Rabu, 02 Desember 2020

Makalah Pedoman-Aliran Gres

Makalah Aliran-Aliran Baru
Oleh: Evriza Noverda Nst


BAB I
PENDAHULUAN
Makalah Aliran-Aliran Baru

Dalam memulai tulisan ini, kemunculan pedoman-pedoman gres ialah wujud dari arus aliran insan pada kurun sekarang. Gerakan pemikiran ini selalu mempengaruhi keadaan manusia baik itu dampak faktual maupun imbas negatif. Munculnya fatwa dogma diawali dari sebuah gerakan-gerakan yang ingin berupaya melakukan rekonstruksi, purifikasi, inovasi, dan lain sebaginya terhadap fatwa-ajaran konvensional dan normatif dalam sebuah agama atau iman tertentu. Tapi kerap kali, perjuangan-usaha yang dilakukan sering kali membuat pemikiran-ajaran yang menyimpang jauh dari agama asalnya, sehingga pedoman yang meningkat tersebut alhasil membuat suatu ajaran-pemikiran dan bahkan mengakibatkan agama yang gres pula.

Hal ini senantiasa menjadi masalah agama alasannya tidak bisa disanggah munculnya gerakan pedoman mirip itu ialah suatu yang tidak dikehendaki terjadi, dapat dicontohkan kemunculan aliran-ajaran gres dalam suatu agama yang dianggap “abnormal” oleh sebagian orang, dianggap pedoman yang menyesatkan dan menggangu kemapanan agama tertentu. Problem agama seperti ini condong menjadikan pertentangan, dan setiap konflik mempunyai peluanguntuk memunculkan agresi kekerasan. Ada kecenderungan opini yang berpendapat bahwa lahirnya pemikiran-fatwa baru ini ialah sebuah bahaya terhadap stabilitas dan keselamatan serta berupaya segera untuk melarangnya.

Sebagai teladan modern pada dikala ini geliat gerakan dari pemikiran ahmadiyah, Lia Eden serta pemikiran baru yang lain, yang mengejutkan masyarakat muslim Indonesia serta menjadi perbincangan dimana-mana dalam sementara waktu terakhir. Walaupun tidak mampu disangkal sejarah sudah mencatat bahwa kehadiran ajaran-fatwa senantiasa ada dari waktu ke waktu.

Makalah ini nantinya akan memberikan uraian wacana fenomena gerakan pemikiran yang menimbulkan fatwa-aliran baru yang ada ketika ini, ajaran-aliran yang bermunculan sangatlah beragam, apa yang bekerjsama aspek utama kemunculannya? Benarkah aliran-fatwa tersebut sesat dan menyesatkan?atau ada hikmah yang lebih baik dibalik kesesatan mereka? Karena Rasulullah sudah bersabda: “ Perbedaan diantara umatku yakni rahmat”

BAB II
PEMBAHASAN
Makalah Aliran-Aliran Baru

A. Aliran-Aliran Baru Sebuah Fenomena dari Gerakan Keagamaan
Aliran-pedoman baru dalam makalah ini merupakan penghalusan perumpamaan dari “gerakan sempalan” yang bertahun-tahun terakhir menjadi populer di Indonesia selaku istilah untuk banyak sekali gerakan keagamaan yang dianggap ”nyeleneh dan aneh” alias menyimpang dari aqidah, ibadah, amalan atau pendirian mayoritas umat. Istilah ini agaknya terjemahan dari kata “ sekte atau sektarian” yang mempunyai berbagai konotasi negatif, seperti protes terhadap sesuatu dan pemisahan diri dari mayoritasnya, perilaku ekslusif pendirian tegas namun kaku.[1]

Istilah “gerakan sempalan” memang biasa dipakai secara normatif, untuk pemikiran agama yang oleh forum-lembaga tersebut dianggap sesat dan membahayakan. Akan tetapi defenisi ini menimbulkan aneka macam kesulitan untuk kajian selanjutnya. Misalnya, apakah Ahmadiyah Qodian atau Islam Jama’ah gres ialah gerakan sempalan sehabis ada aliran yang melarangnya. Atau meminjam pola dari negara tetangga berbagai aliran agama yang pernah dilarang oleh jabatan agama pemerintah sentra Malaysia, tetap dianggap sah saja oleh majelis-majelis agama Islam di negara-negara bagiannya.

Kalau kita mencari standar yang objektif untuk mendefenisikan dan mengerti gerakan sempalan, ada baiknya kita mengambil jarak dari perdebatan perihal kebenaran dan kesesatan. Gerakan pemikiran yang menyempal ini pastinya menganggap dirinya lebih benar dibandingkan dengan lawannya ; biasanya mereka justru merasa lebih yakin akan kebenaran paham atau pendirian mereka. Karena itu, persyaratan-kriteria yang sebaiknya dipakai yakni tolok ukur sosiologis bukan theologis.

Dalam pendekatan sosiologi gerakan sempalan serta ortodoksi bukan konsep yang mutlak dan abadi, tetapi relatif dan dinamis. Ortodoksi yaitu paham yang dianut secara umum dikuasai umat, atau lebih sempurna kelompok ulama yang dominan. Sebagaimana dimengerti, sepanjang sejarah Islam telah terjadi aneka macam paham dominan pergantian yang tidak lepas dari situasi politik. Dalam banyak hal, ortodoksi yaitu paham yang didukung penguasa sedangkan paham yang tidak disetujui dicap sesat ; gerakan sempalan kadang kala merupakan penolakan paham mayoritas dan sekaligus merupakan protes sosial atau politik.[2]

Kemunculan pemikiran dari sebuah akidah atau agama ialah konteks yang tidak mampu dipisahkan dari kajian agama dan kajian dalam ilmu-ilmu sosial, alasannya menyangkut individu dan sekelompok orang yang aktif didalamnya. Beberapa ahli dalam hal ini mencoba mengklasifikasi aliran-ajaran tersebut. Soemarno WS bareng andal riset lainnya menggolongkannya menjadi tiga jenis adalah :

Golongan iktikad perorang, yaitu kelompok yang terdiri dari satu dua orang yang melakukan akidah untuk kepentingan diri pribadi tanpa perjuangan perluasaan terhadap orang lain. Golongan perguruan tinggi dogma, yang mendapatkan murid dan mempropagandakan ajarannya. Golongan perdukunan, dimana ilmu perdukunan pengobatan orisinil dipraktekkan bagi penduduk yang memerlukannya.[3] Dari penggolongan diatas, dikenali bahwa ajaran-ajaran atau gerakan akidah, ajaran kebathinan dan lain-lain, masuk dalam jenis yang pertama dan kedua tetapi bukan memiliki arti bahwa jenis yang ketiga terbebas dari pengklasifikasian tersebut. Bisa jadi jenis yang ketiga mempunyai peluanguntuk menimbulkan pemikiran-aliran yang dapat menwujudkan pemikiran-pemikiran iman yang baru.

Tinjauan sepintas ini menunjukkan bahwa gerakan sempalan Islam di Indonesia cukup berlainan satu dengan yang lain. Latar belakang sosial mereka juga berbeda-beda. Tidak mampu diharapkan bahwa kemunculannya mampu dijelaskan oleh satu dua aspek penyebab saja. Ada kecenderungan untuk melihat semua gerakan sempalan selaku suatu tanda-tanda krisis, akibat sampingan proses modernisasi yang berjalan cepat dan perubahan nilai. Tetapi gerakan-gerakan mirip yang telah digambarkan di atas bukanlah fenomena yang baru. Prototipe gerakan sempalan dalam sejarah Islam yakni kasus Khawarij, yang terjadi jauh sebelum ada modernisasi. Gerakan messianis juga telah sering terjadi selama sejarah Islam, di kawasan Timur Tengah maupun Indonesia. Sedangkan tarekat sudah sering menjadi penggagas atau wadah protes sosial rakyat atau elit setempat antara 1880 dan 1915. Gerakan pemurni yang radikal juga telah sering terjadi, setidak- tidaknya semenjak gerakan Padri.

Timbulnya segala jenis sekte dan fatwa "mistisisme" juga bukan sesuatu yang khas untuk negara sedang berkembang. Justeru di negara yang sungguh maju, mirip Amerika Serikat, fenomena ini sungguh menonjol. Dapat diperkirakan, bahwa jumlah aliran gres yang timbul setiap tahun (sekarang) tidak jauh lebih tinggi daripada tiga dasawarsa yang kemudian. Hal semacam ini terjadi alasannya dipengaruhi oleh iklim sosial, ekonomi dan politik, agaknya, bukan hanya timbulnya anutan-pedoman itu sendiri yang jadi permasalahan, tetapi jenis ajaran yang banyak menjaring penganut baru. Periode 1880 hingga 1915, contohnya, merupakan periode jaya tarekat di Indonesia; pengaruh dan jumlah penganutnya berkembang cepat. Gerakan atau anutan agama yang lain tidak begitu menonjol pada periode itu. Tarekat-tarekat telah menjadi wadah pemberontakan rakyat kecil terhadap penjajah maupun pamong praja pribumi, tidak alasannya adalah terdapat sifat revolusioner pada tarekat itu sendiri, namun sebab jumlah dan latar belakang sosial penganutnya, sebab struktur organisasinya (vertikal-hierarkis), dan alasannya adalah aspek "thaumaturgical"nya (kekebalan, kesaktian).[4] Dapat ditarik kesimpulan bahwa adanya aliran ajaran gres yang nuncul ketika ini ialah sebagian dari anutan-aliran lain yang senantiasa muncul dari waktu ke waktu dan terus selalu ada. Sampai saat ini fenomena diatas tidak mampu dielakkan keberadaannya.

B. Aliran-aliran Baru di Indonesia
Kebebasan beragama ialah sebuah pilihan terbuka bagi komunitas yang mengarah pada pertumbuhan demokrasi. Pilihan terbuka membutuhkan sikap penghargaan dan penghormatan pada setiap pemeluk agama melaksanakan kreasional dalam mengerti dan menjalankan ibadahnya. Pemaksaan terhadap sebuah doktrin agama tertentu cuma akan mengakibatkan tindakan kekerasan yang memasung kreativitas tafsir.[5]

Rasanya apa yang terjadi di Indonesia ketika ini bisa dikatakan jikalau demokrasi yang telah kebablasan hal ini berakibat maraknya fenomena fatwa sesat yang mengatasnamakan Islam, dewasa ini kian berkembang dan kian subur saja di tanah air ini. Pada beberapa bulan yang kemudian, terjadi bentrokan antara Front Pembela Islam (FPI) dengan jamaah Ahmadiyah. Karena pedoman Ahmadiyah ini mengaku pendiri dan gurunya, Mirza Ghulam Ahmad, asal India, sebagai Nabi.

Aliran sesat timbul di banyak sekali kawasan dengan fenomena masing-masing. Seperti dikatakan KH Ma'ruf Amin, menurut temuan MUI, fatwa sesat ini tumbuh hampir di seluruh kawasan Indonesia. Mereka mengindentifikasikan sebagai kelompok muslim atau Islam. Tetapi fatwa-aliran yang mereka lakukan berlawanan dengan syariat Islam.[6] Lalu bagaimana sebuah aliran atau pemikiran dapat dikategorikan sesat? Sebuah aliran disebut sesat jikalau apa yang diajarkan itu telah menyimpang dari aturan baku fatwa agama. meminjam kata-kata Ketua Dewan Fatwa MUI, KH. Ma'ruf Amin, "di luar janji daerah perbedaan dan melenceng di luar manhaj yang shahih". Makara saat ada orang yang mengaku pembaru Islam dan dia menyatakan shalat lima waktu itu tidak wajib, atau boleh dilakukan tidak dengan bahasa Arab, maka dia dapat disebut sesat. Begitu pula dikala ada orang yang mengaku Islam tetapi percaya ada nabi sesudah Nabi Muhammad SAW. maka ini juga disebut selaku fatwa sesat yang keblinger. Dan aliran-aliran lain yang sudah menyimpang dari hukum Islam yang sudah baku (Qat’i).

Menurut KH Miftah Farid, sebuah langkah-langkah dikategorikan sesat jika pelakunya menggunakan nama Islam tapi fatwa yang dianut dan disebarkannya tidak cocok dengan pemikiran pokok Islam yang prinsip. Misalnya, mereka tidak yakin dengan wajibnya shalat lima waktu, atau mereka tidak yakin pada As-Sunah (Hadis) sebagai salah satu sumber aturan Islam. Faktor penyebab hadirnya pedoman sesat antara lain alasannya adalah dangkalnya iktikad dan wawasan sebagian umat Islam. Faktor lain alasannya ada sebagian umat Islam berpikiran liberal dan menganggap Islam boleh diinovasi sesuka hati mereka. Selain itu, bukan tak mungkin ada golongan yang sengaja ingin mengacaukan ajaran Islam yang sebetulnya.

Pendangkalan dogma umat Islam nampaknya terus disodorkan oleh kelompok yang tak suka dengan berkembangnya Islam. Mereka contohnya, menciptakan orang mulai tidak yakin sepenuhnya pada Al Alquran. Ada pula yang sengaja melaksanakan gerakan inkarus sunnah, mengingkari kebenaran Hadist. Mereka hanya memakai Al-Quran sebagai landasan kehidupan beragama dan menolak Hadist. Ironisnya, banyak sekali fatwa ini terus berkembang dan menyebut kegiatannya sebagai gerakan dan pembaruan Islam. Padahal, mereka bergotong-royong sudah terjebak ke dalam kesesatan.[7] Rasululalh pernah bersabda, sebuah ketika umatnya terbelah menjadi 73 firqah, alias golongan. Repotnya, umat Islam lalu berlomba membentuk dan membanggakan kalangan yang paling benar. Bagi umat Islam, ajaran akidah bagai duri dalam daging. Sempalan-sempalan agama yang dianggap menyesatkan itu hidup subur dan bermacam-macam.[8]

Dalam sejarah Islam, banyak kalangan yang dianggap sesat, bahkan dituduh kafir, namun mereka tidak pernah diminta mendirikan agama sendiri. Contohnya bertebaran dalam sejarah Islam. Kelompok Qadariyyah (yang yakin akan kebebasan kehendak), dianggap kafir oleh golongan Sunni ortodoks. Kelompok Syiah juga dianggap kafir oleh sejumlah kelompok Islam. Tetapi, mereka tidak pernah diminta mendirikan agama yang terpisah dari Islam.

Kaum filosof juga dikafirkan beberapa golongan Islam. Imam Ghazali yang hidup pada kala 11 M, mengkafirkan pedoman dua filsuf besar Islam, Al-Farabi dan Ibn Sina dalam tiga gosip teologi. Tetapi, Imam Ghazali tidak pernah meminta mereka untuk mendirikan agama sendiri yang terpisah dari Islam dan hal ini juga berlangsung di Indonesia, terlihat dalam sejarah ajaran-pemikiran yang dianggap sesat muncul di Indonesia dari waktu ke waktu.[9] Sebenarnya terdapat banyak persamaan dari pedoman-pemikiran ilegal itu. Sebagai organisasi ajaran, mereka lahir dari rintisan seseorang yang kelak menjadi sesepuhnya, yang hendak membimbing pengikutnya untuk tumbuh. Yang lebih penting adalah meyakini Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut DR.Kunto Wijoyo dosen Sejarah Fakultas Sastra UGM, hadirnya berbagai pemikiran sesat disebabkan tipisnya keimanan seseorang, dan ketidaktahuan perihal agama yang benar.[10]

Dalam kala waktu 2 tahun terakhir ini aneka macam pedoman atau pemikiran sesat muncul dari banyak sekali kawasan di tanah air diantaranya :
  • Pada Agustus 2004, diketahui ada perkara tarekat beraliran sesat di Lombok Barat, NTB, Dengan argumentasi ibadah, pimpinan tarekat boleh menggauli santriwatinya dengan seizing suaminya,
  • Pada Oktober 2004, perkara di Desa Dukuhlor, Kabupaten Kuningan, ada tiga orang cowok mengaku kelompoknya bias berjumpa pribadi dengan Tuhan tanpa mesti melakukan ibadah fardhu. Mereka ini berbagi pemikiran yang disebut Finalillah atau melebur dengan Allah. Mereka karenanya ditahan pihak berwajib.
  • Sebuah pedoman sesat juga timbul di Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah Di sana seorang 'ulama' muda, Zikrullah bin Ali Tatang, memprokatmirkan diri selaku nabi baru. la mengaku bergelar Zikrullah Aulia Allah. 'Nabi Baru' ini memakai masjid bau tanah sebagai pengganti Ka'bah untuk menunaikan ibadah haji. Ia juga mengubah syahadat. Sang 'nabi' artifisial pun kesannya digelandang ke kantor polisi.
  • Pada Februari 2005, masyarakat Pontianak diramaikan oleh adanya sekitar 86 orang yang telah dibaiat golongan pimpinan mereka dan menyakini ada nabi lagi sesudah Nabi Muhammad SAW Nabi yang mereka sebut-sebut itu tak lain yakni 'nabi' Mirza Ghulam Ahmad yang lahir di India. MUI Sintang, lalu menyebut mereka selaku ajaran sesat.
  • Pada Maret 2005 terjadi pembakaran rumah mtlik Abah Aziz, di Dusun Bayan, Kelurahan Geremeng, Kecamatan Praya, Kabupaten Lombok Tengah (NTB). Ia melakukan pelecehan seksuai terhadap santrinya dengan tameng agama.
  • Pada Mei 2005 Ustadz Muhammad Yusman Roy (Gus Roy) pimpian ponpes I'tikaaf Ngadi Lelaku, Dasa Sumber Waras Timur, Malang, Jawa Timur, mengajarkan santrinya untuk shalat dalam dua bahasa. Bahasa Arab dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Gus Yus pun akibatnya ditangkap dan diadili.
  • Pada 30 Mei 2005, padepokan Nurul Taubah, milik Yayasan Kanker dan Narkoba Cahaya Alam (YKNCA), di Desa Kerampilan, Kecamatan Besuk, Kabupaten Probolinggo. Jawa Timur, dihancurkan oleh massa sekitar seribu orang. Ribuan orang di sekitar padepokan tersebut marah lantaran padepokan yang dinilai membuatkan anutan sesat itu tak kunjung ditutup oleh pemerintah lokal. Tak ada korban jiwa dalam kejadian tersebut. namun bangunan padepokan pimpinan Muhammad Ardi Husein hancur dan hampir rata dengan tanah.
  • Pada 3 Juli 2005 perkara di Majlis Zikir Musyarofah (MZM), Bekasi. Pimpinan MZM, Syekh Mautana Ibrahim, dituduh/diduga melakukan pelecehan seksuai terhadap tujuh jamaah wanita di majelisnya. MZM juga dituding melaksanakan sumpah (baiat) terhadap setiap jamaahnya untuk tunduk kepada pimpinan MZM Hingga balasannya penduduk sekitar menyerbu majelis tersebut.[11]
  • Kasus terkahir yang ketika ini masih berlangsung peradilannya masalah pedoman salamullah yang dipimpin oleh Lia Aminuddin. Dia yaitu seorang wanita yang mengklaim selaku Malaikat Jibril dan mendaulat anaknya sebagai Nabi Isa. Rumahnya dijadikan markas ”Kerajaan Tuhan” pimpinan Lia Aminuddin yang telah bermetamorfosis sebagai Syamsuria Maria Lia Eden. Lia menyebarkan ajarannya sudah lebih enam tahun. Dia mencampurkan sejumlah agama. Dia juga ”berinovasi” dalam beribadah. Semula salah satu ibadahnya adalah dengan menyanyikan lagu-lagu rohani diiringi organ. Sedangkan performa jemaah wanitanya yakni serba tertutup, lengkap dengan kerudung, dan berwarna putih semua. Tapi belakangan, ibadah kelompok Lia juga dengan mengaji diiringi musik. Terakhir, kelompoknya menciptakan ritual dengan mengelilingi tempat Jln. Mahoni dan menyebutkan ihwal akan adanya banjir besar di tempat tersebut. Penampilan jemaah Lia selalu di update sesuai ”wahyu” yang diterimanya. Dulunya, ia berjubah dan berkerudung warna putih. Tapi, beberapa tahun kemudian menggunduli rambutnya dan berpakaian seperti bhiksu.[12] Mungkin ini masih sebagian ajaran yang datanya update saat ini, masih ada kemngkinan kalau- jika anutan-akiran lainnya masih ada dan terus berkembag secara perlahan.

C. Kontroversi Pemahaman Aliran-pedoman Baru
Kemunculan kelompok-kalangan yang dianggap sesat lebih disebabkan sebab sudah mensosialisasikan sikap over maskulin, baik oleh negara maupun oleh pemeluk satu agama. Sikap yang over maskulin ini lalu memunculkan keangkuhan kekuasaan dan menatap perbedaan sebagai suatu ancaman. Lalu lahirlah dalam format politik apa yang disebut “ektremis” yang dalam format religi sering diistilahkan dengan “murtad” atau “sesat”.[13]

Salah satu bagian penting dalam konstitusi yaitu melindungi hak-hak minoritas. Suatu konstitusi negara harusnya melindungi hak-hak kelompok minoritas dari “serangan” golongan dominan yang memanfaatkan besarnya jumlah massa penunjang mereka. Meski demokrasi meniscayakan lebih banyak didominasi bunyi, namun beliau juga ditegakkan melalui hukum main yang bermaksud melindungi dan mengayomi semua pihak, tergolong kelompok minoritas.Inilah yang disebut dengan democratic constitutionalism. Dengan atau tanpa konstitusi, golongan secara umum dikuasai akan meraih hak-hak-nya dengan mudah. Sementara, golongan minoritas cuma bersandar pada jaminan konstitusi. Itulah sebabnya penjaga gawang konstitusi diputuskan oleh sembilan hakim Mahkamah Konstitusi; bukan ditentukan suara lebih banyak didominasi rakyat.

Di Indonesia saat ini, kita melihat hak-hak minoritas dirampas begitu saja oleh kekuatan massa, seperti yang terjadi pada jemaah Ahmadiyah dan Lia Eden. Alih-alih melindungi dan mengayomi, pemerintah seolah-olah menutup mata atas dicabutnya hak-hak konstitusional kelompok minoritas itu untuk menjalankan keyakinannya.Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 29 menjamin keleluasaan melakukan agama. Pasal ini sayangnya direduksi oleh dua hal. Pertama, Penetapan Presiden No. 1 tahun 1965 yang dikukuhkan oleh UU No. 5/1969 yang menghalangi penafsiran kata “agama” dalam Pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945 hanya untuk enam agama resmi saja. Pemerintah telah menafsirkan dan menghalangi Pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945 itu secara otoriter.[14]

Kalau di lihat dalam catatan sejarah perjalanan agama-agama, utamanya di Indonesia, banyak mencatat ketegangan-ketegangan, yang rampung dengan pertumpahan darah antar sesama pemeluk agama. Atas nama agama, masing-masing kelompok merasa diri paling benar sambil memurtadkan atau mengkafirkan satu sama yang lain. Dogma agama pun menjadi semacam tabuhan genderang perang yang setiap ketika dan dimana tempat absah ditabuh, bendera-bendera berani mati pun dikibarkan. Lalu lahir perilaku antoginistik yang berujung pada kebodohan. Dan kebodohan itu sendiri lalu menciptakan prilaku anti kemanusiaan dan anti ketuhanan. Maka apa namanya jikalau ada sekelompok orang (yang merasa paling) beragama berperilaku antagonis kepada pemikiran tertentu yang dianggapnya sesat, sambil berteriak Allahu Akbar, Allahu Akbar mereka merusak asset dan harta benda golongan lain yang dianggap sesat.

Tanpa bermaksud membela atau menyalahkan salah satu pihak, sebaiknya setiap perbedaan pandangan dapat dijadikan sebagai sebuah proses alamiah dan ilmiah, bagi terciptanya pengayaan khazanah nalar dan ruhani. Sebab jauh-jauh hari Nabi S.a.w. sudah mewasiatkan kepada umat ini bahwa perbedaan dikalangan umatku yaitu rahmat. Sungguh, kemuliaan umat ini tak kan pernah menjadi rahmatanlil’aalaamiin sepanjang umat tetap berpandangan picik kepada perbedaan-perbedaan yang ada dan yang bakal timbul dikemudian hari.[15] Rasanya kita tidak perlu sabung kekerasan untuk menyelesaikan problem yang dari catatan sejarah senantiasa menjadi dilema insan beragama, mungkin beberapa hal di bawah ini mampu jadi salah satu masukan buat kita dalam menuntaskan masalah yang ada :
  • Dengan membuatkan dialog yang santun (wajadilhum bil lati hiya ahsan). Ajaran Islam sangat menekankan pada bentuk keselamatan aneka macam pihak. Cara-cara damai mengatasi aneka macam tindak kekerasan perlu dilakukan, bentuk penolakan secara bijak, dengan diskusi dan berdebat secara baik. Tingkat kedewasaan ummat Islam belum sepenuhnya nampak, kalau masih banyak yang melakukan langkah-langkah emosional dengan merusak kawasan-daerah biasa .
  • Resolusi pertentangan. Resolusi pertentangan yaitu bentuk pengelolaan konflik dengan cara menegosiasikan kepentingan masing-masing pihak. Salah satu bentuk resolusi konflik yakni perjuangan memediasi dua orang / kalangan yang sedang berkonflik. Resolusi konflik akan efektif, kalau kedua kelompok yang berselisih mempunyai kesediaan untuk berdialog, terbuka dan jujur untuk bersama menuntaskan sengketa. Kebebasan masing-masing individu dibatasi oleh kebebsan individu yang lain. Maka disinilah memerlukan adanya rasa tanggung jawab.
  • Mengembangkan sikap terbuka terhadap perbedaan tafsir. Tafsir merupakan klarifikasi terhadap teks agama yang dikreasikan oleh ummat beragama. Sikap terbuka kepada tafsir mendorong manusia untuk menerima perbedaan sebagai bentuk sunnatullah. Dengan menerima aneka macam bentuk perbedaan yang lahir dari kreativitas berbagai tafsir, maka meniscayakan hidup dengan saling mensugesti secara santun pula. Di sinilah, dakwah akan teruji dengan saling memesankan pada kebaikan dan keselamatan. Dakwah yang betul-betul rasional yang mampu di terima oleh masyarakat. Dakwah lintas agama menjadi suatu niscaya selaku jalan meretas perdamaian. Apa yang telah dijalankan oleh para tokoh agama di Indonesia, mirip K.H. Abdurrahman Wahid, dengan Magnis Suseno untuk menemani cara-cara mewah dalam memainkan tugas dakwah masing-masing. Masyarakat bisa mencar ilmu dari banyak sekali agama untuk memfungsikan diri selaku khalifah di paras bumi. Yaitu khalifah yang menenteng misi untuk menenteng perdamaian dan melindungi sesama ummat manusia. Kehadiran obrolan lintas agama semakin memperkaya khasanah kecintaan pada sesama insan yang diciptakan oleh Tuhan Yang maha Kuasa.[16] Wacana penyelesaian seperti ini juga menimbulkan kontroversi pemahaman ada juga sekelompok orang yang beranggapan bahwa perjuangan berdialog antar agama yakni sebuah langkah-langkah yang “nyeleneh” diusung oleh para pemikir yang dalam sebutan populer ketika ini disebut pemikir-pemikir liberal namun berfikir positif mungkin lebih baik untuk kita dalam menyikapi hal ini.
Selanjutnya para ulama dan umara kiranya juga perlu bersikap dan bertindak lebih tanggap mengantisipasi keadaan seperti ini sebelum telat. Ulama dan umara diperlukan tidak tinggal membisu jikalau mengenali eksistensi sebuah aliran agama yang nyeleneh. Artinya, perlu menunjukkan tuntunan dakwah dan penegakan hukum yang tegas kepada para pembawa fatwa dan pemikiran sesat itu. Jangan dibiarkan berkembang dan membuat penduduk galau sekaligus juga mampu menjadikan ketidakstabilan penduduk . Masyarakat yang bingung mampu saja mengambil langkah-langkah sendiri.

Kericuhan dan kesemrawutan massa mampu terjadi tiba-tiba. Penguatan iman umat juga menjadi point penting untuk mencegah tersebarnya ajaran sesat ini. Mudahnya mereka terjebak ke dalam ajaran sesat ialah lantaran lemahnya doktrin mereka dan minimnya pengetahuan Islam yang mereka miliki, sehingga para penyebar fatwa sesat begitu gampang memperdayakan mereka dengan dalih agama untuk menyesatkannya.[17]

Dari sekian contoh pemikiran yang meningkat di Indonesia yang paling kontroversial adalah masalah dari anutan yang timbul geliatnya beberapa bulan terakhir yakni kasus dari pedoman Ahmadiyah dan Lia Eden dengan alirannya yang berjulukan salamullah aneka macam spekulasi ajaran dan pemahaman serta pendapat bermunculan dalam menyikapi keberadaan fatwa ini semoga uraian solusi yang penulis paparkan mampu menjadi salah satu alternatif perihal buat kita dalam merespon keberadaan dan kehadiran gerakan pedoman dalam kehidupan ini, bukan cuma mementingkan ego serta kebenaran pribadi yang belum pasti kebenaran tersebut diterima allah SWT. Wallahu A’lam Bissawwab.

BAB III
PENUTUP
Makalah Aliran-Aliran Baru

Pertumbuhan serta perkembangan ilmu atau ajaran sesat di dalam masyarakat Islam dinegara ini, bukan saja boleh menjadikan Akidah umat Islam menyeleweng dari permintaan Allah, bahkan ianya juga adalah sebahagian dari komponen-unsur yang membawa terhadap perpecahan dikalangan umat Islam sendiri. Akan timbul dalam masyarakat Islam beberapa kumpulan yang mengamalkan beberapa kumpulan yang mengamalkan beberapa jenis ilmu yang berlainan dari sisi nama tetapi memiliki motif yang nyaris-nyaris sama. Masing-masing kalangan akan berupaya mencari pengikut seberapa banyak yang mungkin; Implikasi dari kondisi ibarat ini akan menjinjing terhadap lenyapnya perasaan persaudaraan sesama Islam yang sangat-sungguh dititik beratkan oleh Allah sebagai senjata kekuatan dan keutuhan umat Islam. Dan yang lebih membimbangkan lagi mirip mana yang dibayangkan oleh Rasulullah bahwa di sebuah masa kelak umatnya akan berpecah kepada tujuh puluh tiga golongan. Sabda Rasulullah saw. Artinya: “ Akan berpecah umatku kepada tujuh puluh tiga kelompok, kesemuanya di dalam neraka kecuali satu saja, yaitu kelompok yang mengikut sunnahku dan sunnah sahabat-sahabatku”

Umat-umat Islam benar-benar beriman dengan Allah haruslah mengerti bahwa perbedaan yang ada bukanlah sebuah hal yang harus dijadikan alasan terjadinya tindakan-tindakan anarkis kepada satu kelompok ke golongan lainnya, Mukmin yang besar lengan berkuasa yaitu mukmin yang mempunyai kekuatan dogma yang lahir dari peningkatan ketakwaan terhadap Allah. Oleh sebab itu untuk menanggulangi dan membasmi segala aliran sesat yang terdapat di dalam penduduk Islam maka setiap umat Islam haruslah bertanggungjawab serta mengkaji sesuatu ajaran atau amalan itu secara jelas dengan berlandaskan terhadap ajaran Islam yang maha suci sebelum menyertai sesuatu ajaran, supaya dengan ini keimanan serta iktikad umat Islam kepada kebesaran kekuasaan Allah tetap terpelihara dan juga dapat mengelakkan umat-umat Islam di negara ini daripada terpedaya dan terperangkap dengan kalangan-kelompok yang mencari dampak di balik tabir Islam. Wallahu A’lam Bissawwab.

mau lihat footnote bisa dilihat atau diklik disini

DAFTAR PUSTAKA
  • Martin Van Bruinessen. www.my Qur’an.com
  • Nadirsyah Hosen, Demokrasi dan dukungan minoritas, www.Islamlib.com
  • Najlah Naqiyah.www.Najlah Naqiah.com
  • Nazaruddin Umar, www.sufinews.com
  • Rahmat Subagya, Kepercayaan dan agama, kebathinan, kerohanian, kejiwaan.( Yogyakarta : Konisius.,1995) Cetakan ke-11
  • Supandi Maruih Op cit, http://203.77.237.122//postingan/1192.shtml
  • Ulil Absar Abdalah www.islamlib.com
  • www.fikiran-rakyat.com
  • www.tempo.co.id
  • www.majalah-amanah.com
  • www.tempo.co.id/min/37/nas1.htm

Sumber http://makalahmajannaii.blogspot.com


EmoticonEmoticon