Minggu, 26 Juli 2020

Makalah Metode Pendidikan Nasional Perspektif Islam

PENDAHULUAN
Undang-Undang pendidikan tersebut memberikan fungsi pendidikan untuk mendidik warga masyarakat memiliki keperkasaan iktikad sebagai bentang pertahanan negara yang paling berpengaruh, bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa selaku pakaian kesalehan, berakhlak mulia sebagai langkah-langkah yang harus selalu dijaga, sehat jasmani dan rohani, mahir, inovatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggungjawab. Undang Undang Pendidikan ini memberi arah yang terperinci bagi terselenggaranya Sistem Pendidikan Nasional yang mantap. Undang-undang pendidikan nasional menampung aturan dan patron agar mampu menghantarkan negara pada pertumbuhan, kemakmuran, dan keadilan. Kader pemimpin negara abad depan yakni putra/putri bangsa yang ialah hasil produksi dari pada pendidikan nasional kita.

Kita tidak mampu membantah bahwa tata cara pendidikan kita masih mengalami uji coba (trial and error) dan Undang Undang pendidikan baru dapat mencari bentuk dan format pendidikan. Namun untuk mengejar-ngejar ketertinggalan pendidikan kita dari negara-negara lain perlu dibuat Undang Undang pendidikan yang mencakup isisnya metode aturan sampai dengan siswa dan guru. Sistem pendidikan kitaa telah diuji dengan kemajuan zaman. Hari ini semua orang menyalahkan metode pendidikan yang belum menjinjing hasil yang memuaskan, belum dapat meluluskan sarjana yang siap pakai. Teknologi berita yang sudah menjadi ikon baru dalam kehidupan selalu mendahului metode pendidikan , ekonomi yang berkembang senantiasa dipengaruhi oleh dunia luar menciptakan pakar kita kalang kabut.

Kenyataan ini kita rasakan baik di Departemen Pendidikan Nasional yang sedikit lebih mapan. Konon lagi pendidikan yang berada di bawah bendera Departemen Agama, mulai dari Taman Kanak-Kanak Madrasah Ibtidaiyah hingga Perguruan Tinggi masih jauh tertinggal jika dibandingkan dengan pendidikan yang berada di bawah payung pendidikan nasional, terlebih jikalau dibandingkan dengan pendidikan yang ada di mancanegara. Meskipun di dalam UU Pendidikan disebutkan tujuan pendidikan agar warga masyarakat beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia serta pintar pengetahuan, tetapi dalam pelaksanaannya pendidikan yzng berada di bawah payung Depatemen Agama belum menerima perhatian yang serius di dalam UU Sisdiknas maupun di dalam pelaksanaan dalam kbijakan sehingga Departemen Agama jangankan untuk fasilitas dan prasarana saja masih sungguh kurang.. Seharusnya UU Pendidikan Nasional tidak cuma memuat bentuk dan format semata, akan namun menampung pula substansi duduk perkara yang dihadapi kini ini.Substansi pokok yaitu menyangkut dengan insan secara utuh, tujuan dan sasaran yang mesti dicapai. Di dalam Bab UU Pendidikan Nasional ada hal yang terlewatkan sebagai upaya untuk membangkitkan semangat pendidikan itu sendiri mirip menyangkut dengan nilai humanis. Karena itu merupakan prinsip utama yang harus ditegakkan yag nanti akan melahirkan keadilan dan demokrasi.

PEMBAHASAN

A. Sistem Pendidikan Dalam Sisdiknas
Jika kita mengusut pada UU RI No. Th. 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional trutama bab I pasal 1 ayat 2 dan 3, akar pendidikan yaitu kebudayaan Indonesia dan dasar pendidikan adalag Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Sistem Pendidikan Nasional dikatakan selaku satu kesatuan yang terpadu dengan semua satuan yang berkaitan dengan yang lainnya demi tercapainya pendidikan nasional (ayat 3) dengan bagian II ayat 3 dan 4 adalah: pendidikan nasional berfungsi untuk membuatkan kesanggupan serta meningkatkan kualitas kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional (pasal 3).

Pada dasarnya pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan menyebarkan insan Indonesia seutuhnya, adalah;

Manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Manusia berbudi pekerti luhur
Manusia yang memiliki wawasan dan ketrampilan.
Manusia yang memiliki kesehatan jasmani dan rohani
Manusia yang mempunyai kepribadian mantap dan mandiri,
Manusia yang memiliki rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan[1]

Sementara pada bab IV, bagian kesatu pasal 6 ayat 1 disebutkan setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Dalam UU Sisdiknas yang baru ini nampak terlihat bahwa untuk mencapai tujuan pendidikan nasional biar masyarakat Indonesia bermartabat maka diberi perhatian khusus denganmenekankan kepada keharusan mencar ilmu 9 tahun, dimana usia 0 – 5 th. dibebankan kepada orang bau tanah dan masyarakat untuk melaksanakan pendidikan. Sedangkan usia 6 – 15 th. Diambil alih oleh pemerintah untuk melaksanakan pendidikan, artinya usia sekolah dasar dan usia sekolah menengah pertama ata pemerintah berkewajiban melaksanakan sesuatu yang berkenaan dengan pendidikan. Pencanangan yang dikerjakan oleh pemerintah di periode reformasi ini sudah terjadi kemajuan yang bermakna untuk pemantapan pendidikan bagi rakyat Indonesia yang merdeka. Pada pasal 34 ayat 2 dikatakan bahwa pemerintah dan pemerintah kawasan menjamin terselenggaranya wajib mencar ilmu minimal pada jengjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.

B. Sistem Pendidikan Dalam Islam
Dalam Islam, Pendidikan tidak diterangkan secara rinci, hanya memuat prinsip-prinsip umum saja. Namun diberikan keleluasaan untuk berijtihad dengan memakai daya kekuatan ilmu pengetahuan, daya akal dengan menyaksikan kondisi zaman sesuai dengan hadist Nabi “ajarilah anakmu alasannya mereka akan hidup dengan zaman yang berlainan denganmu”. Perintah untuk melakukan pendidikan di dalam al Qur’an secara tersurat yaitu orang renta atau orang yang bertanggungjawab kepada anak itu, namun secara tersirat adalah orang orang-orang yang dinisbahkan dengan kebapakan, yakni fa-abaihi. Apakah pemerintah brkewajiban melakukan pendidikan? Pertanyaan tersebut dapat terjawab dengan tafsiran ayat dan hadist terlihat dalam nilai-nilai sejarah pelaksanaan pendidikan baik di masa Rasulullah maupun di era pemerintahan khulafaurrasyidin.

Pada periode Rasulullah[3] dan Khulafaurrasyidin pendidikan sudah mulai dilakukan oleh pemerintah dengan tata cara dan sistem yang tepat di saat itu. Meskipun pada waktu itu belum ada Undang-undang wacana tata cara Pendidikan Nasional dan belum ada teknologi pendidikan mirip sekarang ini. Namun perhatian pemerintah kepada pendidikan sangat tinggi. Malah di zaman Al Ghazali, beliau pernah menjadi rektor di akademi tinggi Al Nizamiyah dan mendapat honor yang cukup tinggi. Meskipun belum ada Undang-undang perihal pendidikan namun proses mencar ilmu mengajar berlangsung dengan tertib.

Sistem Pendidikan yang dilakukan ialah sistem halaqah, dan dengan sistem ini sudah banyak melahirkan ulama besar pada kala pertama hingga masa kedua. Sistem pendidikan ketika itu sangat baik sehingga banyak melahirkan ulama di zaman tersebut seperti imam mazhab yang empat yang sampai ketika ini belum ada yang menandinginya dalam pembentukan azas hukum.Islam.


C. Masalah Pokok Pendidikan Nasional
Masyarakat semakin meletakkan harapan setelah terbitnya Undang Undang nonor 20 tahun 2003 perihal Sistem Pendidikan Nasional. Di antara impian-impian tersebut yaitu adanya metode pendidikan yang dapat memperbaiki mutu pendidikan yang menurun drastic jika diukur dengan patokan nasional, belum lagi jika disandingkan dengan pendidikan di luar negeri, mirip Malaysia yang pada tahun delapan puluhan mereka mencar ilmu ke Indonesia. Namun setelah dua puluh tahun kemudian pendidikan di negeri jiran tersebut lebih handal dibandingkan Indonesia.

Undang-undang pendidikan kita senantiasa ketinggalan dengan pesatnya kemajuan teknologi dan ekonomi dan Undang Undang pendidikan juga belum mampu memproduk hasil yang cocok dengan permintaan zaman terlebih untuk menciptakan SDM yang tangguh untuk menuntaskan selaksa problematika hidup. Jika kita menelusuri undang-undang pendidikan sehabis 60 tahun Indonesia merdeka ternyata pengelolaan pendidikan masih berada pada tataran bebas dari buta aksara, artinya perhatian pemerintah terhadap pendidikan gres pada tingkat dasar yang disebut dengan wajib belajar 9 tahun dan pada tinggat itu pulapemerintah bisa membebaskan ongkos pendidikan. Untuk mencapai SDM yang berpendidikan minimal setingkat SLTP masih jauh dari keinginan dan tuntutan zaman. Konon lagi pada tataran peningkatan mutu pendidikan susah dapat diwujudkan, karena di satu sisi guru diharapkan mempunyai kesanggupan yang lebih, tetapi di sisi lain keperluan dan kemakmuran guru masih jauh dari standar minimal ditambah lagi dengan tidak mencukupi akomodasi belajar, seperti laboratorium dan alat-alat praktek yang lain. Malah di sekolah-sekolah yang berada di pedalaman Indonesia ada sekolah yang cuma memiliki seorang kepala sekolah tanpa seorangpun guru.

Bila dikaji lebih lanjut, di tingkat SLTA, di samping kurangnya guru juga banyak yang tidak memiliki laboratorium dan alat praktek yang lain. Apalagi pendidikan yang dikelola oleh masyarakat, jangankan guru yang cukup rumah sekolahpun banyak dalam kondisi yang memprihatinkan, dinding masih yang dibuat dari pelepah rumbia dan atapnya dari daun rumbia dengan dana yang sama sekali tidak ada. Kalaulah masyarakat mampu mampu membantunya, maka itupun secara tolong-menolong membangun gedung namun sungguh terkedala dengan dana.


D. Ruh Pendidikan Dalam Undang-Undang Sisdiknas Dan Islam
Dalam UU sisdiknas termaktub semangat ketuhanan dengan fungsi mengembangkan kemampuan dasar yang dimiliki insan. Kemudian memventuk adab dan peradaban bangsa berdasarka pada nilai-nilai universal. Atas dasar itulah tata cara pendidikan nasional dikembangkan. Dengan tujuan untuk menyebarkan potensi peserta diik agar menjadi insan yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, cerdik, mahir, kreatif, mandiri dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggungjawab.

Jelas sekali pendidikan yang termaktub dalam UU Sisdiknas mempunyai ruh yang kuat, yakni secara tersirat ada unsure pendidikan spiritual yang mendalam, intelektual tertinggi,dan budbahasa mulia sebagai modal dasar pengembangan insan. Hanya saja sistem pengembangan pendidikan nasional belum tersosialisasi dengan sempurna dan difahami secara merata.

Konsep pendidikan yang diajarkan dalam Islam melalui al Qur’an surat al Alaq ayat 1 – 5. Surat tersebut dimulai dengan membaca dan memakai aqal serta memberdayakanya. Sehingga manusia mengenal dirinya lalu mengenal Tuhannya. Demikian pula dalam surat Luqman ayat 12 – 118 yang dimulai dengan pendidikan hati, perasaan, akhlaq dan kesehatan jasmani semoga manusia dapat berbagi peluangdirinya untuk meraih perkembangan di dunia dan darul baka. Secara tepat.

Menurut pakar pendidikan Naguib al Attas dikala menafsirkan ayat 32 surat albaqarah kenapa Allah lebih memilih Adam selaku khalifah? Karena pada dirinya diberikan Allah dua kesempatandasar dan tiga potensi melekat padanya. Dua potensi dasar tersebut ialah potensi akal dan peluanghati. Potensi aqal dapat mejadikan diri insan itu berbagi dirinya, mengurus alam di jagat raya ini dengan baik dan memimpinnya dengan sempurna.

Potensi hati mampu menjadikan dirinya sebagai hamba Allah yang berta’abbud terhadap-Nya, memikirkan apa yang tak mampu difikirkan nalar sehingga memberi kepercayaan yang mantap biar senantiasa tunduk dan patuh pada aturan yang dating dari Allah.

Sementara 3 potensi yang menempel pada dirinya yaitu hilmun, hijrun dan nudyah. Potensi hilmun ialah memiliki perasaan kemanusiaan, menghargai,menghormati, memuliakan,dan menjunjung martabat kemanusiaan. Potensi Hijrun yakni mempunyai kesanggupan untuk menghidari hal-hal yang negatif, sehingga tindakan yang negatif yang dapat menghancurkan dirinya dan orang lain dan membiarkan orang berhadapan tidak dikerjakan. Potensi nudyah ialah kemampuan menghalangi dari hal-hal negatif, menghalangi pada diri, orang lain untuk melaksanakan perbuatan yang negatif.[4]

Jika melihat pada ruh pendidikan yang terdapat dalam UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 perlu disinergikan dengan hokum agama Islam. Karena di Indonesia mempunyai dan punya payung hokum yang terperinci yakni paying hokum Islam dan paying hokum Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk lebih sejalan dalam upaya mengembangkan peluangdan kemampuan manusia, UU Sisdiknas menampung, mengakomodir, menafsir lalu dianalisis apa yang termaktub dalam pedoman tentang pendidikan kemudian dimasukkan dalam UU Sisdiknas sehingga sejalan dan tidak akan terjadi pergeseran di tengah jalan UU Sisdiknas kecuali penambahan demi adanya pembaruan untuk meraih perkembangan. Di satu segi sudah perintah agama, namun di segi lain telah dilakukan perkembangan yang didasari cita-cita untuk berubah tanpa mengessampingkan nilai-nilai agama.

KESIMPULAN
Dari uraian di atas mampu ditarik kesimpulan bahwa di Indonesia ada dua pegangan hokum yakni pegangan aturan Islam yang berdasarkan al Qur’an dan hadist dan pegangan aturan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. maka perlu disinergikan kedua pegangan tersebut. Ruh pendidikan di dalam UU Sisdiknas dengan pendidikan yang ada dalam Islam supaya sejalan dalam membentuk dan membangun untuk manusia dan membangun peradaban umat. Karena di Indonesia yang masyarakatnya 85% lebih adalah muslim, maka pada dasarnya perhatian khusus wacana pendidikan untuk penduduk muslim lebih banyak. Hal ini sejalan dengan amanat Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

DAFTAR PUSTAKA
  • Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Al Husna Baru, 2003.
  • Mujiburrahman, Rekontruksi Pendidikan Islam (upaya reformasi Pendidikan Aceh) dalam Islam Future, vol. II, no. 2 , 2002.
  • Nasir Budiman, Ilmu Pendidikan Islam, Lhokseumawe: Nadya Foundation, 1981
  • Undang-undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 1989.
  • Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pelaksanaannya, Jakarta:Sinar Grafika
  • Yossi Suparyo, Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, Yogjakarta: Media Abadi, 2005
  • Yusuf Amir Faisal, Reorientasi Pendidikan Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 1995
  • Zakiyuddin Baidhawi, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, dalam Jurnal Tashwirul Afkar, Edisi No. 16 , 2004.
_________________
[1]Yusuf Amir Faisal, Reorientasi Pendidikan Islam (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), h. 34.

[2]Yossi Suparyo, Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Yogjakarta: Media Abadi,2005), h. 11 – 12.

[3]Pada masa Rasulullah aktifitas belajar dilakukan di rumah Arqam bin Abi Arqam, yang menjadi guru ialah Rasul sendiri dengan menitik beratkan pada pembentukan abjad dan tauhid. Dan Pada masa khulafaurrasyidin yang menjadi guru saat itu yakni yakni Ali bin Abi Thalib, Ibnu Umar, Ibnu Mas’ud dan lain-lain.

[4]Nasir Budiman, Ilmu Pendidikan Islam (Lhokseumawe: Nadya Foundation, 1981), h. 19.

[5]Seperti lembaga pendidikan Islam yang berupa Pesantren.

[6]Faisal, Reorientasi Pendidikan. h. 96

Sumber http://makalahmajannaii.blogspot.com


EmoticonEmoticon