Sabtu, 14 November 2020

Makalah Pendekatan Studi Sains Ilmu Hayat

Makalah Pendekatan Studi Sains Ilmu Hayat

PENDAHULUAN

Secara ringkas ilmu hayat/biologi didefinisikan selaku ilmu yang mempelajari kehidupan organisme hidup (tanaman dan hewan termasuk insan). Ilmu hayat atau ilmu kehidupan mencakup studi tentang sifat-sifat, pembagian terstruktur mengenai dan tingkah laku organisme, bagaimana spesies terlahir dan bagaimana mereka saling berinteraksi dengan lingkungannya, tingkah laku sosial diantara komunitas dan sebagainya. Dilihat dari sifatnya, ilmu hayat yaitu sekumpulan hasil observasi fenomena yang terkait dengan kondisi hidup, hipotesis-hipotesis dan teori-teori mengenai metode dan keadaan hidup. Arti hidup atau keadaan hidup yaitu kondisi yang membedakan antara binatang dan flora dengan objek anorganik dan organisme yang mati. Artinya flora dan hewan yang hidup yaitu zat organik hidup yang berlawanan dengan zat organik hewan dan flora yang mati. 

Keadaan hidup atau hidup yang dipelajari yakni apa-apa dan kondisi dari tumbuhan dan binatang saat binatang dan flora tersebut dalam kondisi tidak mati. Ciri-ciri hidup meliputi terjadinya pertukaran dan perputaran zat, perkembangbiakan, kemajuan dan pertumbuhan, respons kepada stumulus, dan pergerakan. Kajian terhadap ciri-ciri hidup tersebut akan mengarahkan kepada pemahaman apa yang dimaksud dengan hidup menurut ilmu hayat/biologi.

PEMBAHASAN
A. Ilmu Hayat
Pada tataran organisme, ilmu hayat menerangkan fenomena proses kelahiran, pertumbuhan, proses penuaan, proses akhir hayat dan membusuknya organisme. Selanjutnya dikaji juga ihwal kesamaan sifat-sifat di antara anak (filial) dengan tetuanya (induk, parent), dan proses pembungaan tanaman. Fenomena lainnya mencakup laktasi penyusuan anak, metamorfosis, penetasan telur, proses penyembuhan dan juga dilengkapi dengan sifat-sifat tropisme. Pada skala yang lebih luas, ilmu hayat juga menelaah domestikasi hewan dan flora, juga menelaah keanekaragaman organisme hewan dan tumbuhan (Biodiversitas), pergantian (evolusi) dan kepunahan.

Objek kajian hayati/biologis meliputi pembagian terstruktur mengenai dan sistematik, morfologi atau struktur, fisiologi atau operasional hidup, anatomi dan sitologi atau struktur mikroskopik, proses yang khas mirip perkembangan dan aspek metabolisme serta kajian aspek aplikasi hayati/biologi seperti rekayasa genetika, transgenik/cloning, kultur jaringan, breeding, hibridisasi dan rekayasa hayati lainnya.

Apabila definisi dan objek kajian hayati hanya yang bersifat wujud empiris rasional saja, maka kajian tersebut bersifat sekuler (menyisihkan wujud yang dimaksud wawasan dalam islam) karena objek kajian biologis atau sains yang diisyaratkan atau diberitakan (diperintahkan untuk diamati/dilihat/dipikirkan) oleh wahyu bukan hanya materi alam yang wujudnya tampak (‘alam al-syahadah) tetapi juga alam yang tidak tampak (‘alam al-ghayb). Sebagai sains yang dipandu wahyu, memandang sains islam bersifat holistik dengan tauhid selaku paradigma makro. Iman dan rasio berpadu dalam sains Islam.

B. Nilai Islami dalam Ilmu Hayat
Naquib Al-Attas dalam Adi Setia (2005 : 54) menyebutkan ilmu yang datang dari Allah diperoleh lewat cara atau saluran:
  • Pancaindera (sound senses/hawass salimah) yang mencakup pancaindera eksternal (peraba, perasa, pencium, indera pendengaran dan penglihatan) dan pancaindera internal (common sense, representation, estimation, recollection/retention dan imagination)
  • Khabar yang benar (khabar shadiq) berdasarkan autoritas (naql) yang mencakup : otoritas multak (otoritas ketuhanan (al-Qur’an) dan kenabian (hadist rosulullah saw.); otoritas nisbi (kesepakatan alim ulama/tawatur dan khabar orang terpercaya secara lazim.
  • Intelek (intellect/’aql) yang meliputi: ‘akal sehat /sound reason dan ilham/intuition/hads/wildan.
Akal merupakan faktor utama dalam proses menerima ilmu. Faktor logika ini yang membedakan insan dari hewan, maka dapat diterima dalam menemukan ilmu biologi Islam, penggunaan pancaindera yang sehat dan logika yang sehat untuk mengerti kebenaran hakekat dari fenomena hayati organisme flora dan binatang/insan yang hidup.

Saintis/biologiwan mencari hakekat atau realitas dibalik alam fenomenal yang dlahir yang bisa merangkum aneka macam performens hayati. Akan tetapi pencarian ilmu biologis kurang atau sedikit sekali memakai daya ilhami, alasannya ontologi biologi yang mensifatkan demikian, yang berlawanan dengan sains sosial atau psikologi. Fenomena biologi biasanya bersifat fisik yang gampang ditangkap oleh indera. Oleh alasannya adalah itu biologiwan sedikit menerima klarifikasi secara ilhami. Meskipun demikian , dalam perjalanannya sering kita dengar informasi dari para penemu sains terjadinya “lucky discovery”. Penemuan yang timbul tiba-tiba. Ilham/intuisi yang menyelesaikan kemandegan saintis dalam pencarian ilmunya.

Aristoteles 300 SM menyatakan pemikirannya, bahwa hewan mahluk kecil itu hadirnya begitu saja dari benda yang mati. Pemikiran itu dianut juga oleh Needham, pendeta orang Irlandia yang pada tahun 1745-1750 menyelenggarakan percobaan dan penelitian dengan kombinasi emulsi dan cairan biji-bijian, daging dan substrat yang lain. Air rebusan yang disediakan disimpan rapat-rapat dalam wadah tertutup, namun mikroorganisme dapat muncul dan hidup pada media tersebut. Kesimpulannya, kehidupan gres mampu muncul dari benda yang mati. Pendapat ini populer dengan teori abiogenesis (mahluk timbul begitu saja dari barang mati) atau juga disebut teori generatio spontanea (mahluk itu terjadi begitu saja timbul secara impulsif). Tetapi kemudian, usulan Aristoteles dan Needhan tersebut disangkal oleh Spallanzani (1729-1799) yang mengambarkan bahwa perebusan dan penutupan botol yang dilaksanakan Needhan tidak akurat.

Percobaan Schultze 1836 dan Schroeder dan Dusch pada 1854 serta Louis Pasteur tahun 1865 membuktikan bahwa tidak ada kehidupan gres dari benda mati. Pendapat ini diketahui dengan semboyan Omne vivum ex ovo, omne ovum ex vivo (kehidupan itu berasal dari telur, dan telur itu berasal dari sesuatu yang hidup). Penelitian saintis barat tersebut belum mampu menjawab dari mana asal mahluk kecil (kuman) bermula. Mereka berhenti disana, tidak ada tutorial atau isyarat yang mengarahkan pada suatu kepercayaan yang berada di luar rasio mereka.

Rasio mereka bergerak pada sesuatu yang tidak empiris. Mereka mulai berpikir analisis-historis (sesuatu yang tidak dialami). Mahluk hidup atau bakteri itu adalah entitas mikroorganisme yang wujudnya tersusun dari makro-molekul protein (daging), sedangkan protein tersusun dari molekul asam amino (NH2). Memang rasional, elemen/unsur zat lemas atau nitrogen (N) dan hidrogen H2 dan sulfida H2S berlimpah dialam ini. Atmosfir (udara) bebas mengandung +78% gas nitrogen dan H2 mampu terlisis dari air (H2O), maka mereka menggunakan teori evolusi bahwa basil tersebut muncul melalui evolusi atau pergeseran dari anasir yang ada di bumi yakni dari zat nitrogen dan hidrogen. Memang kini orang telah mampu menyusun molekul protein sintetis dengan alat mesin yang sangat canggih, tetapi satu hal yang tidak mampu dibuat yaitu “hidup”. Bakteri yakni mahluk hidup yang dapat bergerak dan berbiak, bukan cuma molekul protein (daging) yang tidak bernyawa.

Hanyalah wahyu yang dapat menjawab pertanyaan dari mana dan bagaimana substansi protein itu menjadi hidup. Al-Alquran dalam surat al-Mu’minun ayat.14 memperlihatkan tutorial bagaimana fase-fase peristiwa (urutan-urutan) penciptaan makhluk (embriologi). Pada fase selesai, Allah menyatakan

“…ﺭﺧﺁ ﺎﻗﻟﺨ ﻩﺎﻧﺄﺷﻧﺃ ﻢﺜ”. Dengan ditiupkan roh ke dalam tubuhnya, maka jadilah makhluk.

Tugas saintis hebat embriologi untuk mengelaborasi fase-fase perkembangan embrio tersebut sehingga dikenali lebih terperinci bagaimana semoga embrio berkembang wajar berdasarkan perhitungan kesehatan. Adapun problem ruh pada mahluk hidup susah diterangkan, karena memang manusia cuma diberi sedikit ilmu wacana ruh itu ( Al-Quran surat Bani Israil)

Wujud alam kasatmata ini relatif, yang wujudnya bergantung terhadap dewa, menjadi ghayb bagi insan sebab dimensi jarak, diisyaratkan dalam wahyu mirip yang tersurat dalah surat Ar-Rahman 33 :

...ﺍﻮﺫﻔﻧﺎﻔ ﺽﺭﻷﺍﻮ ﺕﺍﻮﻣﺳﻟﺍ ﺭﺎﻃﻗﺃ ﻦﻤ ﺍﻮﺫﻓﻧﺘ ﻥﺃ ﻢﺘﻌﻂﺗﺴ ﻥﺇ ﺲﻧﻹﺍﻭ ﻦﺠﻟﺍ ﺭﺸﻌﻣ ﺎﯿ

Wujud yang jauh di sana, yang ghayb tidak terlihat dengan mata menjadi objek kajian sains Islam

Menjadi tidak terlihat dengan mata telanjang , mirip wujud bahan mikroorganisme (organisme super-mikroskopik : virus) yang dimensi besarnya hanya ukuran mili mikron dan hanya dapat dilihat dengan bantuan mikroskop elektron yang memiliki magnifikasi --100.000 kali. Organisme ini tidak terlihat dengan mata telanjang alasannya adalah sungguh kecil dimensi wujudnya. Dalam surat al-Baqarah, wahyu Allah “...ﻰﯾﺤﺘﺴﯾ ﻻ ﷲﺍ ﻥﺇ” sudah mengisyaratkat adanya wujud atau objek yang sungguh kecil.

Sering terjadi proses metabolisme kuratif yang diluar kendali rasio dan ilmu insan. Ketika diagnosis dokter atau analisis praktisi biologi menyimpulkan bahwa perkembangan fatogen/penyakit dalam organ tubuh mahluk tidak dapat dihentikan (penyakit tidak mampu disembuhkan), tetapi Allah pencipta kehidupan menentukan lain.

Naquib Al-Attas dalam Adi Setia (2005 :57) menyebutkan bahwa akal atau intelek merupakan jembatan yang menghubungkan antara alam inderawi yang lebih rendah tahap wujudnya dengan alam ruhani yang lebih tinggi tahap wujudnya serta yang menjadi sumber terhadap alam inderawi. Melalui akal, insan bisa mengalami tahap wujudi yang lebih tinggi itu. Melalui akal juga manusia mampu menggabungkan faktor jasmaninya dengan aspek ruhaninya. Dengan demikian insan bisa mencapai pemahaman atau ilmu ihwal fenomena dan naumena sekaligus. Sebagai biologiwan Islam akan menyakini, dibalik metabolisme hayati yang bekerja secara rasional yang relatif pasti itu, terdapat kepastian yang mutlak dari kekuasaan penggagas kehidupan. Setelah Allah membuat, Allah pun memeliharanya dan menunjukkan arahannya (ﻯﺪﻬﻔ ﺭﺪﻗ ﻯﺬﻠﺍ ﻭ , surat al-A’laa)

C. Ilmu yang Tidak Netral/Sarat Nilai
Kegunaan mempelajari ilmu hayat yaitu agar mampu memahami fenomena, tanda-tanda dan fakta alam hayati dan memakai pemahaman itu untuk langkah-langkah perbaikan dan upaya pelestarian alam hayati dan meningkatkan kemakmuran manusia dan mahluk lainnya serta untuk dapat memahami dan menyakini alam makhluk hidup selaku ciptaan Allah. Klimaksnya manusia akan tunduk mengucapkan subhanallah bahwa Allah membuat alam dan makhluk hidup itu secara terpola, tertib dan tidak bathil. Ilmu hayat selaku ilmu yang menelaah ayat-ayat kauniyah tidak bebas nilai (netral) tetapi sarat/penuh dengan nilai-nilai, dalam hal ini nilai islami. Bagaimana kegunaan dan pentingnya sains Islami dikerjakan, Nasim Butt (1996) telah menciptakan perbandingan antara sains barat dan sains yang dipandu dengan aliran Islam selaku berikut :

DAFTAR PUSTAKA
  • Adi Setia. 2005. Epistemologi Islam Menurut Al-Attas. Satu Uraian Singkat. Islamia. Thn II. No 6. 2005. Jakarta h. 53-58
  • Nasim Butt. 1996. Sains dan Masyarakat Islam. Pustaka Hidayah. Bandung
  • Rustam Effendi. 2003. Produksi Dalam Islam. Magistra Insani Press. MSI UII Yogyakarta.

Sumber http://makalahmajannaii.blogspot.com


EmoticonEmoticon