Senin, 30 November 2020

Makalah Konsep Diri Dengan Prestasi Berguru

BAB I
PENDAHULUAN
Makalah Konsep Diri dengan Prestasi Belajar

Manusia bereksistensi selaku subjek dan objek dalam pembangunan, artinya menempati posisi sentral dan strategis. Pembangunan nasional memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas, guna memenangkan persaingan yang kian ketat dan kompetitif dalam memasuki periode globalisasi. Anggrilli dan Helfat (1981:27) menyatakan desain diri sebagai persepsi internal yang dimiliki setiap orang ihwal dirinya tergolong penilaian yang bersifat eksklusif tentang banyak sekali karakteristiknya. Uraian yang senada diketengahkan oleh Johnson dan Madinnus (1969), yaitu rancangan diri ialah selaku sikap individu terhadap fisik dan tingkah lakunya. Kemudian, Secord dan Backman (1974) menguraikan bahwa desain diri yakni suatu rangkaian pedoman dan perasaan kepada diri sendiri yang mencakup: tubuh, tampilan, dan sikap. Di sisi lain, Rais (dalam Gunarsa dan Gunarsa, 1983) mengetengahkan pandangan yang hampir sama, menurutnya desain diri ialah persepsi atau penilaian seseorang tentang dirinya. Selanjutnya Hurlock (1993: 58) mengemukakan bahwa konsep diri mencakup gambaran fisik dan psikologis. Dalam relasi ini, Song dan Hattie (1984:127) mengetengahkan bahwa konsep diri terdiri atas: desain diri akademis, konsep diri sosial, dan performa diri.

BAB II
PEMBAHASAN
Makalah Konsep Diri dengan Prestasi Belajar

A. Pengertian Konsep Diri
desain diri ialah penilaian, persepsi, dan perasaan seseorang wacana dirinya. Konsep diri terdiri atas dua faktor, ialah konsep diri fisik yang tercermin pada penampilannya, dan desain diri psikologis yang terinci atas desain diri akademis dan konsep diri sosial. Dalam kaitannya dengan berguru perlu dibangun rancangan diri yang kasatmata, semoga terbentuk iman diri. Hal ini senada dengan pertimbangan Cooper dan Sawot (dalam Priyadharma, 2001:18), bahwa kepercayaan diri adalah kekuatan emosi yang didasarkan atas rasa harga diri dan makna diri. Semakin besar rasa yakin diri, semakin besar potensi untuk meraih kesuksesan dalam segala acara.

Motivasi berprestasi termasuk jenis motivasi intrinsik. McClelland (1987) menyebutkan bahwa motivasi berprestasi ialah sebagai sebuah perjuangan untuk mencapai hasil yang sebaik mungkin dengan berpedoman pada suatu standar keunggulan tertentu (standards of exellence). Kemudian, Heckhausen (1967) mengemukakan bahwa motivasi berprestasi merupakan suatu perjuangan untuk memajukan kecakapan eksklusif setinggi mungkin dalam segala kegiatannya dengan memakai ukuran keunggulan sebagai perbandingan. Jadi, dalam motivasi berprestasi selalu ada standar tertentu yang dijadikan persyaratan kerberhasilan.

Dalam hal ini ada tiga persyaratan, yaitu pertama, produk dinilai atas dasar kesempurnaan. Kedua, membandingkan prestasi sendiri yang pernah dicapai sebelumnya. Ketiga, membandingkan dengan prestasi orang lain dalam bidang sejenis. Menurut Ardhana (1990), motivasi berprestasi dapat dilihat dari adanya kecenderungan dan perjuangan yang bersifat ajeg untuk bekerja keras dalam solusi sebuah tugas, walaupun tidak ada pengawasan dari pihak lain. Kajian Keller, Kelly,dan Dodge (1987) menyimpulkan ada 6 karakteristik motivasi berprestasi yang tampak konsisten, yang terinci sebagai berikut, (1) individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi lebih banyak menyukai kesuksesan yang sarat tantangan, (2) suka perjuangan terlepas dari apakah mendapat imbalan atau ganjaran, (3) cenderung membuat opsi atau melaksanakan tindakan yang kongkret, (4) menyukai suasana yang dapat menganggap diri sendiri dalam pencapaian maksudnya, (5) mempunyai perspektif jauh ke depan, dan (6) individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan menunjukkan prestasi yang tinggi. Selanjutnya, Winkel (1984:27) mendifinisikan motivasi berprestasi sebagai daya aktivis seseorang untuk mencapai taraf prestasi mencar ilmu yang tinggi demi menemukan kepuasan. Demikian pula, Edward yang dikutip oleh Martinah (1984) mengupas tentang motivasi berprestasi sebagai impian seseorang untuk dapat menyelasaikan peran yang merepotkan secara baik, bekerja sebaik - semestinya untuk menemukan keberhasilan, menyelesaikan tugas yang memerlukan perjuangan dan ketrampilan, dan menjalankan peran dengan kualitas lebih baik dari pada orang lain.

B. Pentingnya Motivasi dalam Belajar
Motivasi berprestasi ialah bentuk spesifik dari motivasi intrinsik, peranannya sungguh menentukan agar tercapai prestasi belajar yang berarti. Motivasi berprestasi perlu ditemukenali, dipupuk serta ditumbuhkembangkan oleh guru secara maksimal dalam proses pembelajaran. Hal ini senada dengan pendapat Dimyati dan Mudjiono (1999:91) yang menyatakan bahwa motivasi berprestasi dikatakan selaku motivasi intrinsik yang perlu diamati dan dikembangkan oleh guru semenjak Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas.

Berdasarkan uraian tentang pemahaman dan ciri-ciri motivasi berprestasi yang dipaparkan oleh para ilmuan di atas, dapat ditarik final bahwa motivasi berprestasi yaitu konstruk psikologis yang mendorong siswa untuk melaksanakan usaha dengan sebaik mungkin atas dasar persaingan yang sehat dan bertanggung jawab, agar tercapai hasil berguru yang maksimal menurut persyaratan kelebihan

C. Tanggung Jawab Orang Tuan kepada Anak
Perhatian orang tua kepada anak, tergolong dalam konteks bimbingan dalam keluarga. Hal ini dikemukakan oleh Suharsana (1976) yang menyatakan bahwa bimbingan orang renta dapat mencakup: perhatian, hikmah, komitmen-kesepakatan, dan penghargaan. Kemudian, Andersen sebagaimana yang dikutip oleh Rakhmat (1986:64) menjelaskan bahwa perhatian atau attention ialah proses mental kepada stimuli atau rangkaian stimuli tertentu yang menonjol dalam kondisi stimuli-stimuli yang yang lain melemah. Perhatian terjadi bila seseorang mengkonsentrasikan alat indranya kepada stimuli yang mempunyai sifat-sifat menarik dan sesuai dengan keperluan subjek.

Berkenaan dengan perhatian orang renta, tidaklah cukup bila orang renta sekadar menawarkan dan melengkapi kemudahan serta fasilitas belajar yang berwujud benda fisik ,alasannya adalah lengkapnya kemudahan fisik belum menjamin seorang anak mencar ilmu dengan baik. Fasilitas yang disediakan oleh orang renta hanya merupakan salah satu faktor saja yang kuat terhadap keberhasilan belajar. Bagaimanapun baiknya dan lengkapnya akomodasi yang tersedia, jika tidak digunakan untuk hal-hal yang berafiliasi dengan kegiatan mencar ilmu, dapat diduga bahwa prestasi mencar ilmu anak tidak akan maksimal. Dalam kaitannya dengan duduk perkara ini, Jiyono dan John Stone (1983:289) menyatakan bahwa apa terjadi di dalam rumah yaitu lebih penting ketimbang apa yang tersedia dalam rumah.

Bertitik tolak dari hal-hal di atas, terkandung maksud bahwa perhatian orang bau tanah terhadap acara mencar ilmu anak di rumah mempunyai arti dan dampak yang lebih penting, jika ketimbang pengadaan kemudahan berguru yang mewah. Karena itulah, dalam hal ini pengadaan fasilitas dan akomodasi berguru dimasukkan menjadi salah satu faktor dari wujud perhatian orang bau tanah, artinya jikalau membicarakan ubahan perhatian orang tua secara implisit di dalamnya sudah tergolong pula pengadaan kemudahan berguru. Tentang urgensi perhatian orang bau tanah, diketengahkan oleh Rimm (2000:38) yang menyatakan bahwa di dalam mempekerjakan bawah umur perhatian yang wajar dari langsung orang-orang cukup umur/orang tua lebih utama dari pada ganjaran dan eksekusi. Selanjutnya, Russell (1993) memastikan bahwa perhatian orang tua berpengaruh kuat kepada perilaku bawah umur. Demikian pula, Markum (1981:49) menyatakan bahwa korelasi emosional antara orang bau tanah dengan anak mampu mensugesti keberhasilan belajarnya.

DAFTAR PUSTAKA
  • Anggrilli, A. and Helfat, L. 1981. Child Psychology. New York: Boreus &; Noble Books.
  • Ardhana. 1990. Atribusi Terhadap Sebab-alasannya adalah Keberhasilan Serta Kegagalan Serta Kaitannya dengan Motivasi Untuk Berprestasi. Malang: IKIP. Negeri Malang.
  • Departemen Pendidikan Nasional RI. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Th.2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.
  • Dimyati , Mudjiono. 1999. Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta.: Rineka Cipta.
  • Gunarsa, S.G. dan Gunarsa. 1983. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Pt.BPK. Gunung Mulya.
  • Hekhausen, H. 1967. The Anatomy of Acheivement Motivation. New York: Academi Press.
  • Hurlock, E. B.1993. Child Development. Alih Bahasa Dr. Med. Meitasari Tjandrasa. Jakarta: Penerbit Erlangga.
  • Irawan, P. 1997. Teori Belajar, Motivasi, Dan Keterampilan Mengajar. Jakarta: Universitas Terbuka.
  • Jiyono, and John S.1983. Out Oh School Factors and Educational Achievement in Indonesia Camparative Educational Review.
  • Johnson, RC. And Medinnus, G.R. 1969. Child Psykology Behavior and Development. Scond Edition. New York: John Wiley & Sons. Inc.
  • Maba, I. W. 2002. Evaluasi Pembelajaran (Makalah Disajikan. Pada Penataran PBM.Dosen Kopertis VIII) Tanggal 27 Oktober 2002.
  • Markum, M. E. 1981. Anak, Keluarga Dan Masyarakat (Tinjauan Atas Disiplin, keleluasaan, budbahasa dan proses berguru).Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
  • Martinah. 1984. Pembinaan Supervisi Pengajaran. Jurnal Ilmu Pendidikan.
  • McClelland, D. Human Motivation.New York: Cambridge University Press.
  • Suwendra. 1992. Pengaruh Konsep Diri Terhadap Kesuksesan Belajar di Perguruan Tinggi. Majalah Ilmiah Kopertis VIII.
  • Tilaar. 2002. Pendidikan Untuk Masyarakat Indonesia Baru. Jakarta: PT. Gramedia.
  • Winkel. 1984. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta: PT. Gramedia

Sumber http://makalahmajannaii.blogspot.com


EmoticonEmoticon