Makalah Sunan Abi Daud dan Sunan at-Tirmidzi
BAB I
PENDAHULUAN
BAB I
PENDAHULUAN
Hakikat agama Islam adalah agama yang bersumber dari Allah, yang disampaikan oleh malaikat Jibril kepada nabi Muhammad saw. Disamping itu juga, bersumber dari segala perkataan, tindakan dan ketetapan nabi Muhammad saw. Dalam melaksanakan misinya yang disebut dengan hadis. Para ulama berbagai generasi dari teman, tabi’in, tabi’in tabi’in dan seterusnya berusaha untuk mengetahui dan melaksanakan anutan yang bersumber dari Alquran dan Hadis. Dengan menggunakan ra’yu. Melalui berbagai cara yang telah dirumuskan sesuai dengan kemampuan dan pandangan mereka masing-masing. Untuk itu, dalam hal ini penulis akan memaparkan bahasan tentang Sunan Abi Daud dan Sunan at-Tirmidzi, tentang biografi, sistimatika penulisan dan kandungan penilaian dan komenar para ulama dan pakar serta kitab-kitab syarahnya.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
Makalah Sunan Abi Daud dan Sunan at-Tirmidzi
A. Biografi Sunan Abi Daud
Nama lengkap Abu Daud yaitu Sulaiman bin al-Asy’as bin Ishaq bin Bisri bin Syaddad bin ‘Amr bin Imran al-‘Azdi as-Sijistani.[1] Ia lahir pada tahun 202 H, berguru ilmu merupakan kesenangannya semenjak kecil, sebelum mendalami hadis Abu Daud sudah mempelajari Quran dalam bahasa Arab serta materi lainnya. Ia dipandang selaku sesosok ulama yang mempunyai tingkat hafalan dan pengertian hadis yang cukup tinggi di samping kepribadiannya yang wara’, taat beribadah dan sungguh mendalam pengertian agamanya.[2]
Dalam menempah dirinya semoga menjadi ulama besar, dia malang melintang keberbagai negeri seperti: Khurasan, Ray, Kufah, Baghdad, Tarsus, Damaskus, Mesir dan Bashrah. Dalam usahnya menggali hadis dari banyak sekali syeikhnnya, berulangkali Abu Daud masuk kota Baghdad, terakhir pada tahun 272 H. Tentunya di kota besar dan ibu kota pemerintahan Islam ini, beliau menimba mengalaman, tidak tidak berguna dia mengembara, banyak guru tekemuka ditemui untuk ditimba ilmunya, seperti Abu Amr ad-Dharir, Abu al-Walid at-Thilasi, Sulaiman bin Harb dan Ahmad bin Hanbal.
Reputasi keulamaannya melejit dikala dia tinggal di Bashrah. Kala itu Bashrah dilanda paceklik yang disebabkan oleh serangan Zaid pada tahun 257 H, Abu Ahmad gubernur Bashrah yang juga saudara khalifah al-Muwafiq meminta semoga Abu Daud bersedia tinggal di sana untuk menjadi guru, utamanya ilmu hadis. Kemudian beliau bersedia tinggal di sana pada bulan Syawwal tahun 275 H (di samping mahir di bidang hadis, dia juga jago di bidang fiqh, ini dapat dilihat dalam kitab sunannya yang bercorak fiqh).[3] Abu Daud meninggalkan banyak karya, terutama dalam bidang hadis dan sebagian ilmu syari’ah kebanyakan. Karya-karya itu mencapai dua belas karya.
Berdasarkan data biografi di atas, boleh dikatakan bahwa Abu Daud yaitu tokoh yang penting di kalangan andal hadis. Sebagai buktinya, bahwa hadis-hadis yang dia riwayatkan dan himpun dalam kitab yang berjudul Sunan Abi Daud, diakui sebagai karya klasik yang menjadi pegangan para ulama hadis pada masa sesudahnya. Terutama bagi pihak yang berkeinginan membuatnya studi tentang hadis aturan.[4]
B. Sistimatika Penulisan dan Kandungan Sunannya
Imam Abu Daud menyusun kitab sunannya dengan sistimatika fiqh, tujuannya adalah untuk menimbulkan supaya kitab tersebut tidak cuma sebgai acuan dalam mencari hadis-hadis namun sekaligus juga mampu digunakan untuk menggali hukum-aturan dari kandungan hadis yang ada. Selanjutnya dijadikan dalil-dalil dari persoalan-duduk perkara yang disebutkan dalam setiap bab.[5] Kitab ini berisi 4800 hadis, sari pati dari 500.000 hadis yang dikuasainya dengan baik, yang termuat dalam kitabnya itu. Jumlah isinya secara berulang ialah 5274 buah hadis.[6]
Kita ini sangat memudahkan pembaca dalam mencari hadis-hadis hukum, akibatnya menerima acungan jempol dari para ulama generasi penerus, yang menggembirakan lagi, dia mengakui bahwa tidak semua hadis yang ditulisnya itu asli. Karenanya ia memberi catatan sejumlah hadis yang lemah yang dimasukkan itu bukan asal matruk, dikatakan bahwa beliau tidak memasukkan hadis yang diriwayatkan dari orang yang matruk hadis. Tampaknya ia memiliki pemikiran bahwa hadis yang kurang otentik semacam itu masih lebih berbobot dari pendapat ulama. Dari keterangan ini dapat kita katakan bahwa layak sunan ini berada di peringkat di bawah Sahih al-Bukhari dan Sahih Muslim.
Demikianlah Abu Daud menjelaskan metode yang ia gunakan dalam kitabnya Sunan. Beliau menyatakan: “aku menyebut hadis sahih dan yang serupa dengannya dan yang telalu da’if akan aku jelaskan”. Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa dalam kitab sunannya tidak ada satu hadispun yang berasal dari perwi matruk, bila ada hadis munkar maka dijelaskan bahwa hadis itu munkar.
Dari realita ini memperlihatkan petunjuk bahwa Abu Daud sungguh teliti dalam mennyaring hadis. Ketelitian itu juga tumbuh bahwa dalam menyaring hadis, selalu menolak hadis-hadis yang disepakati para mahir ihwal nilainy yang matruk adalah hadis yang da’if karena perawinya tertuduh berdusta. Akan tetapi bila tidak disepakati maka penilaian Abu Daud beralih kepada kebersambungan sanad dan berikutnya hadis yang diambil ialah hadis-hadis yang tidak terputus sanadnya.[7] Dengan demikian catatan pribadi Abdu Daud dalam studi hadis menunjukkan isyarat akan ketelitiannya, upaya selektif terhadap aneka macam sanad untuk menentukan nilai hadis ialah kehati-hatiannya, sebab itu hadis yang diriwayatkannya dari sudut sanad sangatlah memiliki arti untuk saling menunjang kepada hadis yang bertema sama.
C. Penilaian dan Komentar Ulama dan Pakar
Terlihat bahwa Abu Daud menyusun kitab sunan, dia menetap di Tarbus dalam jangka 20 tahun. Beliau menyeleksi sebanyak 4850 hadis dari 500000 hadis. Abu Daud cukup puas dengan satu atau dua hadis dalam setiap bagian. Beliau menulis surat pada ulama Mekkah yang pertanda berikut: “saya tidak menulis dan membukukan lebih dari satu atau dua hadis dalam setiap bab meskipun masih didapatkan sejumlah hadis asli yang lain yang juga masih berhubungan dengan problem yang sama. Kalau semua hadis di ambil di sana-sini, maka jumlahnya akan membanyak dan berdasarkan aku itu akan menyulitkan. Satu atau dua hadis akan terasa lebih gampang”.[8] Bahkan dia mengatakan bahwa empat hadis sudah cukup buat sesorang untuk hidupnya di hari kiamat.
Kitab Sunan Abi Daud banyak beredar pada abad hidup pengarangnya. Ali bin Hasan berkomentar bahwa dia sudah mempelajari kita tersebut sebanyak enam kali dari Abu Daud. Kitab ini yakni salah satu dari kitab terbaik dan terlengkap dalam bidang hadis-hadis hukum. Perlu diingat bahwa tidak semua hadis yangdibukukan Abi Daud di dalamnya yaitu sahih, Abu Daud sendiri telah memperlihatkan catatan ihwal hadis yang lemah dab masih banyak hadis sejumlah hadis lemah lainnya yang tidak diberikan catatan oleh dia.
D. Kitab-Kitab Syarah Sunan Abi Daud
Syarah dari Sunan abi Dawud antara lain:
1. Abu Sulaiman Hamad bin Muhammad bin Ibrahim al-Khattibi (w 386 H), yang menulis Syarh Ma’alim as-Sunan.
2. Syaraf al-Haq Abadi (w. 1329) yang menulis kitabnya ‘Aun al-Ma’bud.
3. Khalil Ahmad as-Sarnigari (w. 1367) yang menulis Badzl al-Majhud Fi Halli Abi Dawud.
4. Abu Hasan Muhammad bin ‘Abd al-Hadi as-Sanadi ( w.1139).[9]
Demikianlah pembahasan perihal Sunan Abi Dawud dan lalu kita akan membahas Sunan at-Tirmizi dengan sketsa pembahasan yang sama mencakup biografi, sistematika penulisan dan kandungan sunannya, penilaian dan komentar ulama dan pakar serta ktab-kitab syarahnya.
A. Biografi Sunan at-Tirmidzi
Nama lengkap imam at-Tirmzi yakni Abu Isa Muhammad bin Saurah bin Musa bin ad-Dhahhak al-Zulami al-Bughi at-Tirmizi. Beliau dilahirkan di Turmuz pada tahun 209 H, dan dikota ini pula ia wafat dalam usia 70 tahun.[10] Sebagai sesosok ulama, beliau mendapatkan penilaian faktual. Abu Ya’la al-Khalili menyatakan bahwa ia yaitu seorang yang siqat dan mendapat kesepakatan ulama. Dari sumber yang ada dapat dicatat bahwa imam Tirmizi sejak dewasa sudah berguru dengan guru-guru di kampungnya. Seperti di Khurasan beliau mencar ilmu kepada Ishaq Ibnu Rawaih, di Nashafur beliau beguru kepada Muhammad bin Amr al-Sawaq, kemudian dia menuju Iraq untuk berguru terhadap ulama dan para hafiz. Menurut al-Khatib al-Bagdadi bahwa at-Tirmizi belajar selama 35 tahun.[11]
Kalau diamati masa hidup ulama hadis perawi ternama, seperti al-Bukhari, Muslim, Abu Daud, Nasa’I, Ibnu Majah maka mampu dibilang bahwa para hebat hadis ialah orang-orang sebaya, sehingga besar sekali kemungkinan mereka mencar ilmu dan memperoleh masukan-masukan dari sumber lain. Demikian juga dengan riwayat hadis mereka. Sesekali menerima riwayat dari sumber yang sama dan di lain waktu dan potensi memperoleh riwayat hadis dari sumber yang hadis.
B. Sistimatika Penulisan dan Kandungannya
Imam at-Tirmizi yang hidup pada abad kurun ke-III, selaku ulama telah mengikuti secara aktif dalam pengembangan hadis dan fiqh. Ia telah melakukan peranannya dari sisi posisi, persepsi, behavior dan eskpektasi selaku ulama yang sudah dicatat oleh peneliti selaku sesuatu yang menjinjing udara gres dalam bidang pengembangan hadis. Dengan kedelaman tersebut ia telah menulis kitab hadis yang populer dengan nama Jami’ at-Tirmizi atau disebut juga dengan Sunan at-Tirmizi.
Kita sunan ini menjadi sangat penting bagi studi hadis karena di dalam kitab ini dia betul-betul mengamati ta’lil hadis dengan menyebutkan secara eksplisit hadis yang otentik. Kitab ini menduduki peringkat ke-4 di antara kitab yang enam.
Menurut pengarang Kasyf az-Zunnun, Hajji Khalfah (w. 1657) kedudukan kitab sunan ini berada di peringkat ke-3 dalam hirarki kitab hadis yang enam. Bahkan Abu Isma’il al-Anshari, sang hebat hadis, menatap bahwa kitab at-Tirmizi lebih berguna daripada kitab Sahih al-Bukhari dan Sahih Muslim dari sisi penggunaannya. Kitab karya al-Bukhari dan Muslim cuma mampu dipahami oleh seorang yang mahir, namun Sunan at-Tirmizi mampu dimengerti oleh siapapun.
At-Tirmizi memiliki aliran pokok dalam penyaringan hadis untuk materi kitabnya yaitu apakah hadis itu dipakai oleh para fukaha sebagai hujjah atau tidak dengan demikian dalam kitabnya ini terhimpun hadis-hadis yang ma’mul (mudah). At-Tirmizi tidak menyaring hadis dari segi otentik atau da’if. Karena itulah ia senantiasa menawarkan penilaian wacana nilai hadis, bahkan uraian perbandingan dan kesempurnaannya.
Salah satu keutamaan Sunan at-Tirmizi adalah pencantuman riwayat dari sobat lain perihal persoalan yang dibahas dalam hadis hadis pokok, baik isinya yang semakna ataupun yang berbeda.[12] Bahkan yang tertentangan sama sekali seara eksklusif atau tidak pribadi. Di samping itu imam at-Tirmizi di dalam kitabnya banyak mencatat perbedaan pertimbangan di kalangan fukaha perihal istinbat hadis pokok dan menyebutkan yang berbeda, dalam hal itu serta menunjukkan penilaiannya. Inilah yang dipandang sebagai keutamaan tersendiri. Sunan at-Tirmizi sebab dalam hal ini terjangkau tujuan pokok ilmu hadis yakni menentukan hadis yang sahih untuk kepentingan hujjah dan bersedekah.
Keistimewaan lain Sunan at-Tirmizi yang eksklusif berhubungan dengan ilmu hadis yaitu ta’wil al-hadis. Hadis-hadis yang dimuat disebutkan nilainya dengan terperinci, bahkan nilai rawinya yang dianggap penting. Kitab Sunan at-Tirmizi dinilai faktual alasannya mampu dipakai untuk penerapan hadis mudah kaedah-kaedah ilmu hadis, khususnya ta’lil. Di samping tiga keistimewaan yang tidak terdapat dalam kitab-kitab hadis lainnya, imam at-Tirmizi menggunakan istilah khusus yang selama ini menjadi perbincangan para ulama hadis. Yang paling terkenal yakni istilah hasan otentik dan memanggil kontroversi di golongan ulama. Istilah ini bahwasanya bukan monopoli imam Tirmizi tetapi juga dipakai oleh Ali al-Madini, Ya’qub bin Syaibah dan Abu Ali at-Thusi. Karena paling banyak menggunakannya, maka beliaulah yang dikenal tersebut.
Berbagai pandangan ulama perihal perumpamaan hasan asli yakni selaku berikut:[13]
1. perumpamaan hasan yang dimaksud dalam term tersebut adalah pemahaman bahasa, artinya hadis itu baik sekali di samping sanadnya yang asli. Alasan pandangan ini alasannya adalah at-Tirmizi kadang kala menggunakan perumpamaan hasan untuk hadis yang jelas da’if bahkan maudhu’. Pendapat ini mengandung keberatan karena di kelompok ahli hadis tidak ada yang memakai perumpamaan hasan dalam arti lughawi.
2. isitlah hasan sahih menunjukkan adanya dua sanad atau lebih untuk sebuah matan hadis. Dengan kata lain, sebagian sanadnya berderajat hasan dan sebagian lagi otentik. Namun usulan ini dianggap lemah alasannya adalah di antara hadis yang dinilai hasan sahih oleh beliau terhadap hadis yang gharib.
3. perumpamaan tersebut dipakai untuk hadis hasan yang telah berkembangmenjadi asli dengan menyebutkan dua sifatnya sekaligus. Dengan demikian hadis tersebut sebetulnya adalah hadis otentik, namun ada keberatan perihal syarat yang ditentukan oleh Tirmizi ialah hadis hasan itu dilarang gharib, tetapi hadis otentik boleh gharib. Tidak mungkin dua sifat itu menyatu dalam satu hadis.
4. istilah itu digunakan alasannya adalah keraguan pihak penilai tentang derajat hadis tersebut. Penyebutannya gabungan ungkapan itu ialah ungkapan derajat antara hasan dan otentik. Namun ada keberatan perihal persepsi tersebut, yaitu ketentuan semacam itu belum ada di kelompok ahli hadis.
5. ungkapan itu dipakai untuk memperlihatkan perbedaan evaluasi ahli hadis, dengan kata lain ada yang menilai hadis itu hasan dan ada yang menganggap asli.
Metode at-Tirmizi dalam Menyusun Materi Hadis
At-Tirmizi mencantumkan judul di setiap permulaan bab, lalu mencantumkan satu atau dua hadis yang mampu mencerminkan dan mencakup isi judulnya, setelah itu beliau mengemukakan opini langsung perihal kualitas hadis apakah beliau otentik, hasan atau da’if. Untuk tujuan ini dia memakai ungkapan yang tidak biasa dipakai oleh para ulama sebelumnya. Beliau juga mencantumkan opini-opini terdahulu, para hebat aturan dan imam yang berhubungan dengan pelbagai dilema, lebih dari itu beliau juga memperlihatkan jika masih ada hadis-hadis yang diriwayatkan oleh para sahabat lainnya yang berkenaan dengan problem yang sama, bahkan kalau beliau memiliki korelasi dengannya.
C. Penilaian dan Komentar Para Ulama dan Pakar
Sebetulnya, imam at-Tirmizi sendiri menamakan kitabnya dengan”Jami’” namun jumhur ulama menyebutkannya dengan kitab sunan, alasannya adalah disusun menurut permasalahannya. Seperti kitab fiqh yang di dalamnya terdapat hadi asli, hasan dan da’if. Beliau menyatakanj “aku tidak memasukkan ke dalam kitabku kecuali hadis-hadis yang sudah diamalkan oleh sebagian fuqaha kecuali beberapa hadis saja”. Jumhur ulama mengakui Sunan at-Tirmizi ini tinggi nilainya dan besar sekali keuntungannya, serta isinya yang jarang berulang-ulang. Menurut Ibnu Hazm orang tidak boleh mengamalkan apa yang sudah dinyatakan otentik atau hasan oleh at-Tirmizi, alasannya Tirmizi adalah orang yang tidak diketahui dan penilaiannya tidak dapat diterima.
Imam at-Tirmizi juga sudah menghasankan sebuah hadis yang di dalam sanadnya terdapat Katsir bin Abdullah seorang yang dikenal sebagai pendusta. Memang Tirmizi telah mentashih hadis tersebut yang sanadnya terdapat seorang pendusta, tetapi hal ini tidak dapat dijadikan argumentasi untuk menolak semua hadis yang diriwayatkan oleh Tirmizi dan juga hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Abu Daud dengan sanad yang jayyid sementara Ibnu Hibban meriwayatkannya lewat sanad lain lewat sahabat.
Banyak didapatkan pengakuan terhadap Tirmizi dalam usahanya berbagi hadis dan fiqh dan ilmu-ilmu agama pada umumnya. Al-Idrisi sudah berkata bahwa Tirmizi ialah seorang guru yang memberikan tuntunan bagi mereka yang belajar ilmu hadis, penulis yang alim, meyakinkan yang bisa dijadikan contoh dalam hafalan. Hasil optimal yang telah dicapai oleh Tirmizi ialah menyusun kitab al-Jami’ as-Sahih, menyesuaikan dengan bagian fiqh, dari taharah hingga bagian-bab lain yang diharapkan.
Sunan at-Tirmizi juga diketahui dengan nama al-Jami as-Sahih yang ialah sebuah sumber hadis hasan, tetapi jika diteliti malah mengandung hadis-hadis yang otentik, sebagian menyanggupi syarat Abu Daud dan an-Nasa’i. di samping itu, sebagian hadisnya juga disertai dengan penjelasan mengenai cacat hadis apabila memang ada cacatnya berdasarkan at-Tirmizi. Hadis-hadis yang dimasukkan oleh ia ialah hadis-hadis yang diamalkan oleh para fukaha.
Kita at-Tirmizi yaitu sumber dari wawasan hadis hasan, dan mengakibatkan hadis hasan terkenal, karena banyak disebutkan di dalam kitabnya tersebut. Para andal hadis berlawanan pendapat perihal hadis-hadis tersebut, baik guru dan muridnya, karena ia memang tidak menjelaskan maksud dari perumpamaan yang ia pakai.[14]. Imam an-Nawawi dalam Taqrib yang disyarah oleh Syururi berkata bahwa kitab karya at-Tirmizi ini adalah sumber wawasan hadis hasan, dan beliaulah yang sudah mempopulerkannya.[15]
D. Hasil Karya Imam at-Tirmizi
Beberapa karya imam at-Tirmizi yakni:
1. Jami’ as-Sahih yang juga disebut dengan Sunan at-Tirmizi, di dalamnya terdapat 3.956 hadis.
2. al-I’lal as-Shagir yang terdapat pada bab tamat kita Sunan at-Tirmizi.
3. al-I’lal al-Mufrad atau al-I’lal al-Kabir.
4. al-Juhd, akan namun kitab ini tidak sempat diamankan sampai tidak mampu didapatkan.
5. at-Tarikh.
6. Asma’ as-Shahabah.
7. Asma’ al-Kunia.
8. al-Atsar al-Mauqufah.
9. as-Syama’il al-Muhammadiyah.
E. Kitab Syarah
Beberapa kitab yang mensyarah Sunan at-Tirmizi adalah:
1. Aridat al-Ahwazi ditulis oleh Abu Bakar bin al-Arabi al-Maliki (468-543 H).
2. al-Munqihu al-Syadzi fi Syarah at-Tirmizi karya Muhammad bin Muhammad bin Muhammad yang terkenal dengan nama Ibn Sayyid an-Nas as-Syafi’i.
3. Syarh at-Tirmizi yang ditulis Abul Faraj Zainuddin.
4. al-Lubab oleh Ibnu Hajar al-Asqalani (773 H), dan sebagainya.
Buku-buku yang mensyarah kitab Sunan at-Tirmizi tercata hingga lima belas buku.
DAFTAR PUSTAKA
- Abadi, Abu Hayib Muhammad Syams al-Haq al-Adzim, Syarah Sunan Abi Daud. Mesir: al-Makatabah Salafiyah, 1979.
- ‘Ali, Muhammad Ahmad Sa’id, Ta’liq Sunan Abi Daud. Mesir: al-Halabi, 1952.
- Asqalani, Ibnu Hajar, Had as-Sari Muqaddimah Fath al-Bari. Mesir: al-Bab al-Halabi, 1962.
- _________________, Kitab Tahzib at-Tahzib, jil. I. Beirut: Dar al-Fikr, 1415.
- Muhammad, Ahmad, al-Jami’ as-Sahih. Jil. I. Kairo: al-Halaby, 1937.
- Saharanfuri, Khalil Ahmad, Bazl al-Majhud fi Halli Abi Daud. Libanon: Dar Kutub al-Islamiyah, 1939.
- Shalih, Subhi, Ulmu al-Hadis wa Mushtalahuhu. Beirut: Dar al-Malayin, 1975.
- Suyuthi, Tadbir ar-Rawi wa Taqrib ar-Rawi. Kairo: Maktabah Qahirah, 1379.
- Tim Penulis, Ensiklopedi Islam . Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve.
- Zahw, Abu, al-Hadis wa al-Muhaddisun. Libanon: Dar al-Kitab al-Arab, 1964.
_______________________
[1] Nama lengkap ini yaitu model al-Khatib al-Baghdadi yang didukung oleh Abu ‘Ubaid al-Ajiri dan Abu Bakar bin Dash, berdasarkan Abu Thohir model Baghdadi ini yang paling tepat. Lih., Muhammad Ahmad Sa’id ‘Ali, ta’liq Sunan Abi Daud (Mesir: al-Halabi, 1952), h. 4.
[2] Abu Zahw, al-Hadis wa al-Muhaddisun (Libanon: Dar al-Kitab al-Arab, 1964), h. 360.
[3] Khalil Ahmad as-Saharanfuri, Bazl al-Majhud fi Halli Abi Daud (Libanon: Dar Kutub al-Islamiyah, 1939), h. 45.
[4] Ibnu Hajar al-Asqalani, Kitab Tahzib at-Tahzib (Beirut: Dar al-Fikr, 1415), jil. I, h. 5.
[5] Ibnu Hajar al-Asqalani, Had as-Sari Muqaddimah Fath al-Bari (Mesir: al-Bab al-Halabi, 1962), h. 69.
[6] Lihat Fihris karya Abu Khair.
[7] Penjelasan ini dikutip dari Abu Abdillah Muhammad bin Ishaq yang dikutip oleh Abdurrahman Muhammad Usman, Taqdim dalam Abu Hayib Muhammad Syams al-Haq al-Adzim ‘Abadi, Syarah Sunan Abi Daud (Mesir: al-Makatabah Salafiyah, 1979), h. 6.
[8] Surat beliau itu berjudul Risalah Abi Daud Ila Ahl Makkah.
[9] Ibid, h. 135
[10] Ahmad Muhammad, al-Jami’ as-Sahih (Kairo: al-Halaby, 1937), jil. I, h. 1.
[11] Abu Zahwu, al-Hadis, h. 360.
[12] Tim Penulis, Ensiklopedi Islam (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve), jil V, h. 105.
[13] Ibid, h. 106-107.
[14] Subhi as-Shalih, Ulmu al-Hadis wa Mushtalahuhu (Beirut: Dar al-Malayin, 1975), h. 400.
[15] As-Suyuthi, Tadbir ar-Rawi wa Taqrib ar-Rawi (Kairo: Maktabah Qahirah, 1379), h. 54.
EmoticonEmoticon