I. Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Sebagian besar lembaran sejarah Psikolog mengungkapkan bahwa kondisioning ialah bentuk berguru yang paling sederhana dan mampu dimengerti secara keseluruhan. Sebab berdasarkan jago bahwa implementasinya ke arah pembentukan organisasi kelas bersifat lebih rendah menguasainya dibanding proses-proses mencar ilmu rancangan, berpikir, dan menuntaskan dilema. Salah satu tokoh dalam menciptakan belajar classical conditioning ialah Ivan Pavlov, beliau dikenal selaku tokoh behaviorisme.
Pada faktanya, pada saat Thorndike melakukan riset utamanya dalam menemukan teori berguru koneksionisme yang tidak disangsikan lagi kehebatannya , Pavlov jua sedang meneliti proses mencar ilmu. Dia juga tidak suka dengan psikologi subjektif dan nyaris saja tidak inginmempelajari refleks yang dikondisikan alasannya adalah bersifat psikis. Meskipun Pavlov tidak terlampau menghargai para psikolog, beliau cukup menghormati Thorndike dan mengakuinya sebagai orang pertama yang melaksanakan riset sistematis kepada proses belajar pada binatang.
Teori Classical Conditioning yang ialah bagian dari teori Behaviorisme mengatakan bahwa peniruan sangat penting dalam mempelajari bahasa. Teori ini juga mengatakan bahwa mempelajari bahasa berafiliasi dengan pembentukan hubungan antara aktivitas stimulus-respon dengan proses penguatannya. Proses penguatan ini diperkuat oleh sebuah situasi yang dikondisikan, yang dilakukan secara berulang-ulang. Sementara itu, alasannya rangsangan dari dalam dan luar menghipnotis proses pembelajaran, anak-anak akan menanggapi dengan mengatakan sesuatu. Ketika responnya benar, maka anak tersebut akan menerima penguatan dari orang-orang cukup umur di sekitarnya. Saat proses ini terjadi berulang-ulang, lama kelamaan anak akan menguasai percakapan.
Kalimat bijak mengungkapkan sebaik-baik insan ialah yang berguna untuk insan, mungkin demikianlah istilah penulis jikalau tidak berlebihan kepada diri Ivan Pavlov yang demikian gemilang, telah mengiringi pemerhati teori belajar untuk senantiasa tidak jenuh mengulasnya, berdasarkan Ivan Pavlov bahwa teori ini “klasik”. Sehingga kesimpulan teori yang beliau tangkap”respon” dikelola oleh pihak luar; ia memilih kapan dan apa yang mau diberikan sebagai “stimulus”. Demikianlah kejeniusan Ivan Pavlov perihal teori classical conditioning sebagai dasar hasil eksperimennya.
Akibatnya, Ivan Pavlov sudah melahirkan versi belajar teori classical conditioning berguna, maka merupakan keharusan penulis untuk menyampaikan kembali, guna merealisasikan dinamika teori Ivan Pavlov sebagai dasar pengembangan dalam praktek belajar mengajar, sehingga dapat berlangsung dengan baik dan tercapai tujuan yang dibutuhkan
II. Pembahasan
A. Riwayat Singkat Tentang Ivan Pavlov
Ivan Petrovich Pavlop lahir di Rusia pada tanggal 14 September tahun 1849 dan meninggal di Leningrad pada tanggal 27 februari 1936. dan dia meninggal pada tahun 1936 di Rusia. Sebenarnya dia bukan seorang sarjana psikologi dan ia pun tak ingindisebut sebagai mahir psikologi, karena beliau adalah seorang sarjana ilmu faal yang fanatik. Cara berfikirnya adalah sepenuhnya cara berfikir jago ilmu faal, bahkan beliau sangat anti kepada psikologi sebab dianggapnya kurang ilmiah. Dalam penelitian-penelitiannya ia senantiasa berupaya menyingkir dari desain-konsep maupun perumpamaan-istilah psikologi. Kendatipun demikian, peranan Pavlov dalam psikologi sangat penting, alasannya studinya tentang refleks-refleks akan ialah dasar bagi perkembangan pemikiran psikologi behaviorisme. Pandangannya yang paling penting yakni bahwa kegiatan psikis sesungguhnya tidak lain merupakan rangkaian refleks-refleks belaka. Karena itu, untuk mempelajari aktivitas psikis (psikologi) kita cukup mempelajari refleks-refleks saja. Pandangan yang bahu-membahu bermula dari seorang tokoh Rusia lain bernama I.M. Sechenov yang banyak menghipnotis Pavlov ini, lalu dijadikan dasar pandangan pula oleh J.B Watson di Amerika Serikat dalam ajaran Behaviorisme nya sehabis menerima pergantian-pergeseran secukupnya.
Dasar pendidikan Pavlov memang ilmu faal. Mula-mula ia belajar ilmu faal binatang dan lalu ilmu kedokteran di Universitas St. Petersburg. Pada tahun 1883 dia menerima gelar Ph.D setelah menjaga setelah menjaga thesisnya perihal fungsi otot-otot jantung. Kemudian selama dua tahun beliau mencar ilmu di Leipzig dan Breslau. Pada tahun 1890 ia menjadi profesor dalam farmakologi di Akademi Kedokteran Militer di St. Petersburg dan administrator Departemen Ilmu Faal di Institute of Experimental medicine di St. Petersburg. Antara1895-1924 ia menjadi Professor ilmu Faal di Akademi Kedokteran Militer tersebut, 1924-1936 menjadi administrator Lembaga ilmu Faal di Akademi Rusia Leningrad. Pada 1904 ia mendapat kado Nobel untuk penelitiannya wacana pencernaan.
Penemuan Pavlov yang sungguh menentukan dalam sejarah psikologi adalah hasil penyelidikannya wacana refleks berkondisi (‘conditioned reflex). Dengan penemuannya ini Pavlov meletakkan dasar-dasar Behaviorisme, sekaligus menaruh dsar-dasar bagi observasi-penelitian tentang proses mencar ilmu dan pengembangan teori-teori ihwal mencar ilmu. Bahkan American Psychological Association (APA) mengakui bahwa Pavlov ialah orang yang terbesar pengaruhnya dalam psikologi terbaru disamping Freud.1
Pavlov mempunyai beberapa buah karyanya yang penting, sebagaimana dikutip dari Filsafat Islam karangan Ismail Asy-Syarafa dia menunjukan diantaranya:
a. Dua Puluh Tahun Studi Objektiv wacana Aktivitas Saraf (perilaku) pada Binatang (Isyuruuna ‘Aamman mi Ad-Dirasah Al-hayawaanat, 1923.
b. Kuliah tentang Cara Kerja Dua Lingkaran Besar Otak (Muhadharat fi ‘Amali An-Nishfain Al-Kurawiyyaain Al-Kabirainn li Al-Mukh),1927.2
B. Teori Belajar Kondisioning Gagasan Ivan Pavlov
Teori belajar ide Ivan Pavlov disebut dengan Teori pembiasaan klasik (classical conditioning) . Kata classical yang mengawali nama teori ini semata-mata digunakan untuk menghargai karya Pavlov yang dianggap paling dulu di bidang conditioning (upaya penyesuaian) dan untuk membedakannya dari teori conditioning lainnya (Gleitmen,1986). Selanjutnya, mungkin alasannya adalah fungsinya, teori pavlov ini juga dapat disebut respondent conditioning (pembiasaan yang dituntut). Teori ini sering disebut juga contemporary behaviorist atau juga disebut S-R psychologists yang beropini bahwa tingkah laku manusia itu dikendalikan oleh ganjaran (reward) atau penguatan (reinforcement) dari lingkungan. Jadi, tingkah laku berguru menerima jalinan yang bersahabat antara reaksi behavioral dengan stimulasinya. Guru yang menganut persepsi ini bahwa masa lalu dan abad kini dan segenap tingkah laris ialah reaksi kepada lingkungan mereka ialah hasil mencar ilmu. Teori ini ini menganalisis peristiwa tingkah laris dengan mempelajari latar belakang penguatan (reinforcement) kepada tingkah laris tersebut.3
Dalam sub judul ini penulis banyak mengutip uraian Hendry C. Ellis, perihal eksperimennya Pavlov di laboratorium pada seekor anjing.4 Beliau melakukan operasi kecil pada pipi anjing itu sehingga bab dari kelenjar liur dapat dilihat dari kulit luarnya.5 Sebuah kanal kecil di pasang pada pipinya untuk mengukur pedoman air liurnya. Kondisi anjing itu terpisah dari pandangan dan bunyi luar, atau ditaruh pada panel gelas.
Rita L. Atkinson, et.al mengungkapkan; lampu dinyalakan.6 Anjing dapat bergerak sedikit, tetapi tidak mengeluarkan liur. Setelah beberapa detik, abu daging diberikan; anjing tersebut lapar dan memakannya. Alat perekam mencatat pengeluaran air liur yang banyak.7 Prosedur ini berulang kali. Kemudian lampu dinyalakan namun bubuk daging tidak diberikan, namun anjing tetap mengeluarkan air liur. Binatang itu telah belajar mengasosiasikan dinyalakan lampu dengan makanan.8
Peristiwa ini menurut Pavlov merupakan refleks bersyarat9 dari adanya duduk perkara fungsi otak, sehingga problem yang ingin dipecahkan oleh Pavlov dengan eksperimen itu adalah bagaimanakah refleks bersyarat itu terbentuk.10
Dari eksperimen Pavlov, menurutnya respon dikelola oleh pihak luar; pihak inilah yang menentukan kapan dan apa yang hendak diberikan selaku stimulus, sebagaimana diterangkan Agus Suryanto wacana teori Pavlov tersebut, beliau menyampaikan semua mesti berobjekkan terhadap segala yang terlihat oleh indera, dari luar.11
Peranan orang yang berguru bersifat pasif sebab untuk mengadakan tanggapanperlu adanya sebuah stimulus tertentu. Sedangkan mengenai penguat berdasarkan Pavlov bahwa stimulus yang ridak terkontrol (unconditioned stimulus) mempunyai korelasi dengan penguatan. Stimulus itu sendirilah yang menjadikan adanya pengulangan tingkah laku dan berfungsi sebagai penguat.12
Setelah respon berkondisi tercapai, apakah yang hendak terjadi jikalau stimulus berkondisi diulang atau diberikan kembali tanpa dibarengi oleh stimulus tidak berkondisi? Dalam hal ini akan terjadi pelenyapan atau padam. Dengan kata lain pelenyapan yaitu tidak terjadinya respon atau menurunnya kekuatan respon pada ketika diberikan kembali stimulus berkondisi tanpa disertai stimulus tak berkondisi sehabis terjadinya respon. Sedangkan penyembuhan impulsif yaitu langkah-langkah atau usaha konkret untuk menghalangi terjadinya pelenyapan. Satu diantaranya adalah melalui rekondisioning atau mengkondisikan kembali lewat pinjaman kedua stimulus berkondisi secara berpasangan.13
Dari peristiwa pengkondisian klasik ini , merupakan dasar bentuk mencar ilmu yang sangat sederhana, sehingga banyak andal kejiwaan menilai Pavlov sebagai titik permulaan sempurna untuk penyelidikan mencar ilmu.14
Lalu peristiwa kondisioning juga banyak terdapat pada diri manusia, contohnya anda dapat menjadi terkondisi terhadap gambar kuliner dalam berbagai iklan yang menampilkan kuliner malam dengan steak yang yummy, dapat mengakibatkan respon air liur walaupun anda mungkin tidak lapar.15
Berdasarkan percobaan yang dijalankan oleh Ivan Pavlov maka terlihat bahwa pentingnya mengkondisi stimulus supaya terjadi respon. Dengan demikian pengontrolan stimulus jauh lebih penting daripada pengontrolan respon. Konsep ini mengisyaratkan bahwa proses berguru lebih mengutamakan faktor lingkungan (eksternal) dibandingkan dengan motivasi (internal).
Dalam eksperimennya yang lain, Pavlov menggunakan anjing untuk mengetahui relasi antara conditional stimulus (CS), unconditioned stimulus (UCS), conditioned response (CR), dan unconditioned response (UCS). CS ialah rangsangan yang mampu mendatangkan respons yang dipelajari, sedangkan respons yang dipelajari itu sendiri disebut CR. Adapun UCS berarti rangsangan yang mengakibatkan respons yang tidak dipelajari, dan respons yang tidak dipelajari itu disebut UCR.
Anjing percobaan itu mula-mula diikat sedemikian rupa dan pada salah satu kelenjar air liurnya diberi alat penampung cairan yang dihubungkan dengan pipa kecil (tube). Perlu dikenali bahwa sebelum dilatih (dikenal eksperimen), secara alami anjing itu senantiasa mengeluarkan air liur setiap kali mulutnya berisi makanan. Ketika, bel dibunyikan secara alami pula anjing itu menawarkan reaksinya yang berhubungan , adalah tidak mengeluarkan air liur.
Kemudian, dijalankan eksperimen berbentuklatihan adaptasi menyimak bel (CS) gotong royong dengan santunan kuliner berbentukserbuk daging (UCS). Setelah latihan yang berulang-ulang ini akhir, suara bel tadi (CS) diperdengarkan lagi tanpa disertai masakan (UCS). Apa yang terjadi? Ternyata anjing percobaan tadi mengeluarkan air liur juga (CR), meskipun hanya mendengar bunyi bel (CS). Makara, CS akan menghasilkan CR apabia CS dan UCS sudah berkali-kali dihadirkan bahu-membahu.
Berdasarkan eksperimen di atas, kian jelaslah bahwa berguru yaitu perubahan yang ditandai dengan adanya korelasi antara stimulus dan respons. Jadi, prinsipnya hasil eksperimen E.L Thorndike di wajah kurang lebih sama dengan hasil eksperimen Pavlov yang memang dianggap selaku pendahulu dan ajaran Thorndike yang behavioristik itu. Kesimpulan yang dapat kita tarik dari hasil eksperimen pavlov yakni bila stimulus yang diadakan (CS) selalu diikuti dengan stimulus penguat (UCS), stimulus tadi (CS) cepat atau lambat karenanya akan menjadikan respons atau pergeseran yang kita harapkan yang dalam hal ini CR.16
Agar lebih terang, dalam versi 4 digambarkan proses terjadinya relasi antara stimulus dan respons tersebut baik yang unconditioned (secara alami) maupun yang conditioned (bikinan/yang dibiasakan).
C. Konsep Teori Utama Ivan Pavlov
Dalam merumuskan teori mencar ilmu, Ivan Pavlov mengelompokkan konsep teori ke dalam 4 (empat) teori:17
1. Eksitasi (Kegairahan ) dan Inhibition (Hambatan)
Menurut Ivan Pavlov dua proses dasar yang mengendalikan semua kegiatan metode saraf pusat adalah Exitation (Eksitasi/kegairahan) dan Inhibition (Hambatan). Ivan Pavlov bersepkulasi bahwa setiap peristiwa lingkungan bekerjasama dengan beberapa titik tolak dan dikala kejadian itu dialami, beliau condong menggairahkan atau mengahambat aktivitas otak. Kaprikornus otak terus menerus dirangsang atau dihambat, tergantung pada apa yang dialami organisme. Pola eksitasi dan kendala yang menjadi karakteristik otak ini oleh Pavlov disebut corcical mozaik (mozaik corcical). Mosaik kortikal pada satu momen akan memilih bagaimana organisme merespon lingkungan. Setelah lingkungan eksternal atau internal berubah, mosaik kortikal akan berganti dan perilaku juga akan berubah.
Mozaik kortikal dapat menjadi konfigurasi yang relatif stabil, alasannya berdasarkan Pavlov pusat otak yang berkali-kali aktif bareng akan membentuk koneksi temporer dan kebangkitan satu poin akan menghidupkan poin yang lain. Makara, jika satu nada terus menerus diperdengarkan terhadap seekor anjing sebelum dia diberikan makan, area di otak yang menyikapi ke masakan. Ketika koneksi-koneksi ini terbentuk, presentase nada akan menjadikan binatang bertindak seakan-akan masakan akan disuguhkan. Pada poin ini kita menyampaikan refleks yang dikondisikan telah terjadi.
2. Streotip Dinamis
Secara garis besar streotip dinamis yaitu mosaik kortikal yang menjadi stabil karena organisme berada dalam lingkungan yang mampu diprediksi selama periode waktu tertentu yang tidak mengecewakan panjang. Selama pemetaan kritikal ini dengan akurat mencerminkan lingkungan dan menghasilkan respons yang tetap, maka segala sesuatu akan baik-baik saja. Tetapi, kalau lingkungan berganti secara radikal, organisme mungkin kesulitan untuk mengganti stereotif dinamis. Ung disertai oleh insiden lingkungan yang lain, dan selama korelasi ini terus terjadi, perkumpulan antara keduanya pada level neural akan menguat. (amati kemiripan dengan aliran Thorndike wacana imbas dari latihan kepada ikatan neural). Makara, lingkungan berganti cepat, jalur neural gres harus dibuat, dan itu bukan tugas yang mudah.
3. Iradiasi dan Konsenterasi
Pada mulanya terjadi iradiasi akan melebur ke arah otak lain di dekatnya. Iradiasi ialah proses yang dipakai Ivan Pavlov untuk menjelaskan generalisasi, yakni: dikala hewan dikondisikan untuk menanggapi nada itu, tapi juga merespon nada lainnya yang terkait dengannya. Ivan Pavlov mengasumsikan bahwa nada yang paling dekat dengan nada yang dipresentasekan dalam tempat otak yang bersahabat dengan area yang menerima nada. Saat nada menjadi makin berlawanan, tempat otak yang mempresentasekannya akan kian jauh dari area yang mendapatkan. Selain itu, pavlov mengasumsikan bahwa eksitasi akan hilang alasannya adalah jarak. Pavlov juga mendapatkan bahwa konsenterasi sebuah proses yang berlawanan dengan iradiasi.
4. Pengkondisian Eksitateris dan Inhibitoris
Ivan Pavlov mengidentifikasi dua tipe umum dari pengkondisian , yakni pertama: eksitori kondisioning akan terlihat dikala pasangan CS-US menjadikan sebuah respon (suatu bell (CS) yang dipasangkan berulang kali dengan makanan (US) sehingga penghidangan CS akan menerbitkan air liur (CR), satu nada (CS) dipasangkan beberapa kali dengan tiupan angin (US) eksklusif ke mata yang menyebabkan mata secara refleks berkedip (UR) sehingga penghidangan CS saja akan mengakibatkan mata berkedip.
Conditioned inhibition tampak pembinaan CS atau menekan suatu respon contohnya, Pavlov berspekulasi bahwa pelenyapan mungkin disebabkan oleh munculnya kendala sesudah CS menyebabkan respon itu diulang tanpa suatu penguat.
D. Hukum-Hukum Yang Digunakan Pavlov
Behaviorisme merupakan salah anutan psikologi yang menatap individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan faktor – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, talenta, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa mencar ilmu semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Beberapa aturan berguru yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya : Ivan Pavlov “classical conditioning”nya:
Dari eksperimen yang dilaksanakan Pavlov kepada seekor anjing menghasilkan hukum-hukum berguru, diantaranya :18
a. Law of Respondent Conditioning, berarti aturan adaptasi penyesuaian yang dituntut. Menurut Hintzman (1978), yang dimaksud dengan law of respondent conditioning ialah, jikalau dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi selaku reinforcer) maka refleks ketiga yang terbentuk dari respons atas penguatan refleks dan stimulus yang lain akan meningkat. Yang dimaksud dengan dua stimulus tadi ialah CS dan CR.
b. Law of Respondent Extinction, berarti hokum pemusnahan yang dituntut. Yaitu jika refleks yang sudah diperkuat melalui respomdent conditioning itu didatangkan kembali tanpa mendatangkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
E. Pendapat Pavlov ihwal Belajar dan Pendidikan
Dalam penjelasan terdahulu telah diterangkan bahwa Pavlov adalah seorang ilmuwan yang membaktikan dirinya untuk observasi. Ia memandang ilmu wawasan selaku fasilitas mencar ilmu tentang banyak sekali masalah dunia dan persoalan dan dilema insan. Peranan ilmuwan menurutnya antara lain membuka belakang layar alam sehingga dapat mengerti hukum-hukum yang ada pada alam. Di samping itu ilmuwan juga mesti menjajal bagaimana insan itu mencar ilmu dan tidak mengajukan pertanyaan bagaimana mestinya manusia mencar ilmu.
Teori mencar ilmu classical conditioning mengaplikasikan pentingnya mengkondisi stimulasi semoga terjadi respon. Dengan demikian, pengontrolan dan perlakuan stimulus jauh lebih penting ketimbang pengontrolan respon. Konsep ini mengisyaratkan bahwa proses mencar ilmu lebih mengutamakan faktor lingkungan daripada motivasi internal.
Pandangan Pavlov ihwal berguru, beliau memprioritaskan sikap dan pergantian tingkah laku organisme melalui korelasi stimulus respon (S-R). Dengan demikian, belajar hendaknya mengkondisi stimulus supaya bias menjadikan respon. Belajar yaitu sebuah pergantian tingkah laris yang terus-menerus yang muncul selaku balasan dari persyaratan keadaan.
Dalam pendidikan, prinsip Pavlov sukar untuk diaplikasikan dalam pendidikan di kelas. Sebab yang menjadi pertanyaannya yakni apakah percobaannya kepada hewan akan terjadi pula pada insan?Pertanyaan inilah yang sering dilontarkan terhadap teori classical conditioning. Oleh sebab itu, meskipun paradigma classical conditioning dari Pavlov telah diperluas menurut observasi-observasi psikologi, tetapi persoalan penerapannya dalam praktek masih menimbulkan pertanyaan. Banyak latihan-latihan. Pendidikan berdasarka teori Pavlov baik pad amasa lampau maupun periode sekarang tidak menunjukkan hasil yang membuat puas. Dalam praktek pendidikan mungkin bisa kita peroleh mirip lonceng berbunyi mengisyaratkan berguru dimulai atau pelajaran berakhir.
Pertanyaan guru diikuti angkatan tangan siswa, suatu menandakan siswa dapat menjawabnya. Kondisi-keadaan tersebut diciptakan untuk mengundang sebuah respon atau balasan. Ahli pendidikan lain juga menyarankan bahwa panduan belajar dengan mengkombinasikan gambar dan kata-kata dalam mempelajari bahasa, akan sungguh memiliki kegunaan dalam mengajar perbendaharaan kata-kata. Memasangkan kata-kata dalam bahasa Inggris dengan kata-kata bahasa lainnya akan membantu para siswa dalam membuat perbendaharaan kata dalam bahasa asing. Dalam pengertian yang lebih luas contohnya memasangkan makna sebuah desain dengan pengalaman siswa sehari-harinya akan menolong siswa dalam mengerti rancangan-desain lainnya. Walaupun classical conditioning terms menjadi bidang yang aktif dalam psikologi saat ini. Sebagian para ahli telah mulai meninggalkan teori psikologi ini.
Adapun kekurangan dari teori conditioning ini yaitu, teori ini menganggap bahwa berguru itu hanyalah terjadi secara otomatis, keaktifan dan penentuan eksklusif dalam tidak dihiraukannya. Peranan latihan/kebiasaan terlalu ditonjolkan. Sedangkan kita tahu bahwa dalam bertindak dan berbuat sesuatu, insan tidak semata-mata tergantung terhadap efek dari luar. Aku atau pribadinya sendiri memegang peranan dalam menentukan dan menentukan tindakan dan reaksi apa yang mau dilakukannya. Teori Conditioning ini memang sempurna jikalau kita hubungkan dengan kehidupan binatang. Pada insan, teori ini cuma dapat kita terima dalam hal-hal mencar ilmu tertentu saja. Umpamanya dalam berguru yang tentang skills (kecekatan-kecekatan) tertentu dan mengenai pembiasaan pada belum dewasa kecil.19
REFERENSI
1 Sarlito Wirawan Sarwono, Berkenalan Dengan Aliran-Aliran dan Tokoh Psikologi, (Jakarta: Bulan Bintang,1991),h. 108-110
2 Ismail Asy-Syarafa, Ensiklopedi Filsafat, terj: Sholfiyullah Muklas (Jakarta: Khalifah 2005), h.70
3 Djaali, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara,2011),h,85-86
4 Menurut penulis, anjing bukan menjadi masalah kita sacara normative, sebagaimana Allah sudah memberikan makna bahwa seluruh alam ini akan tunduk kepada kita sabagai Khalifahtullah fii Ardhi, kemudian dari seluruh binatang yang ada di dunia ini, yang telah masuk surga adalah seekor anjing sebagaimana ceritanya ada dalam Al-Qur’an dengan ashabul kahfi.
5 Hendry C. Ellis, Fundamnental Of Human Learning,Memory, and Cognition, second edition (Unitied States Of America: Wn.C. Bowrn Company publishers, 1978), h. 10.
6 Analisis penulis mengemukakan ini selaku stimulus. Istilah stimulus mengacu pada semua hal atau pergeseran yang ada dalam lingkungan. Stimulus dapat berasal dari luar (external stimulus), dan juga dari dalam (internal stimulus).
7 Respon. Respons mengacu pada perubahan perilaku yang melibatkan adanya acara yang disebabkan oleh otot dan kelenjar. Sama halnya dengan stimulus, respons mampu berbentukrespons luar (external) dan respons dari dalam (internal).
8 Rita L. Atkitson, et.al, Intruduction To Psychology, Eight Edition, Terj. Nurjannah Taufiq, Rukmini Barnana, Editor Agus Gharma, Michael Adrianto (Jakarta: Erlangga, 1983), h. 294-295.
9 Substansi penelitian Pavlov ihwal dilema fungsi otak (dalam bidang fisiologi).
10 Sumadi Suryasubrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Grafindo Persada,2008),h. 265
11 Agus Suyanto, Psikologi Umum, (Jakarta: Aksara Baru, 1986). h. 116 dia mengungkapkan bahwa teori Pavlov sama halnya dengan Psychoreflesologi ialah cuma berobjek kepada apa yang terlihat dari luar, ialah tingkah laris.
12 Toeti Soekamto dan Udin Saripudin Winaputra, Teori Belajar dan Model-versi Pembelajaran (Jakarta, Dikti, 1977), h. 18.
13 Nana Sudjana, Teori-teori Belajar Untuk Pengajaran, (Lembaga Penerbit FE-UI, 1990), h. 70.
14 Rita L. Atkinson, et. Al, Introduction to Psychology, h. 299
15 Henry C. Ellis, Fundamental of Human Learning, Memory and Cognition, h. 14
16 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta:Logos Wacana Ilmu,2001),h,85-86
17 Hergenhan Matthew Olson, Theories of Learning,(Jakarta: Kencana,2009),h. 189-191
18 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar,h,87-88
19 Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung:Remaja Karya,1988), h.94
Sumber http://makalahmajannaii.blogspot.com
EmoticonEmoticon