJIBB”, brutal, sadis, “ cadass” dan penuh pertumpahan darah. Seperti terobati sehabis sebelumnya disuguhi plot yang awut-awutan, terlalu cepat, serta membingungkan yang menjadi penghalang ketika menikmati film tersebut untuk menerima segi emosional dari kisah. Foxtrot Six , dengan segala kelebihan dan kekurangannya, paling tidak sudah berani menenteng sesuatu yang gres untuk perfileman Indonesia. Disamping itu sang sutradara, Randy Korompis, saya rasa cukup sukses untuk level sineas pendatang baru dan sangat patut diberi Applause untuk karyanya. Semoga saja, diawali dari Fostrot Six beliau bisa terus berkarya dan berkontribusi untuk perfileman Indonesia dan tidak menutup kemungkinan sang produser, Mario Kassar, menjadi jalan pembuka supaya produser dan sutradara Hollywood terkemuka bisa berkiprah di Indonesia. Sumber: nontonapa.com
Sumber https://blogblahbloh.blogspot.com


EmoticonEmoticon