Kamis, 19 November 2020

Mengangkasa Di Atas Pesona Telaga Warna

Datatan tinggi Dieng menyimpan pesona yang tak tak terkira. Memanjakan mata, menyejukkan hati, apalagi bagi kita yang gres pertama kali ke sana. Salah satu tujuan rekreasi di Jawa Tengah ini berada di dua wilayah kabupaten, Wonosobo dan Banjarnegara. 

Telaga Warna, 2000 MDPL
Bulan Agustus 2019 lalu, kami berkesempatan berkunjung ke salah satu obyek yang ada di sana. Kompleks DPT (Dieng Plateau Theatre) ialah salah satu obyek yang kami datangi. Dikompleks tersebut, pertama kita akan diajak menyaksikan sekilas ihwal Dataran Tinggi Dieng lewat tayangan di "Bioskop Mini".

Tayangan berdurasi 30 menit itu menyuguhkan perihal asal usul Dataran Tinggi Dieng. Tentang kegiatan masyarakat, buatan kentang dan flora khas dataran tinggi, serta pantauan berkala dari BMKG juga termasuk di dalam tayangan itu. Kenapa namanya DIENG, dipaparkan pula di sana.

Setelah kita menerima suguhan dari Dinas Pariwisata Wonosobo, kita lanjut menyaksikan pesona Telaga Warna dari atas Bukit Pandang Ratapan Angin. Jika kita mempunyai drone, kita mampu mengabadikannya dengan mengangkasa di atasnya, Mengangkasa di atas Telaga Warna.

"Tlaga ne sakniki pun mboten saged malih-malih Mas, wernane. Mboten kados abad mben", ungkap sopir Minibus yang kami sewa. Menurut penuturannya, terakhir kurang lebih tahun 1996 dia masih menyaksikan kecantikan telaga itu. Warna nya masih berubah-ubah. Semenjak adanya pengeboran untuk proyek PLTU, sekarang warnanya tak seelok dahulu.

Seperti yang kita tahu warna air Telaga Warna mampu berganti-ubah. Terkadang berwarna hijau dan kuning atau berwarna warni mirip pelangi. Fenomena ini terjadi alasannya air telaga mengandung sulfur yang cukup tinggi, sehingga ketika sinar matahari mengenainya, maka warna air telaga terlihat berwarna warni.

Lebih lanjut Pak Sopir itu bercerita layaknya Guide, "Niku kan angine ageng Mas, dados bunyi angin sing lewat selaning kerikil-kerikil bukit niku ndadekne bunyi, mula kagem menarik pelancong dijenengi Batu Pandang Ratapan Angin". Begitu kisahnya kenapa bukit itu dinamakan demikian.

Memang saat kita berada di bukit yang dimaksud, hembusan angin sering terasa kencang dan menimbulkan suara mendesis mirip orang meratapi kesedihan. Mungkin itulah kenapa dua buah batu ini diberi nama watu ratapan. Batu ratapan angin ialah dua buah batu besar yang berdampingan dan terletak diatas bukit sekitar DPT.  lokasi ini menjadi lokasi strategis untuk menikmati keindahan telaga warna pengilon dengan background hamparan lukisan alam yang tepat.

Kebetulan waktu itu aku duduk di depan, jadi ketika Minibus melaju, meliuk, menyusuri jalanan bersuhu belasan derajat di siang hari itu, aku mampu ngobrol dan ia dapat bercerita banyak hal pada kami. Tentang Gunung Kembang, Gunung Paku Joyo, Puncak Si Kunir, Gunung Prau, Sumbing, Sindoro hingga perbatasan antara Dieng Wonosobo dan Banjarnegara pun sempat dia cerita dan tunjukan pada kami.

Diantara Sumbing Sindoro, Tuk Bimo Lukar, Anak berambut gimbal, Carica, Purwoceng, Perkebunan dan Pabrik Teh Tambi, Dieng Culture Festival, kami coba mengagumi keagunganMU. 

Semoga di lain peluang, bisa kita ulang kembali dengan destinasi yang berbeda, di wilayah yang serupa, InsyaAllah.

Dieng, Agustus 2019


Sumber https://www.aansupriyanto.com/


EmoticonEmoticon