Sabtu, 25 Juli 2020

Makalah Penduduk Dan Struktur Sosial

Makalah Masyarakat Dan Struktur Sosial

BAB I
PENDAHULUAN

Pada konteks pedoman metode, masyarakat akan dapat dipandang sebagai sebuah sistem. Pada satu segi, hal ini memperlihatkan adanya suatu satuan penduduk kecil seperti keluarga, sekolah, perkantoran dan sebagainya. Dan pada sisi yang lain, pandangan ini menawarkan adanya sebuah satuan masyarakat besar seperti masyarakat kota, atau penduduk desa.

Di sisi lain, Jika kita melihat masyarakat selaku sebuah sistem sosial, maka sistem sosial tersebut dikonstruksikan terdiri dari beberapa sub-tata cara yang diantaranya merupakan hal penting yakni fungsi untuk menjaga atau menegakkan pola dan struktur masyarakat. Diantara stuktur yang kerap dibicarakan para hebat ialah tentang pengelompokan sosial, stratifikasi (lapisan) sosial, perubahan sosial dan pertentangan pertentangan sosial. Pemahaman dalam pengetahuan perihal struktur masyarakat ini dapat menolong kita dalam mengenal suatu keberadaan dalam tatanan penduduk tertentu, juga dalam usaha menyelesaikan problematika yang muncul dalam masyarakat.

Kata masyarakat diambil dari suatu kata Arab yakni musyarak, yang lalu berkembang menjadi musyarakat, dan selanjutnya disempurnakan dalam bahasa Indonesia menjadi penduduk . Adapun musyarak pengertiannya adalah bahu-membahu, lalu musyarakat artinya berkumpul bareng , hidup bersama dengan saling bekerjasama dan saling menghipnotis. Sedangkan pemakaiannya dalam bahasa Indonesia telah disepakati dengan sebutan penduduk .[1]

BAB II
PEMBAHASAN
Makalah Masyarakat Dan Struktur Sosial

A. Pengelompokan Sosial
Menurut sosiologi perumpamaan kalangan mempunyai arti khusus, yang mana berlainan halnya dengan pengertian yang biasa dipergunakan secara lazim. Kelompok adalah kumpulan orang-orang yang mempunyai relasi dan interaksi antar anggotanya, di mana mampu menimbulkan timbulnya perasaan bersama. Menurut pertimbangan Mayor Polak (1979), kelompok didefinisikan sebagai berikut: “Group atau kelompok yaitu sejumlah orang yang ada diantara kekerabatan satu sama lain dan antar relasi itu bersifat sebagai suatu struktur.[2]

Pendapat diatas menunjukkan betapa pentingnya faktor kekerabatan atau interaksi di dalam sebuah kelompok. Sekelompok orang belum pasti mampu disebut selaku kelompok dalam arti sosiologis. Dikatakan demikian alasannya adalah terbentuknya sebuah golongan sangat tergantung pada adanya jalinan hubungan antara anggota-anggotanya. Suatu kelompok berisikan dua orang atau lebih anak insan, yang juga diantara mereka berisikan beberapa pola interaksi yang dapat dimengerti oleh anggota kelompok tersebut atau orang lainnya secara menyeluruh. Namun juga ada kumpulan sosial yang secara longgar disebut golongan, akan tetapi dia bahwasanya bukanlah golongan menurut definisi sosiologi yang bahwasanya. Sebagai contoh penggunaannya ialah mirip “kalangan seusia/sebaya” bagi semua orang. Walaupun kita mampu menggolongkan manusia dengan cara demikian mengikuti segala sifat yang mereka miliki, namun ini bukanlah suatu kelompok sosiologis, akan namun karena interaksi diantara mansuai selaku anggota pada keseluruhannya.

Ada berbagai jenis bentuk kelompok-golongan sosial diantaranya adalah;
  • Pertama, golongan inti atau primer. Kelompok ini dicirikan dengan kemesraan, kontak antar person. Bagian kalangan ini adalah mirip keluarga, sepermainan belum dewasa dan kalangan tetangga, alasannya adalah kalangan tetangga atau jiran ini yaitu selaku asas alasannya adalah dapat membentuk teladan tingkah laris dan perilaku anggotanya. Diantara ketiga kalangan ini, keluargalah yang paling penting. Hanya sedikit golongan lain yang menyamai keluarga perihal kemesraan, yakni suatu ciri terpenting dari semua ciri yang dipaparkan diatas.
  • Kedua, kelompok sekunder, ialah kelompok yang cuma melibatkan keakraban kecil, wujudnya temporer dan melibatkan kurangnya kontak antar pribadi. Saat kemesraan yaitu ialah ciri dari kelompok inti/primer, maka keacuhan yaitu ciri kalangan sekunder.
  • Ketiga, kelompok formal. Kelompok ini yaitu golongan yang tersusun menurut sturktur yang telah tetap dan mengikuti peraturan yang memantau interaksi antar anggotanya. Ia biasanya memiliki struktur dan metode yang terperinci dalam peraturan dan juga undang-undang atau yang sejenis dengan hal demikian. Kelompok ini umumnya mempunyai kedudukan resmi, atau organisasi, dimana para anggotanya menjalankan tugas sebagaimana yang tertuang dalam peraturan atau undang-undang kalangan. Hak dan keharusan anggota juga termaktub didalamnya. Contoh golongan ini ialah klub-klub biasa , persatuan wanita, sistem sekolah, dalam negara serta persatuan bangsa-bangsa. Kelompok ini lazimnya disebut perserikatan atau semakna dengannya.
  • Keempat, kelompok informal. Kelompok ini adalah golongan yang tidak mempunyai tata cara organisasi yang mencantumkan secara khusus hak dan keharusan para anggotanya. Kelompok ini biasanya terbentuk menurut konteks beraturan yang mengarah pada minat dan karakter yang sama, dengan menerapkan pengalaman dan keterampilan bersama. Contoh kelompok ini ialah kelakonan bawah umur dan juga sebuah kelompok persahabatan. Dalam contoh diatas dapat difahami bahwa golongan ini kecil tanpa ada struktur yang formal. Kelompok ini dicirikan dengan adanya kekerabatan timbal balik mengenai kepercayaan dan juga kerja sama antar kesemua anggotanya.
Setiap kelompok-kelompok diatas berlainan menurut ukuran dimana ia akan menuju terhadap jenis golongan yang terlalu formal atau kelompok yang terlalu informal.[3]

B. Stratifikasi Sosial
Kata stratifikasi diadobsi dari kata stratification yang berasal dari kata stratum bentuk plural dari strata yang artinya lapisan. Pitirim.A. Sorokin menyatakan bahwa social stratification adalah pembedaan suatu masyarakat ke dalam kelas-kelas bertingkat secara hirarkis.[4]

Setiap penduduk niscaya mempunyai sesuatu yang dihargai. Dan selama suatu kelompok penduduk memiliki sesuatu yang dihargai, maka hal itu akan menjadi bibit dan benih yang menumbuhkan adanya tata cara berlapis-lapis dalam penduduk tersebut. Barang sesuatu yang dihargai ini mampu berupa uang, benda-benda yang bernilai hemat, dan mungkin juga berupa tanah, kekuasaan, ilmu wawasan atau bahkan kesalehan dan juga keturunan dari keluarga terpandang.[5]

Dalam tiap-tiap negara, terdapat tiga komponen yang menyebabkan sebuah negara tersebut mempunyai variasi lapisan. Diantara manusia dalam ruang lingkup negara ada yang kaya sekali dan juga ada yang hidup dalam garis kemiskinan, serta ada kelompok yang berada diantara keduanya. Hal ini kenyataan yang kerap terjadi sejak dari zaman dulu hingga hingga sekarang, yang kerap terdapat berbagai lapisan di dalam tatanan bermasyarakat dari kalangan atas sampai golongan terbawah.

Hal ini senada dengan yang diutarakan oleh Pitirim A. Sorokin bahwa sistem berlapis-lapis tersebut ialah sebuah ciri tetap dan lazim dalam sebuah golongan bermasyarakat yang hidup terorganisir. Seseorang yang mempunyai barang-barang yang berharga dalam jumlah yang banyak, maka akan dianggap masyarakat sebagai orang yang berkedudukan dalam lapisan atas. Sedangkan orang yang mempunyai sedikit harta atau barang yang berhaga atau bahkan tidak memiliki sama sekali harta disebut sebagai golongan menengah dan golongan bawah.

Biasanya kelompok yang berada pada lapisan atas tidak hanya mempunyai satu bentuk saja dari apa yang dihargai masyarakat, akan tetapi kedudukan tinggi tersebut bersifat kumulatif, yang artinya orang-orang tersebut mempunyai banyak uang dan akan gampang sekali bagi mereka untuk menerima tanah, kekuasaan atau bahkan kehormatan, sedangkan mereka yang mempunyai kekuasaan besar dan juga kekayaan akan gampang menerima semua keinginannya, yang juga kadang kala mampu mempermainkan dunia pendidikan dengan mengamalkan suatu praktek yang pada belakangan terakhir kita kenal dengan nama “ijazah palsu”, demi untuk menerima kekuasaan. Stratifikasi sosial ini senantiasa saja ada dalam setiap masyarakat. Baik dalam ruang lingkup besar mirip negara, atau juga dalam ruang lingkup kecil seperti pedesaan dan lingkungan, atau juga ruang lingkup terbesar seperti dunia yang juga berisikan bermacam bentuk golongan insan yang duduk di dalamnya, ada yang kaya dan juga ada yang miskin. 

Dalam lapisan sosial ini, selalu saja ada ketimpangan yang kerap terjadi. Bahkan fenomena ini sudah semenjak usang terjadi. Kita lihat saja pada zaman dinasti Abbasiyah, yang dipenuhi dengan banyak sekali kalangan lapisan penduduk , dari yang penguasa, usahawan bahkan orang-orang lapisan bawah. Sangat jarang kita jumpai orang lapisan atas dapat bergaul dengan orang lapisan bawah, namun hal ini bukan mempunyai arti tidak ada. Salah satu teladan ialah Ali bin Makmun, anak seorang khalifah Abbasiyah yang di dalam kehidupannya, rela menghabiskan periode kehidupannya dalam lingkungan orang-orang miskin, disebabkan ia terinsfirasi oleh seorang pemuda miskin yang hidup dengan gelempingan ibadah dan juga qanaah.[6]

Karakteristik stratifikasi sosial mencakup perbedaan dalam kemampuan dan kemampuan. Seorang pejabat istana misalnya, pasti memiliki rumah megah alasannya adalah dia mampu untuk membelinya. Berbeda halnya dengan pegawai rendahan istana yang cuma mungkin dapat membeli gubuk dan suatu sepeda untuk mengantarkannya ke tempat kerjanya. Seorang dosen contohnya, biasanya memiliki kehidupan yang lebih baik dibanding dengan guru biasa yang terkadang kerap mengojek dan mencari tambahan di luar jam pelajaran, untuk menambah dan mensejahterakan kehidupan keluarganya. Perbedaan dalam hal hak dan kanal dalam memanfaatkan sumber daya, seorang yang berkedudukan lebih tinggi biasanya semakin banyak hak dan juga kemudahan yang dimilikinya.

C. Unsur-unsur Stratifikasi Sosial
Ada dua bagian sistem pelapisan sosial dalam penduduk berdasarkan teori sosiologi yaitu;
1. Kedudukan (Status).
2. Peran (Role)

Kedudukan dan peran disamping bagian pokok dalam tata cara lapisan di dalam penduduk , juga memiliki makna yang sungguh penting bagi metode sosial masyarakat. Status memperlihatkan tempat atau kedudukan seseorang di dalam sebuah masyarakat, sedangkan peranan menunjukkan aspek dinamis dari status, merupakan sebuah tingkah laku yang diharapkan dari seorang individu tertentu yang menduduki status tertentu. Kedudukan status seringkali dibedakan dengan kedudukan sosial (social status). Kedudukan yaitu selaku tempat atau posisi seseorang dalam kalangan sosial, sehubungan dengan orang lain dalam golongan tersebut, atautempat suatu golongan sehubungan dengan golongan-golongan lain di dalam kelompok yang lebih besar lagi.

Sedangkan kedudukan sosial yaitu kawasan seseorang secara umum dalam penduduk sehubungan dengan orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestisenya, hak dan kewajibannya. Untuk mengukur status seseorang, mampu dilihat dari jabatan atau pekerjaannya, pendidikan, luasnya ilmu pengetahuan, kekayaan, keturunan dan sebagainya. Dalam, penduduk kedudukan dibedakan menjadi dua macam, yakni:

1. Ascribed status
Maksud status ini adalah kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan perbedaan-perbedaan rohaniah dan kemampuan. Kedudukan tersebut diperoleh alasannya kelahiran, contohnya kedudukan anak aristokrat ialah bangsawan pula. Pada lazimnya kedudukan ini ditemui pada penduduk feodal.

2. Achieved Status
Status ini diraih oleh seseorang dengan perjuangan-usaha yang disengaja. Kedudukan ini tidak diperoleh atas dasar kelahiran, akan namun bersifat terbuka bagi siapa saja hal mana tergantung kemampuannya masing-masing dalam memburu serta meraih tujuan-tujuannya.[7]

Sedangkan peranan(role) ialah faktor yang dinamis dari kedudukan. Apabila seseorang melakukan kewajiban sesuai dengan kedudukan, maka dia melaksanakan sebuah peranan. Pembedaan antara kedudukan dan peranan yaitu untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tidak dapat dipisahkan, alasannya keduanya saling terkait. Peranan yang menempel pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi dalam Pergaulan kemasyarakatan. Posisi ini ialah suatu komponen statis yang memberikan daerah seorang individu di dalam suatu komunitas masyarakat. Seseorang senantiasa bekerjasama dengan pihak lain. Biasanya setiap pihak mempunyai perangkat peranan tertentu. Seorang dokter misalnya berinteraksi dengan pihak-pihak tertentu di dalam sebuah sub-tata cara sosial rumah sakit.

Mengenai terjadinya stratifikasi sosial dalam suatu masyarakat dapat dibedakan dengan dua macam. Pertama, sistem pelapisan yang terjadi dengan sendirinya, tanpa adanya kesengajaan. Misalnya lapisan yang didasarkan oleh usia, jenis kelamin, kepandaian, dan mungkin jug pada batas-batas tertentu menurut harta. Kedua, sistem pelapisan yang terjadi dengan adanya sebuah unsur kesengajaan, yang biasanya terkait dengan pembagian kekuasaan dan juga wewenang yang resmi dalam organisasi formal mirip pemerintahan, perusahaan, patai politik, dan sebagainya.[8] Sedangkan sifat tata cara pelapisan penduduk ada dua sifat, yakni bersifat tertutup dan juga yang bersifat terbuka. Suatu metode pelapisan penduduk dinamakan tertutup, mana era setiap anggota penduduk tetap berada dalam status yang serupa dengan orang tuanya. Bentuk yang seperti ini mampu dilihat di negara Amerika contohnya, dimana terdapat pemisahan antara golongan kulit putih dan kulit hitam yang diketahui dengan nama segregation.

D. Perubahan Sosial
1. Pengertian Perubahan Sosial
Menurut Selo Sumarjan perubahan sosial ialah pergantian yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan dalam sebuah penduduk yang mensugesti metode sosialnya, tergolong didalamnya nilai-nilai, perilaku-perilaku, dan acuan prilaku diantara golongan-golongan dalam masyarakat.[9] Setiap penduduk pasti mengalami pergeseran-pergeseran, alasannya adalah tidak ada penduduk yang bersifat mandek (stagant). Perubahan tersebut ada yang sedikit dan ada juga yang banyak, ada yang cepat dan ada juga yang lambat. Pengaruh perubahan cuma mampu dimengerti oleh seseorang yang sempat mengadakan penelitian susunan dan kehidupan sebuah masyarakat pada sebuah waktu tertentu, yang lalu dibandingkan pada suatu waktu lain. 

Perubahan-perubahan di dalam masyarakat yaitu pergeseran-pergantian norma-norma sosial, nilai-nilai sosial, interaksi sosial, teladan-pola prilaku, organisasi sosial, forum kemasyarakatan, lapisan-lapisan masyarakat, susunan kekuasaan dan wewenang. [10] Setelah terjadi pergantian unsur-komponen sosial, ada sebagian angggota masyarakat yang tidak mampu menyesuaikan antara komponen-unsur sosial yang ada dalam kehidupan sosialnya, sehingga tidak akan terwujud pola kehidupan penduduk yang harmonis. Apabila di dalam masyarakat proses integrasi sosial tidak bekerja dengan baik, mampu mengakibatkan terjadinya disorganisasi dan disintegrasi sosial. Disorganisasi sosial akan mendahului disintegrasi sosial. Hal ini dapat terjadi alasannya adalah perbedaan paham tentang tujuan sosial, tata cara norma yang tidak ketat, adanya prilaku menyimpang, dan pengendalian sosial kurang berfungsi, serta tata cara tindakan sosial yang kurang berfungsi.[11]

Perubahan dalam norma sosial telah banyak diteliti para pengkaji memiliki kekerabatan dengan pergeseran sosial. Apabil norma yaitu sebuah dasar dari dari keteraturan kehidupan sosial, maka pergantian sosial terjadi dalam struktur masyarakat, terjadi sebagai akibat dari perubahan dalam norma-norma sosial. Banyaknya kecendurngan-kecendrungan yang buruk periode sekarang, seperti pemogokan buruh industri, tindakan-langkah-langkah kriminal, kebebasan sex ialah hasil dari kebobrokan watak, dan hanya mampu diselesaikan dengan regenerasi akhlak.[12]

2. Beberapa bentuk pergantian sosial
Perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat dapat dibedakan dalam beberapa bentuk, diantaranya;
  • pergeseran yang terjadi secara lambat dan cepat. Perubahan-pergantian yang membutuhkan waktu yang usang, dimana terdapat sebuah rentetan perubahan-pergantian kecily saling mengikuti lambat dinamakan evolusi. Pada evolusi pergeseran terjadi dengan sendirinya, tanpa planning atau kehendakn tertentu. Perubah tersebut terjadi sebab adanya perjuangan-usaha masyarakat untuk mengikuti keadaan dengan kebutuhan-kebutuhan, keadaan-keadaan dan kondisi-kondisi baru, yang timbul sejalan dengan kemajuan masyarakat. Rentetan perubahan tersbut tidak butuhsejalan dengan rentetan peristowa sejarah penduduk bersangkutan.
  • pergantian yang diharapkan dan pergantian yang direncanakan serta pergantian-pergantian yang tidak dikehdaki dan pergeseran yang tidak dijadwalkan.
Perubahan yang diharapkan atau yang direncanakan merupakan pergantian-perubahan yang dijadwalkan apalagi dahulu oleh pihak-pihak yang menginginkan perubahan dalam penduduk . Perubahan sosial yang tidak diharapkan dan dijadwalkan yakni pergantian tanpa ada hasratserta berjalan di luar jangkauan pengawasan penduduk dan mampu menjadikan akibat-akibat yang tidak dibutuhkan masyarakat.

3. Faktor-faktor yang menjadikan perubahan Sosial
Pada umumnya mampu dikatakan bahwa alasannya-sebab yang melatar belakangi terjadinya pergeseran dalam sebuah komunitas penduduk bersumber pada masyarakat itu sendiri dan ada juga yang bersumber dari luar. Sebab-alasannya yang bersumber dari penduduk itu sendiri misalnya;
  • Bertambah atau berkurangnya penduduk. Misalnya pergeseran pesat yang terjadi di pulau Jawa, mengakibatkan terjadinya pergeseran dalam sturktur masyarakat.
  • Adanya penemuan-inovasi baru. Misalnya penemuan dalam bidang iptek, yang menjinjing pengaruh dalam metode pertempuran, yang lalu pada risikonya menambah perbedaan antara negara-negara besar dan maju dengan negara-negara kecil dan yang sedang berkembang.
E. Konflik Sosial
Konflik atau pertentangan di dalam sebuah asyarakat juga mungkin menjadi penyebab terjadinya pergantian sosial dalam suatu komunitas masyarakat. Pertentangan-pertentangan ini mungkin terjadi antar individu ataupun antar suatu kalangan dalam sebuah penduduk . Masyarakat tradisional Indonesia, kebanyakan bersifat kolektif. Segala kepentingan didasarkan pada kepentingan penduduk . Kepentingan-kepentingan individu walupun diakui mempunyai fungsi sosial. Tidak jarang muncul kontradiksi antara kepentingan-kepentingan individu dengan kelompok tersebut, dalam dalam hal-hal tertentu dapat menimbulkan pergantian-pergantian. Misalnya di kalangan suku batak yang tata cara kekeluargaannya adalah patrinial murni.

Petentangan antar golongan mungkin saja terjadi antara generasi tua dengan generasi muda. Pertentangan tersebut kerap terjadi terlebih pada masyarakat yang sedang berada pada tahap berkembang dari tradisonal ke tahap modren. Generasi muda yang keperibadainnay belum terbentuk, lebih gampang untuk mendapatkan unsur-bagian kebudayaan abnormal yang dalam beberapa bidang memiliki taraf yang lebih tinggi. Keadaan tersebut mampu mengakibatkan pergantian-perubahan tertentu dalam masyarakat, contohnya pergaulan yang lebih bebas antara pria dan perempuan, kedudukan wanita yang sederajat dengan kaum laki-laki di dalam masyarak dan juga lain sebagainya.[13]

Sebenarnya kontradiksi ini bukanlah suatu hal yang harus ditakuti, karena kadang kala pertentangan ini mampu menolong menetralisir unsur-unsur yang memisahkandalam suatu antar korelasi sosial dan untuk membangun kesatuan kembali. Selain kontradiksi itu dapat menuntaskan ketegangan antar pihak-pihak yang berlawanan, ia juga berfungsi menstabilkan dan menjadi satu unsur yang menyatukan antara hubungan sosial.[14]

 BAB III
PENUTUP
Makalah Masyarakat Dan Struktur Sosial

 Dari pemaparan singkat menganai penduduk dan struktur sosial, dapat diambil kesimpulan bahwa masyarakatb merupakan sebuah metode sosial. Di dalam masyarakat terbentuk suatu susunan struktur sosial yang ditandai adanya pengelompokan sosial yang berisikan kalangan inti, sekunder serta golongan forman dan informal. Didalam pembagian terstruktur mengenai kelompok-kelompok sosial, pembedaan yang luas dan fundamental yakni pembedaan antara kelompok-kelompok kecil dimana kekerabatan antar anggotanya sangat rapat, disisi laindengan kelompok-golongan yang lebih besar. Adanya lapisan sosial dalam masyarakat dilandaskan beberapa faktor seperti, aspek ekonomis, politik, pangkat, jabatan serta status tugas dalam masyarakat. Sedangkan adanya kontradiksi sosial baik yang sifatnya antar individu maupun golongan dengan penduduk sekitar memiliki dampak positif, disamping juga ada pengaruh negatif yang ditimbulkannya. Dengan demikian struktur sosial yang ada dalam sebuah tatanan bermasyarakat berisikan pengelompokan sosial, lapisan sosial, perubahan sosial serta kontradiksi sosial. Pemahaman perihal hal ini mampu menolong dalam mengerti suatu tatanan masyarakat, juga dalam usaha menuntaskan problematika yang timbul dalam penduduk itu.

DAFTAR PUSTAKA
  • Abdul Syani. Sosiologi: Kelompok dan Masalah Sosial. Fajar Agung Jakarta, 1987. 
  • Aid Abdullah al Qarniy, al Misk wal ‘Anbar, Terj Abd Rahman dan Mhd Zuhirsyan, Kuala Lumpur, Jasmin Enterprise, 2006.
  • David Berry, The Principles of Sosiologi, Trjm Paulus Wirutomo, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1995, Ed. I, Cet ke-3.
  • J. Dwi Narwoko. Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Pranada Media Kencana, 2004, Ed I.
  • Josep. S. roucek. Sosiologi An Introdution. Tejm Sahat Simamora Jakarta: Bina Aksara, 1984.
  • Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rajawali Press, 1982.
  • Dra Siti Waridah dkk, Sosiologi, Jakarta, Bumi Aksara, 2003, h. 109.
  • Soekandar Wiriaatmadja. Pokok-pokok Sosiologi. (Jakarta: Yasaguna, 1991),
  • Selo Sumardjan dan Soelaiman Soemardi, Setangkai Bunga Sosiologi. (Jakarta: Fakultas Ekonomi UI, 1964, Ed. I).
Footnote
--------------------------------------
[1] Abdul Syani. Sosiologi; Kelompok dan Masalah Sosial. (Jakarta, Fajar Agung 1987), h. 1
[2] Ibid, h. 40
[3] Josep. S. Roucek. Sosiologi An Introdution. Tejm Sahat Simamora (Jakarta: Bina Aksara, 1984), h. 218.
[4] Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. (Jakarta: Rajawali Press, 1982), h. 203. 
[5] Ibid, 204
[6] Aid Abdullah al Qarniy. al Misk wal ‘Anbar. Terj Abd Rahman dan Mhd Zuhirsyan, (Kuala Lumpur: Jasmin Enterprise, 2006), h. 475.
[7] Soekanto, Sosiologi, h. 218
[8] J. Dwi Narwoko. Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan. (Jakarta: Pranada Media Kencana, 2004, Ed I, h. 134.
[9] Selo Sumardjan dan Soelaiman Soemardi, Setangkai Bunga Sosiologi. (Jakarta: Fakultas Ekonomi UI, 1964, Ed. I), h. 375.
[10] Dra Siti Waridah dkk. Sosiologi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), h. 109.
[11] Ibid, h. 110.
[12] David Berry. The Principles of Sosiologi. Trjm Paulus Wirutomo, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1995), Ed. I, Cet ke-3, h. 67.
[13] Soekanto, Sosiologi, h. 305 
[14] Soekandar Wiriaatmadja. Pokok-pokok Sosiologi. (Jakarta: Yasaguna, 1991), h. 115.

Sumber http://makalahmajannaii.blogspot.com


EmoticonEmoticon

:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:o
:>)
(o)
:p
:-?
(p)
:-s
8-)
:-t
:-b
b-(
(y)
x-)
(h)