Jumat, 11 Desember 2020

Makalah Sunan Abi Daudat-Timidzian-Nasa’I Dan Ibnu Majah

Makalah Sunan Abi Daud At-Timidzi An-Nasa’i dan Ibnu Majah
BAB I
PENDAHULUAN

Sebagian besar Alquran memperlihatkan garis-garis besar pemikiran dan prinsip untuk semua acara hidup manusia dalam suatu kerangka global, maka dalam upaya memahmi dan melaksanakan prinsip yang besifat global sunnah Rasul memainkan peranan penting, sebab hadis berfungsi sebagai klarifikasi terhadap Quran kedalam kehidupan sehari-hari. Sunnah hadis ialah sumber aliran Islam kedua sesudah Alquran. Sunnah sungguh diharapkan demi pemahman yang benar akan Quran, mengingat banyak wahyu Quran yang diturunkan sesuai dengann kondisi yang terjadi waktu itu, maka untuk memahaminya umat Islam mesti memiliki pengetahuan perihal kehidupan rasul yang sesungguhnya dan lingkukngan tempat ia berada. 

Dalam sejarah, tidak sedikitpun ulama hadis yang telah berupaya menghimpun hadis-hadis rasul dan mengkodifikasikannya. Proses pengkodifikasian hadis nabi Muhammad saw. telah berjalan dalam waktu yang cukup usang dan melibatkan banyak periwayat hadis. Diantara para ulama yang telah sukses mengumpulkan dan membukukan hadis-hadis Rasul tersebut yaitu Abu Daud, at-Tirmidzi, an-Nasai dan Ibn Majah. Untuk mengetahui an-Nasai dan Ibn Majah maka makalah ini akan menjajal membahas keduanya dengan konsentrasi kajian biografi an-Nasai dan Ibn Majah. Metode dan sistematika penulisan kitab masing-masing, evaluasi dan komentar ulama serta pakar. Kitab syara serta perbandingan antara keduanya. Makalah ini diakhiri dengan penutup.

BAB II
PEMBAHASAN
Makalah Sunan Abi Daud At-Timidzi An-Nasa’i dan Ibnu Majah

A. Biografi Abu Dawud
Nama lengkap Imam Abu Dawud adalah Sulaiman bin al-Asy as bin Ishaq bin Basyir bin Syidad bin ‘Amr al-Azi as-Sijistani. Beliau ialah seorang imam jago hadis yang sungguh teliti, tokoh ternama para ahli hadis dan pengarang kitab sunan. Beliau lahir pada tahun 202 H/817 M di Sijiatan.[1] Abu Dawud meninggal dunia di Basrah pada tanggal 16 Syawal 275 H/889 M.[2] Pribadi Abu Dawud sejak semenjak masih kecil ialah pecinta ilmu wawasan dan bergaul dengan para ulama guna mendapatkan ilmu yang diinginkannya. Sebelum akil balig cukup akal dia sudah melaksanakan rihlah ilmiyah dan mencar ilmu hadis keberbagai negeri seperti, Hijaz, Syam, Mesir, Irak, Jazirah, Sagar, Khurasan dan negeri-negeri lainnya. Hasil pengembarannya dikonklusikan dengan menyaring hadis-hadis untuk kemudian ditulis dalam sunannya. Di Baghdad beliau mengajarkan hadis dan fiqih kepada para penduduk dengan memakai kita sunan sebagai tumpuan terutama. Kitab sunannya menerima kebanggaan yang besar dari Imam Ahmad bin Hambal. Imam Abu Dawud Kemudian menetap di Basrah atas permintaan gubernur Basrah.[3]

B. Sistematika Penulisan dan Kandungan Sunannya
Imam Abu Dawud menyusun kitabnya di Baghdad. Minat terutama yaitu syariat, jadi kumpulan hadisnya berfokus murni pada hadis perihal syariat. Setiap hadis dalam kumpulannya diperiksa kesesuaiannya dengan alquran, begitu pula sanadnya. Beliau pernah menunjukkan kitab tersebut kepada Imam Ahmad bin Hambal untuk meminta perbaikan. Abu Dawud adalah salah seorang perawi yang mengumpulkan sekitar 50.000 hadis menentukan dan menuliskan 4.800 di antaranya dalam kitab Sunan Abi Dawud. Kriteria yang digunakan Abu Dawud sebagaimana sudah ditetapkan olehnya bahwa kitabnya terdiri dari hadis otentik, hadis yang seperti dengannya (yusybihuhu) dan hadis yang berdekatan dengannya (yuqarribuhu).[4]

Karya-karya di bidang kitab-kitab hadis seperti kitab jami’, Musnad dan sebagainya disamping berisi hadis-hadis hukum,juga memuat hadis-hadis yang berkenaan denan amal-amal yang terpiji (fada’il amal), dongeng-kisah, saran-rekomendasi (mawa’iz),adat dan tefsir. Cara demikian tetap belangsung sapai datang Abu Dawud. Maka Abu Dawud menyusun kitabbya khusus menampung hadis-hadis hukum dan sunnah-sunah yang menyangkut hukum. Ketika tamat Abu Dawud memberikan kitabnya itu terhadap Imam Ahmad bin Hambal , dan Ibn Hambal memujinya selaku kitab yang indah dan baik.[5]

Abu Dawud dalam Sunannya tidak cuma mncantumkan hadis-hadis otentik sebagaiman sudah dilaksanakan oleh al-Bukhari dan Muslim, tetapi dia memasukkan pula di dalamnya hadis asli, hadis hasan, hadis da’if yang tidak terlampau lemah dan hadis yang tidak disepakati para ulama untuk ditinggalkan. Hadis-hadis yang sungguh lemah ia jelaskan kelemahannya.[6] Cara yang ditempuh dalam kitabnya itu dapat dikenali dari suratnya yang dia kirimkan terhadap masyarakatMekkah sebagai jawaban atas pertanyaan yang di ajukan tentang kita Sunannya.

Kandungan Sunan Abi Dawud ialah selaku berikut: Kitab at-Taharah, Kitab as-Salat, Kitab az-Zakat, Kitab al-Manasik Wa al-Haj, Kitab an-Nikah, Kitab at-Talaq, Kitab as-Siyam, Kitab al-Jihad, Kitab al-Dahaya, Kiab al-Said, Kitab al-Wasaya, Kitab al-Fara’id, Kitab al-Kharaj wa al-Fai Wa al-Imarah, Kitab al-Janaiz, Kitab al-Aiman Wa an-Nuzur, Kitab al-Buyu, Kitab al-Ijarah, Kitab al-Aqdiyah, Kitab al-‘Ilm, Kitab al-Asyribah, Kitab al-At’imah, Kitab at-Tibb, Kitab al-Kahanah Wa at-Tatayyur, Kitab al-Huruf Wa al-Qiraat, Kitab al-Hammam, Kitab al-Libas, Kitab at-Tarajjul, Kitab al-Khatam, Kitab al-Fitan Wa al-Malahim, Kitab al-Mahdi, Kitab al-Malahim, Kitab al-Hudud, Kitab dl-Diyar, Kitab as-Sunnah, Kitab al-Adab

Kitab Sunan Abi Dawud diakui oleh secara umum dikuasai dunia muslim sebagai salah satu kitab hadis yang paling autentik. Namun dikenali bahwa kitab ini mengandung beberapa hadis lemah (yang sebagian ditandai ia dan sebagian tidak). Dengan kata lain beliau mengakui dan pertanda karena-sebabnya, seperti menurut beliau alasannya adalah ada komplemen kata-kata di dalam hadis tersebut, dan hal itu disengaja sebab kegalauan dia jika ditulis panjang tidak dapat diketahui oleh orang awam dalam hal aturan.[7]

C. Penilaian dan Komentar Ulama dan Pakar
Sebagai ulama hadis yang besar dan terkenal, keprofesionalan Abu Dawud dalam bidang hadis mendapatkan kebanggaan yang tidak sedikit dari para ulama, di antaranya:

Al-Hafiz Abu Sulaiman al-Khattabi, dalam muqaddimah kitabnya Ma’alim as-Sunan berkata: ”Ketahuilah, semoga Allah menyayangi kalian, bahwa kitab Sunan karya Abu Dawud yaitu sebuah kitab mulia yang belum pernah disusun suatu kitab pun tentang ilmu agama yang serta dengannya. Semua orang mendapatkannya dengan baik. Karenanya ia menjadi hakim antara para ulama dan andal fiqih yang berlainan mazhab. Masing-masing mempunyai mata air sendiri. Namun dari Sunan itulah mereka minum. Dan kitab ini pula yang menjadi pegangan para ulama Irak, Mesir, Maroko dan negeri-negeri lain.[8]

Ibn al-A’rabi, salah seorang perawi as-sunnah berkata: “ Ápabila seseorang tidak mempunyai kitab ilmu selain kitabullah dan kitab Sunan Abi Dawud maka beliau tidak membutuhkan lagi kitab lainnya”.[9] Imam Abu Hamid al-Gazali berkata: “ Sunan Abi Dawud telah cukup para mujtahid untuk mengenali hadis-hadis ahkam”. Demikian juga dua imam besar, an-Nawawi dan Ibn al-Qayyim al-Jauziyah telah menunjukkan kebanggaan terhadap kitab Sunan ini.[10] Ibn al-‘Arabi berkata, barangsiapa yang sudah menguasai alquran dan kitab Sunan Abi Dawud maka ia tidak membutuhkan kitab-kitab yang lain lagi. Imam al-Gazali juga menyampaikan bahwa kitab Sunan Abi Dawud telah cukup bagi seorang mujtahid untuk menjadi landasan hukum.[11]

D. Syarah Sunan Abi Dawud
Syarah dari Sunan abi Dawud antara lain:

1. Abu Sulaiman Hamad bin Muhammad bin Ibrahim al-Khattibi (w 386 H), yang menulis Syarh Ma’alim as-Sunan.
2. Syaraf al-Haq Abadi (w. 1329) yang menulis kitabnya ‘Aun al-Ma’bud.
3. Khalil Ahmad as-Sarnigari (w. 1367) yang menulis Badzl al-Majhud Fi Halli Abi Dawud
4. Abu Hasa Muhammad bin ‘Abd al-Hadi as-Sanadi ( w.1139).[12]


A. Biografi Imam at-Tirmizi
Imam al-Hafiz Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah bin Musa bin ad-Dahak as-Sulami at-Tarmizi, salah spesialis hadis kenamaan dan pengarang banyak sekali kitab yang masyhur, lahir pada tahun 209 H dikota Tirmiz. Setelah menjalani perjalanan panjang untuk berguru, mencatat, berdiskusi dan tukar anggapan serta mengarang, pada akhir kehidupannya beliau mendapat bencana alam kebutaan, dan beberapa tahun lamanya ia hidup sebagai tuna netra dan dalam keadaan seperti inilah balasannya Imam at-Tirmizi meninggal dunia. Ia wafat di Tirmiz pada malam senin 13 Rajab tahun 279 H dalam usia 70 tahun.[13]

Imam at-Tirmizi berguru dan meriwayatkan hadis dari ulama-ulama kenamaan. Di antaranya yakni Imam Bukhari, kepadanya at-Tirmizi berguru hadis dan fiqih. At-Tirmizi juga berguru terhadap Imam Muslim dan Abu Dawud, bahkan Tirmizi juga mencar ilmu hadis dari sebahagian guru-guru mereka. Di antaranya adalah: Qutaibah bin Saudi Arabia’id, Ishaq bin Musa, Mahmud bin Gailan, Sa’id bin Abd ar-Rahman, Muhammad bib Basyar, Ali bin Hajar, Ahmad bin Muni’, Muhammad bin al-Musanna dan lain-lain.

Hadis-hadis dan ilmu-ilmu Imam at-Tirmizi dipelajari dan diriwayatkan oleh banyak ulama yang menjadi muridnya. Di antaranya adalah: Makhul Ibn al-Fadl, Muhammad bin Mahmud ‘Anbar, Hammad bin Syakir, ‘Ai-bd bin Muhammad an-Nasfiyun, al-Haisam bin Kulaib asy-Syasyi, Ahmad bin Yusuf an-Nasafi, Abu al-Abbas Muhammad bin Mahbud al-Mahbubi dan lain-lain. Imam Abi ‘Isa at-Tirmizi diakui oleh para ulama akan keahliannya dalam hadis, kesalehan dan ketaqwaanya. Ia juga populer sebagi seseorang yang dapat dipercaya dan sungguh teliti. Salah satu bukti kekuatan dan kecepatan hafalannya mampu dilihat dari cerita berikut yang dikemukakan oleh al-Hafiz Ibn Hajar dalam kitab Tahzib at-Tahzib, dari Ahmad bin Abdullah bin Abi Dawud yang berkata:

“Saya mendengar Abu ‘Isa at-Tirmizi berkata, pada suatu waktu dalam perjalanan menuju Mekkah, dan dikala itu aku sudah menulis dua jilid berisi hadis-hadis yang berasal dari seorang guru. Guru tersebut berpapasan dengan kami. Lalu aku mengajukan pertanyaan-tanya perihal beliau, mereka menjawab bahwa dialah orang yan kumaksud itu. Kemudian saya menemuinya, saya mengira bahwa “dua jilid kitab” itu ada padaku. Ternyata yang kubawa bukanlah dua jilid tersebut melainkan dua jilid yang lain yang serupa dengannya. Ketika saya telah berjumpa dengannya saya memohon kepadanya untuk mendengar hadis dan ia mengabulkan permohonan itu.

Kemudian dia membaca hadis yang dihafalnya. Di sela-sela pembacaan itu dia mencuri pandang dan melihat bahwa kertas yang kupegang masih putih bersih tanpa ada goresan pena sebuah apapun. Demi menyaksikan kenyataan ini beliau berkata, “tidakkah engkau aib kepadaku?”. Lalu aku bercerita dan menjelaskan kepadanya bahwa apa yang beliau bacakan itu telah kuhafal seluruhnya. “Coba bacakan!” Suruhnya. Lalu akupun membacakan seluruhya secara beruntun. Ia mengajukan pertanyaan lagi “Apakah engkau telah hapalkan sebelum datang kepadaku?” “tidak” jawabku. Kemudian aku meminta lagi agar dia meriwayatkan hadis yang lain. Ia pun lalu membacakan empat puluh buah hadis yang tergolong hadis yang sulit dan hadis garif kemudian berkata “coba ulangi apa yang kubaca tadi”, kemudian saya membacanya dari pertama sampai akhir dan beliau berkomentar “ saya belum pernah menyaksikan orang seperti engkau”.

B. Sistematika Penulisan dan Kandungan Sunan at-Tirmizi
Kitab Sunan at-Tirmizi ialah salah salah satu kitab karya Imam at-Tirmizi paling besar dan paling banyak keuntungannya. Ia termasuk salah satu Kutub as-Sittah (enam kitab pokok dalam bidang hadis) dan ensiklopedi populer. Kitab ini populer denan nama Jami’ at-Tirmizi, dinisbatkan kepada nama penulisnya yang juga populer dengan nama Imam at-Tirmizi Dalam kitabnya ini Imam at-Tirmizi memasukkan hadis asli, hasan, daif, garib, dan mu’allal, dan hal inilah yang dikritik oleh beberapa ulama khususnya dalam bidang fada’il.[14]

Dalam pada itu at-Tirmizi tidak meriwayatkan dalam kitabnya kecuali hadis-hadis yang diamalkan atau dijadikan pegangan oleh andal fiqih. Metode yang demikian ini merupakan cara atau syarat yang longgar. Oleh hasilnya, dia meriwayatkan hadis yang bernilai demikian, baik jalan periwayatanya asli ataupu tidak sahih. Hanya saja ia senantiasa memberikan penjelasan yang tepat dengan kondisi setiap hadis.[15]

Sunannya disusun menurut bagian fiqih dan lainnya, terkandung hadis asli, hasan, dan daif. Beserta penjelasan derajat (kekuatan) hadis. Ia ialah kitab yang khusus dalam menyatakan hadis bertaraf hasan. Ini karena beliaulah yangpertama menjelaskan hadis hasan lalu menyebabkan kitabnya selaku sumber utama untuk tujuan itu.[16]

Hadis hasan berdasarkan Imam at-Tirmizi yakni: Perawi dalam Isnadnya tidak dituduh al-Kizb, Tidak syaz, Diriwatkan lebih dari satu jalan.[17] Hadis-hadis daif dan munkar yang terdapat dalam kitab ini kebanyakan hanya menyangkut fadail al-amal (usulan melaksanakan perbuatan-perbuatan kebajikan) hadis seperti ini lebih longgar ketimbang kriteria bagi hadis-hadis wacana halal dan haram.[18]

Secara keseluruhan kitab Sunan at-Tirmizi terdiri dari 5 juz, 2.376 bab dan 3.956 hadis. Adapun kandungan isi Sunan at-Tirmizi ialah: Kitab at-Taharah, Kitab as-Salat, Kitab az-Zakat, Kitab as-Saum, Kitab al-Manasik, Kitab al-‘Adahi, Kitab as-Saidi, Kitab al-At’amah, Kitab al-Asyrabah, Kitab ar-Ru’ya, Kitab an-Nikah, Kitab at-Talaq, Kitab al-Hudud, Kitab an-Nuzur wa al-aiman, Kitab ad-Diyat, Kitab al-Jihad, Kitab as-Sair, Kitab al-Buyu’, Kitab al-Isti’zan, Kitab ar-Raqaq, Kitab al-Faraid, Kitab al-Wasaya, Kitab al-Fadail al-Qur’an[19]

C. Pandangan dan Komentar Para Kritikus Hadis Terhadap Kitab Sunan at-Tirmizi
Para ulama besar telah memuji dan menyanjungnya, dan mengakui akan kemuliaan dan keilmuannya. Al-Hafiz Abu Hatim Muhammad bin Hibban, kritikus hadis, mengelompokkan at-Tirmizi kedalam saqat (orang–orang yang dapat diandalkan dan kokoh hapalannya) dan berkata: “at-Tirmizi adalah seorang ulama yan menghimpun hadis, menyusun kitab, menghafal hadis dan muzakarah (berdiskusi) dengan para ulama”.[20]

Ali Muhammad bin al-Asir seorang ahli hadis menyampaikan bahwa Imam at-Tirmizi merupakan seorang imam yang memberi tuntunan terhadap mereka dalam ilmu hadis.[21] Imam at-Tirmizi di samping diketahui sebagai jago dan penghafal hadis yang mengenali kekurangan-kelemahan dan perawi-perawinya, dia juga dikenal sebagai hebat fiqih yan mewakili pandangan dan wawasan luas. Barang siapa mempelajari kitab jami’ nya dia akan mendapat ketinggian ilmu dan pendalaman penguasaan terhadap aneka macam mazhab fiqih.[22]

Kitab ia tidak sunyi dari kritikan para ulama hadis serta beliau dianggap muttasil, dan mensahih dan menghasan serta mengambil hadis dari rijal duafa (perawi daif) dan matruk. Antar yang mengkritik ini ialah al-Imam al-Hafiz Syamsuddin az-Zahabi (784 H). Di samping kitab unggulannya Sunan at-Tirmizi, Imam at-Tirmizi banyak menulis kitab-kitab, di antaranya: Kitab al-Jami’, Kitab al-‘ilal, Kitab at-Tarikh, Kitab asy-Syamail an-Nabawiyah, Kitab az-Zuhd, Kitab al-Asma’ wa al-Kuna

D. Syarah Kitab Sunan at-Tirmizi
Syarah Sunan at-Tirmizi antar lain ditulis oleh:

1. Abu Bakar Muhammad bin Abd Allah al-Isybili al-‘Arabi (w. 543 H), yang mengarang kitab ‘Aridatul Ahwazi ‘ala at-Tirmizi.
2. Ibn Rajah al-Hambali (w. 795 H) kitab syarahnya berafiliasi dengan pembahasan ‘ilal yang ada dalam Sunan at Tirmizi.
3. Imam as-Suyuti Asy-Syafi’i(w. 911 H) yang menulis kitab Qutul Mugtazi ‘ala Jami’ at-Tirmiz


A. Bibliografi an-Nasir
Beliau adalah Imam al-¦±fi§ Syaikh al-Isl±m. Nama lengkapnya Ab Abdurra¥m±n A¥mad bin Al³ bin Syu’malu bin Al³ bin Sin±n bin Bahr al-Khurasasni al-Qodi[23]. An-Nas±’³ dilahirkan dikota nasa’ yang masih termasuk kawasan khurasan tahun 215 H[24]. ejak kecil ia telah belajar dinegerinya dengan mendatangi guru-guru yang ada disana[25], hadis didalaminya ketika umur 15 Tahun dengan menyelenggarakan rihlah ilmiah ke Hijaj, Iraq, Syam, Mesir dan negara yang lain.

Guru-guru beliau antara lain : Qutaibah bin Sa’³d[26], Is¥±q bin Raw±hah, ¦aris bin Misk³n, Al³ bin Khasr±m, Ab D±wud as-Sijist±n³, Is¥±q bin Ms± al-An¡±ri, Ibr±him bin Sa’³d al-Zauhari, Ibr±him bin Ya’qb al-Jurj±n³, Mu¥ammad bin Basyar, dan Al³ bin Hajar[27].

Murid-murid dia antara lain :Ab Basyar ad-Daulab³, Ab al-Q±sim at-°abr±n³, Mu¥ammad bin H±rn Syu’malu, Ab al-Maimn bin R±syid, Ibr±him bin Mu¥ammad bin ¢±li¥, Ibn Sin±n, Ab Bakar A¥mad bin Is¥±q as-Sunni, Ab Ja’f±r ath-°ahaw³[28].

Beliau adalah seorang yang wara’, pemberani, hafal Alquran, memiliki ilmu yang luas dalam bidang hadis dan ilmu yang lain, dalam bidang fiqh bermazhab Syafi’i[29].

Beliau wafat tahun 303 H, para ahli berbeda usulan di mana beliau wafat, berdasarkan ad-D±ruqu¯n³, an-Nas±’³ wafat di kota Mekah yang dimakamkan antara bukit Safa’ dan Marwah, pertimbangan ini disokong oleh Abdullah bin Mundah dan ¦amzah Aqbi al-Mi¡ri dan selainnya. Sedangkan berdasarkan az-ªahabi, an-Nas±’³ wafat di Ramlah (Palestina). Pendapat ini juga di yakini Ibn Ynus di dalam kitab sejarahnya dan Ab Ja’f±r ath-°ahaw³ serta Ab Bakar Nuqtah.

B. Nama Lengkap Kitab Hadis an-Nas±’³
An-Nas±’³ lebih dikenal dengan hasil karyanya yang berjudul as-Sunan al-Mujtab±’ yang ialah hasil seleksi dari as-Sunan al-Kubr±. Tujuan penilisan as-Sunan al-Kubr± yaitu sebagai kado untuk gubernur Ramlah. Setelah an-Nas±’³ menyusun kitab as-Sunan al-Kubranya beliu menghadiahkannya terhadap Gubernur Ramlah, beliau ditanya raja Ramlah, “Apakah hadis yang diangkut dalam kitab tersebut semua asli ?, an-Nas±’³ menjawab, didalam kitab tersebut ada yang ¢ah³h, ada yang ¦asan dan ada yang mendekati keduanya (¢ah³h dan ¦asan). Kalau begitu kata Gubernur Ramlah, pilihlah (tuliskan) samaku hadis ¢ah³h saja. Maka an-Nas±’³ menyeleksi dari kitab as-Sunan al-Kubr± menjadi kitab as-Sunan as-¢ugr± dia menyebutnya al-Mujtab±’ min as-Sunnah ada yang mengatakan al-Mujtanna mempunyai makna yang hampir sama. Menurut Mu¥ammad Mu¡¯afa Azami, penyeleksian kembali dari as-Sunan al-Kubra menjadi as-Sunan as-¢ugr± atau al-Muqtab± merupakan bahagian dari sistem untuk pembukuan hadis[30]. An-Nas±’³ menetapkan beberapa syarat yang harus dipenuhi sebelum memasukkan hadis kedalam as-Sunan as-¢ugr±, antara lain cuma mengandung hadis yang mempunyi tabaq±¯ ‘uly±, as-£±n³ dan as-£±li£ah, beliau tidak menggunakan tingkat yang keempat yang selalu diperselisihkan kesahihannya.

An-Nas±’³ senantiasa selektif dalam menyusun kitabnya, acuan selektifnya an-Nas±’³ adalah ia tak inginmengambil hadis dari Ibn Lahiah ini dinilai sebagai perawi yang hadisnya lemah. Al-¦±fi§ Ab Al³ an-Naisabr³ mengatakan pernyataan yang dibentuk oleh an-Nas±’³ jauh lebih ketat dengan patokan yang dibuat oleh Imam Muslim. Pernah kesalahpahaman yang terjadi antara an-Nas±’³ dan gurunya yang berjulukan al-¦±ri£ bin Misk³n, beliau tidak berpartisipasi dalam lingkaran studi hadis yang diadakan oleh al-¦±ri£, namun sebelumnya beliau terbiasa mengikuti halaqah tersebut selama ia mampu menghadirinya. Di sini mampu berguru sesuatu yang diajarkan tanpa mengalami perselisihan paham, ketika an-Nas±’³ membukukan hadis yang diriwayakan gurunya selalu menyebutkan, “sudah dibacakan dan ak mendengarnya” beliau tidak mengucapkan ¥adda£an± atau akhbaran±[31]. Di samping itu as-Sunan al-Kubr± an-Nas±’³ secara lazim tidak mentakhrij hadis yang disepakati ulama pengkritik untuk ditinggalkan[32]. Contoh lain perilaku selektifnya an-Nas±’³ tidak meriwayatkan hadis baik dalam kitab sunan maupun dalam kitab yang lain, meskipun an-Nas±’³ sangat menghormati gurunya itu. Sistematika penyusunan sunan an-Nas±’³ dan Ibn M±jah yaitu menurut penjabaran aturan Islam (abw±b fiqhiyah).

C. Jumlah Hadis di Dalam Sunan an-Nas±’³
Imam an-Nas±’³ sungguh teliti dalam menyusun kitabnya, sebab itu beberapa ulama berasumsi bahwa kedudukan kitabnya ini setingkat dengan ¢a¥³¥ al-Bukh±r³ dan ¢a¥³¥ Muslim, hal itu dikarenakan cuma sedikit hadis dhaif yang terdapat dalam kitab ini. Jumlah hadis yang terdapat di dalam Sunan an-Nas±’³ yakni sebanyak 571 hadis berisikan 51 kitab dan 2617 bagian yang dimulai dengan kitab °ah±rah dan diakhiri dengan kitab al-Asyribah. Dari observasi yang dijalankan, tercatat hanya ada sepuluh hadis dha’if di dalam Sunan an-Nas±’³.

D. Penilaian dan Komentar Ulama Tentang an-Nas±’³
An-Nas±’³ bersikap ketat (mutasyaddid) dalam menyusun kitab as-Sunan as-¢ugr±, oleh alasannya adalah itu sebahagian ulama memposisikan as-Sunan as-¢ugr± setelah ¢ah³h al-Bukh±r³ dan ¢ah³h Muslim dengan argumentasi sunan ini lebih sedikit hadis dhoifnya, meskipun demikian Ab al-Farj bin al-Jauz³ mengritik as-Sunan as-¢ugr± bahwa didalamnya ada 10 hadis mau«u’. Kritik itu dibela oleh as-Syu¯³ menurutnya usulan al-Jauz³ itu tidak mampu diterima”[33].

Ibn ¦bimbing mengatakan persayaratan yang yang dibentuk an-Nas±’³ dalam Mujtab± lebih ketat persyaratannya sehabis ¢ah³h al-Bukh±r³ dan ¢ah³h Muslim. Al-¦±fi§ Ab Al³ memberi ketentuan bahwa persyaratan yang dibentuk oleh an-Nas±’³ sangat ketat/pilih-pilih betul dalam periwayatan hadis, al-Hakim Ab Abdurra¥m±n dan Darquthubi mengomentari bahwa an-Nas±’³ lebih diutamakan dari orang lain pada zamannya. Menurut Ab Abdurra¥m±n kitab hadis yang dikumpul an-Nas±’³ yaitu semenarik kitab baik di bidang penyusunan maupun di bidang pembagiannya. Dinukilkan as-Subq³ An-Nas±’³ lebih hafiz dibandingkan dengan Muslim pemilik ¢ah³h Muslim. Komentar sebagian ulama sesungguhnya kitab an-Nas±’³ semulia-mulianya kitab dalam Islam.[34]

E. Kitab Syara¥ Sunan An-Nas±’³ 
Sunan an-Nas±’³ pada mulanya tidak disenangi ulama terdahulu untuk mensyarahkannya lebih kurang 600 tahun lamanya. Kemudian sehabis beberapa dekade kitab ini baru disyarahkan oleh antara lain :

1. Al-¦±fi§ Jal±ludd³n as-Suy¯³ (w. 911H) syarahnya ringkas bahkan syarah lebih mendekati ta’liq kitabnya bernama “Zahru al-Rob³’ li al-Mujtb±’, syarah ini menerangkan nama periwayat, lafaz-lafaz dan kata ganjil dan menyebut sebahagian aturan dan budpekerti.
2. Asy-Syaikh ‘All±mah Ab al-¦asan bin ‘Abd al-¦an±f³ sesudah muqaddimahnya.
3. Syaikh Sir±judd³n Umar bin Al³ bin Mulaqq³ as-Sy±fi’³.


A. Biography Ibn Majah
Nama lengkapnya ialah Ab Abdullah Mu¥ammad ibn Yaz³d ibn M±jah[35] ar-Rab³’ al-Qazw³. Beliau dilahirkan di Qazwen salah satu kota di Iraq bagian persia yang sungguh terkenal banyak menciptakan para ulama besar, pada tahun 209 H.[36]

Tidak dicantumkan pada usia berapa ia mulai mempelajari hadis. Guru beliau yang pertama yaitu Al³ ibn Mu¥ammad at-Tanafsi (w 233 H), dengan begitu dapat ditarik kesimpulan bahw ia mulai berguru hadits sebelum tahun 233 H. diperkirakan beliau mulai belajar hadits berkisar pada umur 15 sampai 20 tahun mirip kebiasaan pada dikala itu.[37]

Ibn M±jah melakukan rihlah untuk belajar ke Mekkah pada tahun 230 H. selain ke Mekkah, dia juga pergi ke Bashrah, Kufah, Baghdad, Iraq, Syiria, Mesir, Rayy dan kota yang lain untuk mengumpulkan hadis.

Ibn M±jah banyak bertemu dengan ulama-ulama hadis besar lainnya di negeri-negeri tersebut. Beliau banyak menyimak hadis dari imam-imam hadis pada masanya, diantaranya adalah teman-sahabat Imam Malik, teman-sahabat Imam al-Lai£, Ab Bakar ibn Ab³ Sya’bah, Mu¥ammad ibn Abdillah bin Numair, ¦asan ibn Amar, Mu¥ammad ibn Ra¥mi, A¥mad Ibn Azh±r, Basyar bin Adam, Yaz³d bin Abdullah al-Yam±n³, Ibr±him Ibn al-Mundzir al-Khar±mi. Abdullah bin Mu±’wiyah, Hisy±m bin Im±r, D±wud bin R±syid, Alqomah bin Umar ad-D±r³m³ dan tokoh-tokoh yang lain yang setingkat.[38]

Sedangkan hadis-hadis beliau diriwayatkan oleh tokoh-tokoh antara lain Mu¥ammad Ibn ´s± serta Is¥±q bin Mu¥ammad, Abi Ya’l± al-Khal³l³, Ja’f±r bin Idr³s dan lain-lain. Beliau wafat pada tanggal 22 Ramadhan 237 H.[39]

B. Nama Lengkap Kitab Hadis Ibn M±jah
Karya besar Ibn M±jah yaitu karya dalam bentuk sunan yang diketahui dengan nama Sunan Ibni M±jah. Memang bentuk sunan adalah salah satu bentuk penulisan kitab yang sungguh populer saat itu, selain sunan, para muhadditsin mengenal bentuk lain mirip ¡ah³h dan musnad.[40] Ibn M±jah lalu menentukan bentuk Sunan daripada bentuk ¢ah³h. Ibn M±jah bukanlah orang yang pertama yang menuliskan hadis dengans sistimatika mirip ini, tokoh pertama yang mengumpulkan hadis dengan tata cara seperti ini yaitu Ab D±wud al-Sijist±n³ dalam karyanya Sunan Ab³ D±ud.

Memang ada kecenderungan dalam pemilihan bentuk penulisan kitab-kitab hadist ini, ada pola, dimana sehabis munculnya ¢ah³h al-Bukh±r³ dan ¢ah³h Muslim, para ulama hadis lalu lebih banyak mencurahkan dan lebih meminati bentuk penulisan sunan. Kitab hadis dengan teladan ¢ah³h yang sangat terkenal hanya ada dua ialah karya Imam Bukh±r³ dan Imam Muslim, setelah mereka lebih banyak muncul tokoh-tokoh yang menghimpun hadis berdasarkan sunan.

C. Jumlah Hadis dalam Sunan Ibni M±jah
Ibn M±jah menuliskan 4341 hadis yang terbagi terhadap 37 kitab dan 1502 bab. Semua hadis-hadis itu terdiri dari 428 hadis ¢ah³h, 119 hadis ¦asan, 613 hadis dhaif, 99 hadis yang sangat lemah.[41] Mungkin alasannya adalah Sunan Ibni Majah tidak memperlihatkan informasi ihwal mutu hadis-hadis yang termuat di dalamnya, juga mencakup hadis yang sungguh dhaif dan bahkan hadis yang munkar, alasannya adalah itulah sebagian ulama lebih mengutamakan Sunan ad-Darimi dari pada karya Ibn M±jah ini. Dari 4341 hadis yang terdapat di dalam Sunan Ibni Majah, 3002 hadis sudah diriwayatkan di dalam kitab al-U¡l al-Khamsah, berarti hanya 1339 hadis saja yang diriwayatkan oleh ia, artinya hanya ada 1339 zaw±id yang terdapat di dalam Sunan Ibni Majah.[42]

D. Penilaian Para Ulama
Ibn M±jah tidak memberikan komentar dan persyaratan ihwal hadis yang ia tuliskan dalam kitabnya. Beliau juga tidak menyebutkan tujuan penulisan dan argumentasi penyusunan kitab itu. Oleh sebab itu para ulama banyak mengadakan kajian dan diskusi untuk memperhatikan kitab ini. Diskusi dan kajian yang diadakan ternyata menunjukkan imbas kepada perilaku para ulama dalam menolak ataupun menerima untuk mengkategorikan Sunan Ibn M±jah dalam kitab as-Sittah.[43]

Para ulama yang berperan banyak dalam kajian kepada karya Ibn M±jah ini yaitu mirip Abl Fadhli Mu¥ammad ibn °±hir al-Maqd³s³ (w 507 H), ialah orang yang pertama kali mengkategorikan Sunan Ibn M±jah dalam Kutub as-Sittah. Pengkategorian ini didapatkan dalam buku beliau al-A¯r±f al-Kutub as-Sittah dan dalam risalahnya. Ulama selanjutnya yang juga berperan ialah Abd al-Gani ibn al-Wa¥³d al-Quds³ (w 600 H), dia memberikan komentar perihal Sunan Ibn M±jah ini dalam bukunya al-Ikmal fi Asmair Rijal. Alasan mengkategorikan Sunan Ibn M±jah ini kedalam al-Kutub as-Sittah mengandung hadis embel-embel (zawaid) atas al-Kutub al-Khamsah.[44]

Ada beberapa perbedaan pertimbangan yang terjadi dalam mengkategorikan Sunan Ibn M±jah ke dalam al-Kutub as-Sittah. Sebagaian ulama memang mengkategorikannya selaku al-Kutub as-Sittah, sedangkan ulama yang lain tidak maumengkategorikannya. Biasanya Sunan Ibn M±jah ini, jika dikategorikan dalam al-Kutub as-Sittah, akan menempati urutan keenam.

Dalam perbedaan pendpat wacana hal itu, ternyata beberapa golongan ulama lebih condong untuk menempatkan Muwatho’ karya Imam Malik selaku peringkat ke-enam. Pendapat ini diajukan oleh Abl ¦asan bin Ruzaini al-Adburi as-Sarkuti (w 535 H), beliau mengutarakan mendapatnya ini dalam bukunya at-Tajrid Fil Jami’ Baina as-¢ah³h.

Sebagian ulama lain mirip Imam an-Nawawi (w 675 H), Ibn Hajar al-Asqolani (w 852 H) menyebut Sunan ad-Darimilah yang menempati urutan ke-enam dalam al-Kutub as-Sittah.[45] Perbedaan usulan ihwal kelayakan Sunan Ibn M±jah menempati peringkat ke-enam dalam al-Kutub as-Sittah timbul dari fakta ternyata mesikipun karya Ibn M±jah ini menampung hadis-hadis ¢ah³h, dan ¦asan, ternyata juga memuat hadis dha’if dan bahkan hadis munkar meskipun jumlahhnya sedikit.

Menurut beberapa pendapat dibilang bahwa Ibn M±jah meriwayatkan hadis-hadis dari periwayat yang dituduh berdusta dan meriwayatkan hadis maudhu’.[46] Kritikan mirip ini tiba dari Ab al-Farizi ibn al-Jauzy. Beliau mengatakan bahwa dalam Sunan Ibn M±jah terdapat 30 hadis mau«’. Tapi di segi lain, as-Suy¯³ membantah usulan ini dengan mengatakan bahwa banyak pendapat aj-Jauz³ yang lemah dan tidak dapat diterima, alasannya sebahagiannya telah disepakati oleh ulama kritik hadis ihwal kedhoifannya.

Hal ini kemudian dikemontari oleh Ab Zur‘ah, seorang ulama terkenal pada periode itu, komentara dia ini yaitu bahwa hadis dhoif yang termuat dalam Sunan Ibn M±jah tidak meraih jumlah tiga puluh. Ulama lain yang berkomentar perihal Sunan Ibn M±jah ini ialah Ibu Ka£ir, menurutnya kitab Sunan Ibn M±jah ialah buku yang sungguh banyak faedahnya, baik dari sisi susunan bab-babnya berdasarkan fikih ataupun sebab masalah yang lain.

Perbedaan pertimbangan yang lain muncul dari pertanyaan apakah hadis maudu’ yang terdapat dalam Sunan Ibn M±jah mampu merendahkan kitab itu bila dikaitkan kepada jumlah hadis yang mencapai 4000 hadis. Dalam perbincangan ini, pastinya ada yang mengatakan bahwa fakta bahwa Sunan Ibn M±jah memuat hadis maudhu’ telahg merendahkan derajat buku ini, walaupun tentu saja tidak bisa dibantah bahwa buku ini sungguh berperan dalam ilmu hadis, dan ada juga yang menyampaikan bahwa hal itu tidallah merendahkan derajatnya.

Sedangkan menyoal perihal kepribadian Ibn M±jah, berdasarkan az-Zauhar³ bahwa Ibn M±jah adalah seorang yang ¦±fi§h yang diandalkan sungguh luas keilmuannya, termasuk ahli hadis pada masanya dan salah satu penulis dan penghimpun hadis dengan berdasarkan bab-bagian fikih yang terkenal. Sedangkan menurut Ab Ya’l± al-Khal³l³, Ibn M±jah adalah seorang yang disepakati kekuatan riwayatannya.[47] Bila kita membandingkan antara Sunan Ibn M±jah dengan Sunan Abi D±ud, maka kita akan mendapatkan fakta sebagai berikut:

1. Dari sisi awal waktu, Sunan Abi D±wud memang muncul lebih dahulu, jadi wajar Ab D±wud al-Sijist±n³ lah yang pertama menusliskan kitab hadis dengan metode sunan, sedangkan Ibn M±jah cuma megikuti tindakan dalam penulisan sunan.

2. Ab D±wud al-Sijist±n³ menuliskan keterangan wacana kualitas hadis yang beliau sematkan sedangkan Ibn M±jah tidak.

3. Ab D±wud al-Sijist±n³ cuma mencantumkan hadis ¢ah³h dan ¦asan juga beberapa hadis dhoif yang tanpa keterangan, sedangkan Ibn M±jah selain hadis ¢ah³h, ¦asan, dhaif juga memasukkan hadis munkar yang semuanya tanpa diberi penjelasan.

4. Beberapa hadis-hadis yang termuat dalam Sunan Abi D±wud tidak ditemukan dalam ¢ah³h al-Bukh±r³ maupun ¢ah³h Muslim, sedangkan pada umumnya dari hadis-hadis yang diangkut dalam Sunan Ibn M±jah telah diriwayatkan dalam ¢ah³hain.

Meskipun demikian tidak bisa dipungkiri tugas besar yang dimainkan oleh Ibn M±jah dan Sunannya dalam perkembangan ilmu hadits. Pada faktanya, kini, Ibn M±jah sudah menajdi seorang tokoh yang sangat masyhur dan dikaji di menyebarkan studi-studi hadis. Sunan Ibn M±jah juga telah menjadi salah satu kitab hadis yang percaya dan menjadi salah satu sumber penting dalam studi-studi hadis.

E. Kitab-kitab Syara¥ Sunan Ibn M±jah
Sama halnya dengan kitab-kitab hadits yang lain, Sunan Ibn M±jah ini juga sudah membangkitkan minat dan perhatian para ulama setelahnya untuk menulis beberapa karya yang berupaya menjelaskan Sunan Ibn M±jah ini. Akan tetapi meskipun demikian ternyata karya-karya yang mensyarah Sunan Ibn M±jah ini tidaklah sebanyak kitab-kitab syarah untuk kitab-kitab hadis lainnya seperti ¢ah³h Bukh±r³, ¢ah³h Muslim, Sunan Ab D±ud, dan lain sebagainya. Beberapa kitab-kitab syarah Sunan Ibn M±jah ini mampu dikatakan selaku berikut:

1. Syara¥ karya Imam Jal±ludd³n as-Suy¯³. Karya ini diberi judul Mi¡b±¥ az-Zuzah Al± Sunan Ibni M±jah. Kitab ini ialah penjelasan singkat dan ringkas yang menerangkan permasalahan-permasalah yang penting saja.
2. Syara¥ karya as-Siadi al-Madan³. Nama karya ini yaitu Syar¥u Sunan Ibni M±jah. Kitab ini tidak terlalu jauh berbeda dengan syarah karya Imam Jal±ludd³n as-Syu¯³ , syarah ringkas, yang menjelaskan masalah-masalah yang penting saja, penejelasan ini diposisikan di pinggiran matan Sunan.
3. Syara¥ karya Ibn bin Mu¥ammad al-¦alab³ (w 841 H).
4. Syara¥ as-¢indi.

Selain itu Mu¥ammad Fa’±l mentahqiq kembali sumber-sumber periwayatan hadis yang dimasukkan oleh Ibn M±jah dalam Sunannya. Beliau juga mentakhrij hadis-hadisnya dan menerima jumlah 4341 hadis yang terbagi kepada 37 kitab dan 1502 bagian. Perincian hadis-hadis itu bisa dibilang sebgai berikut:

1. Hadis yang dimuat oleh Sunan Ibn M±jah yang juga diriwayatkan dalam Kutubul Khamsah yaitu sebanyak 3002 hadis.
2. Hadis dengan isn±d sahih yaitu sebanyak 428 hadis dari keseluruhan jumlah hadis.
3. Hadis dengan isn±d ¦asan adalah sebanyak 119 hadis dari jumlah keseluruhan.
4. Hadis dengan isn±d dhoif yakni sebanyak 613 hadis dari jumlah keseluruhan.
5. Hadis dengan isn±d lemah sekali adalah sebanyak 99 hadis dari jumlah keseluruhan.


BAB III
PENUTUP
Makalah Sunan Abi Daud At-Timidzi An-Nasa’i dan Ibnu Majah

Demikianlah yang mampu aku sampaikan pada makalah mini, penulis yakin mesih terdapat banyak kekurangan di sana sini, sehinnga anjuran dan kritik yang membangun sangat penulis kehendaki guna perbaikan makalah ini, sehingga dapat meraih tingkat karya ilmiyah yang lebih baik lagi. Kepada Allah kita bertawakkal dan kepadanya kita kembali. Wallau a’lam.


DAFTAR PUSTAKA
  • Abdullah Taufik, dkk, (ed) Ensiklopedi Temetis; Pemikiran dan Peradaban.jilid 4, Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 2003.
  • Abd ar-Rahman Abu Ula Muhammad. Tuhfatu al-Ahwazi. Beirut: Dar al-Kuttub al-‘Ilmiyah, 1990.
  • Abu Syuhbab Muhammad Muhammad.Kitab Hadis Sahih Ynag Enam. terj. Maulana Hasanuddin. Jakarta: Pustaka Litera Antar Nusa, 1991.
  • An-Nas±’³. Tarjamah Sunan an-Nas±’³, terj. Bey Arifin dan Ynus Ali Muhdhar. Semarang : Asy-Syifa’, 1992.
  • Ash-Shidieqy, Mu¥ammad Hasby. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis. Semarang : Pustaka Rizki Putra, 1999.
  • ____________________, Pokok-Pokok Ilmu Hadis. Jakarta : Bulan Bintang, 1958. 
  • Azami Mustafa. Memahami Ilmu Hadis; Telaah Metodologi dan Literatur Islam. Jakarta: Lintera, 2003.
  • _____________, Metotologi Kritik Hadis, terj. A. Yamin. Jakarta: Pustaka Hidayah, 1992.
  • Ismail, M. Syuhudi, Cara Praktis Mencari Hadits. Jakarta: Bulan Bintang, 1991.
  • M±jah, Ibn, Sunan, terj. Shohnhaji. Semarang: as-Syifa’ 1992.
  • Kh±¯ib, Mu¥ammad ‘Ajj±j, U¡lul ¦ad³£, Ulmuhu Wa Mu¡¯al±¥uhu . Beirut: D±rul Fikri, 1989.
  • Sutarmadi Ahmad. al-Imam at-Tirmizi; Peranannya dalam pengembangan Hadis dan Fiqih. Jakarta: Logos, 2003.
  • Umri Ikram Dhiya. Buhus Fi Tarikh as-sunnah al-Musyrifah. Madinah: Maktabah al-Ulum wa al-Hikam, 1984.
  • Syu’bah, Mu¥ammad Mu¥ammad Ab, Fi Rih±bi as-Sunnah al-Kutub as-Sittah. Kairo: al-Bu¥£ al-Isl±miyah:1969.
  • Yuslem, Nawir, Ulumul Hadits. Jakarta: Mutiara Sumber Widiya, 1998.
  • Zahwu, Mu¥ammad Ab, al-¦ad³£ wal Mu¥addi£n. Mesir: Syirkah Syahimah Mi¡riyah, 1958.
  • Zughrafi Muhammad bin Muthur. Tadwin as-Sunnah an-Nabawiyah; Nasyatihi wa Tutawwirihi min Qarn al-Awwal ila Nihayati al-Qarn at-Tasi’ al-Hijr. Madinah: Maktab as-Sidiq, 1412 H
Footnote
------------------------------
[1] Muhammad Muhammad Abu Syuhbah. Kitab Hadis Sahih yang Enam (terj). Maulana Hasanuddin (Jakarta: Pustaka Lentera Antanusa, 1991) h. 81
[2] Ibid, h. 85, lihat juga Muhamad bin Muthir az-Zughrafi. Tahwin as-Sunnah an-Nabawiyah; Nasyatihi Wa Tuthawwirihi Min Qarn al-Awwal Ila Nihayati al-Qarn at-Tasi’ al-Hijr (Madinah: Maktab as-Siddiq, 1412 h) h. 131
[3] Abu Syuhbah, Kitab Hadis,… h. 81-82
[4] Taufik Abdullah dkk, (ed) Ensiklopedi Tematis Jilid 4; Pemikiran dan Peradaban ( Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2003) h. 78
[5] Abu Syuhbah, Kitab Hadis, h. 86
[6] Taufik Abdullah, Ensiklopedi, h. 78
[7] az-Zughrafi, Tadwin as-Sunnah, h.132. Jika hadis dalam kitabnya terlalu wahan, Abu Dawud akan menjelaskannya. Kitab beliau istimewa alasannya menyebut dilema-duduk perkara furu’, misalnya dalam bab al-Adab yang mempunyai 80 bab yang juga mengandung perincian kepada sunnah tindakan, perkataan, taqrir, dan sifat Nabi.
[8] Abu Syuhbah, Kitab Hadis, h. 89
[9] Ibid, h. 90
[10] ibid
[11] az-Zugrafi, Tadwin as-Sunnah, h. 133
[12] Ibid, h. 135
[13] Azami, Memahami Ilmu, h. 175
[14] Ikram Diya’ al-Umri. Buhus Fi at-Tarikh as-Sunnah al-Musyrifah (Madinah: Maktab al-Ulum wa al-Hikam, 1984) h. 249
[15] az-Zugrafi, Tadwin as-Sunnah, h. 137
[16] Ibid
[17] Ahmad Sutarmadi. Imam at-Tarmizi;Peranannya dalam Pengambangan Hadis dan Fiqih (Jakarta: Logos, 1998) h. 94
[18] al-Umri, Buhus Fi, h. 249
[19] Sutarmadi. Imam at-Tirmizi, h. 160
[20] Abu Syuhbah, Kitab Hadis, h. 95
[21] Sutarmadi, Imam at-Tirmizi, h. 78
[22] Abu Syuhbah, Kitab Hadis, h. 96
[23] Mu¥ammad bin Mu¥ammad Ab Syu’bah, Fi Rih±b as-Sunnah as-Sittah (Kairo : al-Buh£ al-Isl±miyah, 1969), hal. 127.
[24] Menurut sebagian ulama dia dilahirkan pada tahun 214 H, lihat Mu¥ammad Hasby ash-Shidieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis (Semarang : Pustaka Rizki Putra, 1999), hal. 301.
[25] Mu¥ammad Ajj±j al-Kh±¯ib, U¡l al-¦ad³£, Ulmuhu wa Mus¯al±¥uhu (Beirut : Dar al-Fikr, 1989), hal. 324.
[26] An-Nas±’³ tinggal bersama gurunya (Qutaibah) selama satu tahun dua bulan, lihat Mu¥ammad Ab Zahwu, al-¦ad³£ wa al-Mu¥addisn (Mesir : Syirkah Sahimah Mi¡riyah, 1958), hal. 358.
[27] Sunan An-Nas±’³, Tarjamah Sunan an-Nas±’³, terj. Bey Arifin dan Yunus Ali Muhdhar (Semarang : Asy-Syifa’, 1992) hal. Xi – xii.
[28] Hasbi, Sejarah…, hal 301.
[29] Mu¥ammad Hasby ash-Shidieqy, Pokok-Pokok Ilmu Hadis ( Jakarta : Bulan Bintang, 1958) hal. 194.
[30] Mu¥ammad Mus¯afa Azami, Metodologi Kritik Hadis ter. Amin Yamin (Jakarta : Pustaka Hidayah, 1992) hal. 152.
[31] An-Nas±’³, Tarjamah, xii.
[32] Ab Zahwa, al-Hadis, hal. 410.
[33] Ab Sy’bah, fi Rih±b,, hal. 133.
[34] Ibid, hal. 130.
[35] Sebenarnya M±jah ini adalah gelar ayahnya, jadi lebih tepatnya disebutkan Mu¥ammad ibn Yaz³d M±jah bukan Ibn M±jah, namun para penulis lazimmenuliskannya Mu¥ammad ibn Yaz³d Ibn M±jah. Lihat Ab Syu’bah, Fi Rih±bi as-Sunnah al-Kutub as-Sittah (Kairo: al-Bu¥£ al-Isl±miyah:1969) h. 136, lihat juga Mu¥ammad ‘Ajj±j al-Kh±¯ib, U¡lul ¦ad£, Ulmuhu Wa Mu¡¯al±¥uhu (Beirut: D±rul Fikri, 1989) h.326.
[36] Ibn M±jah, Sunan, terj. Shohnhaji (Semarang: as-Syifa’ 1992) h. 40.
[37] Mu¥ammad Mu¡¯af± Azami, Metotologi Kritik Hadis, terj. A. Yamin (Jakarta: Pustaka Hidayah, 1992) h. 158.
[38] Ab Syu’bah, Rih±b. H. 137.
[39] Ibid.
[40] Nawir Yuslem, Ulumul Hadits (Jakarta: Mutiara Sumber Widiya, 1998) h. 136.
[41] Mu¡¯af± Azami, Metodologi, h. 159.
[42] Mu¡¯af± Azami, Metodologi. H. 105.
[43] Mu¡¯af± Azami, Metodologi. H. 159.
[44] Ab Syu’bah, Fi Rih±b. H. 139.
[45] M. Syuhudi Ismail, Cara Mudah Mencari Hadits (Jakarta: Bulan Bintang, 1991) h. 10.
[46] Ibn M±jah, Sunan, h. 36.
[47] Ab Syu’bah, Fi Rih±b, h. 137.

Sumber http://makalahmajannaii.blogspot.com


EmoticonEmoticon